Sabtu, 23 April 2016

MAKALAH MENEJEMEN PENYAKIT KUDA



BAB I
PENDAHULUAN
                                  I.            Latar belakang
Tetanus adalah keracunan akibat neurotoksin yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan gejala klinis spasmus otot dan bisa mengakibatkan kematian pada hewan mamalia serta manusia. Nama lain penyakit ini adalah Lock Jaw.
Penularan tetanus dapat terjadi melalui kontaminasi spora bakteri Cl.tetani yang tersebar di tanah dan di kandang ternak. Kejadian tetanus dapat timbul karena dimulaioleh adanya perlukaan tertutup yang terkontaminasi oleh bakteri Cl.tetani. Pada luka tertutup tersebut dapat timbul kondisi anaerob yang merupakan persyaratan berkembangnya bakteri CI.tetani. Dalam jangka waktu tertentu bakteri Cl.tetani mengeluarkan toksin yaitu berupa tetanotoksin (neurotoksin). Toksin ini menimbulkan spasmus terhadap otot-otot tubuh.
Pada peternakan yang memungkinkan dapat terjadi kasus tetanus yakni adanya tindakan perlukaan yang dapat terkontaminasi oleh bakteri Cl.tetani seperti kastrasi,  pencukuran bulu pada ternak  domba,  pemasangan nomor telinga, pemasangan ladam pada kuda, proses kelahiran, atau luka lainnya antara lain luka tusuk pada kaki, gigitan, patah tulang, luka robek akibat dinding kandang dan sebagainya. Apabila hewan penderita tidak cepat mendapat perawatan umumnya berakhir dengan kematian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri yang nama ilmiahnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Ia pertama kali diisolasikan pada tahun 1882 oleh dokter Jerman yang bernama Robert Koch yang menerima hadiah Nobel untuk penemuan ini. TB paling umum mempengaruhi paru-paru namun juga dapat melibatkan hampir semua organ apa saja dari tubuh. Bertahun-tahun yang lalu, penyakit ini dirujuk sebagai konsumsi karena tanpa perawatan yang efektif, pasien-pasien ini seringkali akan meninggal. Sekarang, tentu saja, tuberculosis biasanya dapat dirawat dengan berhasil dengan antibiotik-antibiotik.
Ada juga kelompok dari organisme-organisme yang dirujuk sebagai atypical tuberculosis. Ini melibatkan tipe-tipe lain dari bakteri yang ada dalam keluarga Mycobacterium. Seringkali, organisme-organisme ini tidak menyebabkan penyakit dan dirujuk sebagai colonizers karena mereka hanya hidup bersama dengan bakteri-bakteri lain dalam tubuh kita tanpa menyebabkan kerusakan. Pada saat-saatnya, bakteri-bakteri ini dapat menyebabkan infkesi yang adakalanya secara klinik seperti khas tuberculosis. Ketika atypical mycobacteria ini menyebabkan infeksi, mereka seringkali sangat sulit disembuhkan. Sering, terapi obat untuk organisme-organisme ini harus diberikan untuk satu setengah sampai dua tahun dan memerlukan banyak obat-obat.


  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    TETANUS
1.      Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. (1) Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri  masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum. (1,8,11)
2.      Pathogenesis
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a.       Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b.      .Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c.       .Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
d.      Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. (1,9,12)
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. (1)
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas . Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
a.       Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
b.      Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

3.      Pathologi
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.
4.      Gejala klinis
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu ).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni
 1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)
 Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus
Kharekteristik dari tetanus
a.       Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
b.      Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
c.        Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
d.       Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme  Otot masetter.
e.        Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
f.       Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
g.      Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
h.      Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik
i.         Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

Bentuk-bentuk tetanus:
1.       tetanus lokal (lokalited Tetanus)
           Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis
antitoksin.



2.      Cephalic tetanus
                 Cephalic  tetanus  adalah  bentuk  yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada  daerah  muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3.      Generalized Tetanus
               Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. 
4.      Neotal tetanus
               Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan  persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. (8,10) Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus.(8)  Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional  Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ). Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument Untuk memotong tali pusat. 

5.      Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1.Gejala klinik - Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ). 
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
 3. Kultur: C. tetani (+). 4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
6.      Diagnose banding
         Adanya    tanda    kekejangan    yang    terjadi    maka    tetanus    dapat dikelirukan dengan penyakit lain seperti:
ü      Gras tetani:  pada penyakit ini terdapat hipocalcemia
ü      Keracunan striknin: kekejangan   yang   terjadi   tidak        tergantung adanya rangsangan dari luar
ü      Muscular rheumatism:  merupakan penyakit kronis.
ü      Stiff lamb disease:  ada gejala diare
ü      Rabies:  ada gejala kelumpuhan
7.      Cara penularan
Syarat terjadinya infeksi diperlukan luka yang dalam atau pada luka superficial yang tercemari bakteri anaerob yang mempunyai potensi oksidasi reduksi lemah. Kejadian penularan pada kuda pada umumnya melalui luka pada kuku sewaktu memasang tapal kuda, pada domba terjadi melalui luka kastrasi atau pencukuran rambut, sedang pada sapi melalui luka bekas pemotongan tanduk dan pada babi melalui luka kastrasi. Selain itu penularan juga terjadi melalui luka tertusuk paku, luka-luka pada rongga mulut, luka tersembunyi di dalam usus atau alat kelamin

8.      Distribusi penyakit
         Tetanus   terdapat   di   seluruh   dunia,   terutama   di   negara   beriklim tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia tetanus terjadi sporadis, terutama menyerang hewan seperti kuda, babi dan domba.
9.      Pengobatan
Pengobatan tetanus dapat dilakukan sebagai berikut:
ü  Luka  dibuat segar, dengan  membuang  bagian  jaringan yang rusak, kemudian luka dicuci dengan KMnO atau H2O2 dan diobati dengan antibiotika.
ü  Diberikan antitoksin tetanus dosis kuratif
ü  Perlakuan pada hewan sakit diberikan:
 (1)  kandang bersih, kering, gelap;
(2)  diberikan kain penyangga perut;
(3)  makanan disediakan setinggi hidung;
(4)  luka yang ada diobati
ü  Diberikan obat-obatan untuk mengatasi simptom atau gejala antara lain:
(1)  obat penenang;
 (2)  muscle relaxan
10.  Pencegahan
Pencegahan tetanus dapat dilakukan antara lain dengan:
a. Menyingkirkan  barang  tajam  (kulit  kerang,  paku,  duri)  di  tempat penggembalaan.
b. Bila ada luka dibersihkan, dikuret atau didrainase dan diobati.
c. Dilakukan vaksinasi aktif dengan formol vaksin.
d. Dilakukan vaksinasi pasif dengan antitoksin
e. Gunakan peralatan operasi yang steril dan jangan melakukan operasi dekat dengan tempat yang mungkin menjadi sumber infeksi tetanus.




B.     TBC  (TUBERCULOSIS)
1.      Etiologi
Penyebab TB paru adalah Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm, tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak/lipid. Lipid ini yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam. Kuman ini juga tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. Ada beberapa jenis kuman ini yang patogenik.
Mycobacterium Tubercullosis merupakan penyebab tuberculosis pada manusia sedangkan Mycobacterium Bovis penyebab tuberculosis pada sapi dan kerbau. Mycobacterium bovis merupakan penyebab utama tuberculosis zoonotik sehingga perlu mendapat perhatian serius..

2.      Epizootiologi
Banyak hewan berdarah hangat dan dingin rentan terhadap infeksi satu atau lebih spesies Mycobacterium. M. bovis adalah spesies paling penting pada hewan ternak, menyebabkan tuberkulosis pada sapi dan babi – jarang pada kambing, kuda, anjing, kucing dan lain-lain.
3.      Pathogenesis
Manifestasi penyakit tergantung pada masuknya mikroba. Jika terjadi melalui inhalasi, maka paru-paru dan limfoglandula tracheobronchial yang terserang. Jika melalui ingesti, maka jalur infeksi terjadi melalui limfoglandula mesenterium, dinding usus dan hati melalui sistem portal. Mikroba dari limfoglandula dapat mencapai duktus thorasikus melalui infeksi umum. Hipersensitivitas dan kekebalan seluler digertak disertai dengan penghambatan perkembangbiakan dan penyebaran mikroba. “Delayed hypersensitivity” yang disebabkan jumlah antigen yang banyak menyebabkan kerusakan jaringan. Pada umumnya lokus infeksi bersifat mikroskopik dan dapat menghilang dengan sendirinya. Namun, beberapa mikroorganisme dapat bertahan sehingga mengakibatkan tuberkel yang bersifat karakteristik.


Patogenitas Mycobacterium tuberculosis
Mikroba ini dapat menginfeksi manusia, primata dan kera. Primata dan kera dapat ditulari oleh manusia. Ternak disensitisasi oleh manusia. Pada babi infeksi terjadi melalui sisa makanan tercemar, gejala terlihat pada limfoglandula di daerah kepala. Ayam jarang terinfeksi. Anjing dan kucing dapat terinfeksi. Hewan percobaan, marmot bersifat peka terhadap infeksi M. tuberculosis.

4.      Sifat biakan
Koloni terlihat kering, berbutir, dan subur. Permukaan koloni terlihat kasar dan bewarna kuning. Pertumbuhan pada media padat dengan suhu inkubasi 37ºC terlihat setelah 2 minggu.
5.      Resistensi
Pada umumnya mycobacteria bersifat resisten terhadap berbagai faktor fisik dan desinfektan kimia. Resisten ini disebabkan oleh kandungan lipida dalam dinding sel. Bahan yang mengandung tuberkulosis tetap hidup dalam karkas yang membusuk dan tanah lembab selam 1-4 tahun. Dalam tinja sapi yang kering mikroba ini dapat bertahan selam 150 hari. Pembekuan tidak mempengaruhi daya hidup mikroba. Kekeringan mempengaruhi daya hidup mikroba bila dilakukan bersamaan dengan sinar matahari. Mikroba ini resisten terhadap asam dan basa, namun fenol (5%), lisol (3%), dan kresol berdya kerja sedang.
6.      Gejala klinis
Penyakit kronik pada sapi ternak dapat tetap berjalan subklinis untuk masa yang lama tetapi akhirnya akn menyebabkan tanda-tanda bronkopneumonia kronik. Kerusakan jaringan paru yang luas menyebabkan kesulitan bernapas yang progresif dan kematian. Pada anak sapi dapat timbul pembengkakan kelenjar getah bening retrofaringeal. Sapi perah dapat menunjukkan adanya mastitis ringan dengan indurasi progresif dari kelenjar susunya.Adanya benjolan-benjolan putih (tuberkel) yang terdapat pada paru-paru.


7.      Diagnose
Hewan dengan infeksi klinik dan dengan uji tuberkulin yang positif harus dimusnahkan.
8.      Diagnose banding
Abses paru-paru and lympo nodus abscess, pleurisy. pericarditis, chronic contagious pleuropneumonia, actinobacillosis, mycotic and parasitic lesions, tumours, caseous lymphadenitis Johne's disease, adrenal gland tumour and lymphomatosis
9.      Pencegahan
Apabila tuberkel ditemukan pada satu organ saja, organ tersebut dapat dibuang dan lainnya dapat dikonsumsi, sedangkan apabila tuberkel tersebut ditemukan pada sebagian besar organ maka seluruhnya harus dibakar dan ditimbun
Pencegahan infeksi ke manusia oleh M. bovis dapat dilakukan dengan pasteurisasi susu, vaksisnasi dengan BCG dan dapat dilakukan pengendalian serta eradikasi tuberculosis pada sapi. Tindakan eradikasi biasanya berupa uji tuberculin secara berulang sampai kasus tuberculosis di sapi tidak ditemukan dan memisahkan reaktor dari kawanannya. Program ini ternyata berhasil di negara maju karena dukungan dan yang kuat sedangkan di negara berkembang hal ini menjadi kendala terutama dalam penyediaan dana untuk ganti rugi. Selain hal tersebut hal terpenting yang dapat dilakukan adal;h perlunya pendidikan kesehatan.
10.  Pengobatan
Penggunaan obat mungkin tidak dapat diterapkan pada hewan. Obat yang paling ampuh dalam pengobatan tuberculosis adalah isoniazid. Obat ini digunakan bersama para-aminosalisilat atau ethambutol dan kadangkala bersama dengan streptomycin merupakan “triple therapy”. Pengobatan dapat diberikan selam 3 tahun, namun untuk streptomycin pengobatan dilakukan untuk beberapa bulan saja.
Beberapa galur dapat menjadi resisten terhadap streptomycin dan gangguan terhadap syaraf pendengaran dapat terjadi. Selain itu terdapat pula galur yang resisten terhadap isoniazid. Rifampin juga merupakan obat manjur dan dapat digabung dengan ioniazid. Penggabungan kedua obat ini sering diberikan pada hewan penderita di kebun binatang.

C.    FASCIOLOSIS (CACING HATI )
1.      Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing hati Fasciola sp. yang hidup di dalam hati dan saluran empedu serta memakan jaringan hati dan darah.

2.      Ternak Rentan
sapi, kerbau, kambing dan ruminansia lain. Ternak berumur muda lebih rentan daripada ternak dewasa.

3.      Gejala klinis
Pada Sapi penderita akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas.
Pada Domba dan kambing, infeksi bersifat akut, menyebabkan kematian  mendadak dengan darah keluar dari hidung dan anus seperti pada penyakit anthrax. Pada infeksi yang  bersifat kronis, gejala yang terlihat antara lain  ternak malas, tidak gesit, napsu makan menurun, selaput lendir pucat, terjadi busung (edema) di antara rahang bawah yang disebut “bottle jaw”, bulu kering dan rontok, perut membesar dan terasa sakit serta ternak kurus dan lemah.

4.      Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan diteguhkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel kotoran (feses) untuk mengidentifikasi adanya telur cacing. Pemeriksaan pasca mati juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi cacing dewasa pada organ yang terserang.

5.      Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan memberantas vektor penyakit yaitu memberantas siput secara biologik, misalnya dengan pemeliharaan itik/bebek, ternak jangan digembalakan di dekat selokan (genangan air), rumput jangan diambil dari daerah sekitar selokan.
6.      Pengobatan
Pengobatan secara efektif dapat dilakukan dengan pemberian per oral  albendazole, dosis pemberian sebesar  10 - 20 mg/kg berat badan, namun perlu perhatian bahwa obat ini dilarang digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan, karena menyebabkan abortus. Fenbendazole 10 mg/kg berat badan atau lebih aman pada ternak bunting. Pengobatan dengan Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil dirasakan cukup efektif juga untuk trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah 0,4 ml/kg berat badan dan diberikan secara subkutan. Pengobatan dilakukan tiga kali setahun. 




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe.
Mycobacterium Tubercullosis merupakan penyebab tuberculosis pada manusia sedangkan Mycobacterium Bovis penyebab tuberculosis pada sapi dan kerbau. Mycobacterium bovis merupakan penyebab utama tuberculosis zoonotik sehingga perlu mendapat perhatian serius..
Tetanus adalah keracunan akibat neurotoksin yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan gejala klinis spasmus otot dan bisa mengakibatkan kematian pada hewan mamalia serta manusia. Nama lain penyakit ini adalah Lock Jaw.
Penularan tetanus dapat terjadi melalui kontaminasi spora bakteri Cl.tetani yang tersebar di tanah dan di kandang ternak. Kejadian tetanus dapat timbul karena dimulaioleh adanya perlukaan tertutup yang terkontaminasi oleh bakteri Cl.tetani. Pada luka tertutup tersebut dapat timbul kondisi anaerob yang merupakan persyaratan berkembangnya bakteri CI.tetani. Dalam jangka waktu tertentu bakteri Cl.tetani mengeluarkan toksin yaitu berupa tetanotoksin (neurotoksin). Toksin ini menimbulkan spasmus terhadap otot-otot tubuh.



Daftar pustaka
Anonim 2011. The Merck Veterinary Manual 11th   Edition, Merek & CO, Inc
Rahway, New Jersey, USA.
Anonim 2004. Bovine Medicine Diseases and Husbandry of Cattle 2nd  Edition.
Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG Ed. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
Direktur Kesehatan Hewan 2002. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta Indonesia. Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd  Edition. Iowa State University Press Ames.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC and Maghire D 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
Pearee, Owen. 1994. Treatment of Equine Tetanus. In Practice. Vol 16 (6) 322-325.
Radostids OM and DC Blood 1989. Veterinary Medicine A Text Book of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th  Edition. Bailiere Tindall. London England.
Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine. Mosby An Affiliate of Elsevier Science, St Louis London Philadelphia Sydney Toronto.
Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit (Integumentum) Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar