Jumat, 06 Mei 2016

ETIKA BISNIS DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat sekarang ini telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya.
Perkembangan CSR secara konseptual baru dikemas sejak tahun  1980-an yang dipicu sedikitnya oleh 5 hal berikut:
1) Maraknya fenomena “take over” antar korporasi yang kerap dipicu oleh keterampilan rekayasa finansial.
2)  Runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol tumbangnya paham komunis dan semakin kokohnya imperium kapitalisme secara global.
3)   Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negaranegara berkembang, sehingga di tuntut supaya memperhatikan: HAM, kondisi sosial dan perlakukan yang adil terhadap buruh.
4)   Globalisasi dan menciutnya peran sektor publik (pemerintah) hampir di seluruh dunia telah menyebabkan tumbuhnya LSM (termasuk asosiasi profesi) yang memusatkan perhatian mulai dari isu kemiskinan sampai pada kekuatiran akan punahnya berbagai spesies baik hewan maupun tumbuhan sehingga ekosistem semakin labil.
5)  Adanya kesadaran dari perusahaan akan arti penting merk dan reputasi perusahaan dalam membawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan.

Pada tahun 1990-an muncul istilah corporate social reponsibility(CSR). Pemikiran yang melandasi CSR yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Tanggung jawab sosial dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk di dalamnya adalah pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor. Perkembangan CSR saat ini juga dipengaruhi oleh perubahaan orientasi CSR dari suatu kegiatan bersifat sukarela untuk memenuhi kewajiban perusahaan yang tidak memiliki kaitan dengan strategi dan pencapaian tujuan jangka panjang, menjadi suatu kegiatan strategis yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan dalam jangka panjang.
Di Indonesia wacana mengenai CSR mulai mengemuka pada tahun 2001, namun sebelum wacana ini mengemuka telah banyak perusahaan yang menjalankan CSR dan sangat sedikit yang mengungkapkannya dalam sebuah laporan. Hal ini terjadi mungkin karena kita belum mempunyai sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil (baik penyusun laporan maupun auditornya). Di samping itu sektor pasar modal Indonesia juga kurang mendukung dengan belum adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE 4Good sejak 2001.
CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka,bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba , tapi juga sebagai sebuah institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan sekitar.
Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu :
1)        Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin;
2)        Posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya;
3)        Makin mengemukanya arti kesinambungan;
4)        Makin gencar sorotan kritis dan resistensi publik, bahkan bersifat anti perusahaan.
5)        Tren ke arah transparansi;
6)        Harapan terwujudnya kehidupan lebih baik dan manusiawi pada era  millennium baru.

Tak heran, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah sosial, yang akan terus tumbuh. Isu CSR sendiri juga sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala pemerintahan nasional di berbagai negara telah gagal menawarkan solusi terhadap berbagai masalah kemasyarakatan
Namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik konsep CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain. Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan komersial di baliknya. Agar mengangkat reputasi perusahaan di mata publik atau pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main. Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat (nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat dirumuskan dalam makalah ini antara lain :
1.2.1    Apa definisi dari Corporate Social Responsibility (CSR)?
1.2.2    Apa manfaat CSR (Corporate Social Responsibility) bagi perusahaan?
1.2.3    Bagaimana peranan CSR (Corporate Social Responsibility)?
1.2.4   Bagaimana bentuk pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia?



1.3          Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain :
1.3.1   Untuk mengetahui definisi dari Corporate Social Responsibility (CSR).
1.3.3   Untuk manfaat CSR (Corporate Social Responsibility) bagi perusahaan.
1.3.4   Untuk mengetahui peranan CSR (Corporate Social Responsibility).
1.3.5   Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Walaupun konsep CSR dewasa ini sangat populer, namun belum dijumpai keseragaman dalam mendefinisikan konsep CSR. Istilah CSR sendiri diperkenalkan pertama kali dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun 1953. CSR digagas Howard Rothmann Browen untuk mengeleminasi keresahan dunia bisnis. CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka. CSR bisa dikatakan komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Dalam interaksi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.
Dibawah ini diberikan beberapa definisi yang dikutip dari beberapa ahli dan juga dari buku Membedah Konsep dan Aplikasi CSR karangan Yusuf Wibisono (2007), buku Corporate Social Responsibility dari A.B. Susanto (2007), dan beberapa buku lainnya.
a)      The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai “Continuing commitment by business to behave athically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”.[“Komitmen bisnis untuk secara terus-menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, masyrakat local, serta masyarakat luas pada umumnya.”]
b)      EU Green Paper on CSR memberikan definisi CSR sebagai “ a concept whereb companies intergrate social and environmentalconcerns in their business operations and it their interaction with their stakeholders on a voluntary basis.” [“Suatu konsep dimana perusahaan menginterasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan dalm operasi bisnisnya serta dalam interkasinya dengan para pemangku kepentingan secara sukarela.”]
c)    Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai “ a business acts in a socially responsible manner when its decision and account for and balance diverse stakeholder interest”. [“Suatu bisnis dikatakan telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya jika keputusan-keputusan yang diambil telah mempertimbangkan keseimbangan antar berbagai pemangku kepentingan yang berbeda-beda”.]

Jika dilihat dari beberapa definisi CSR diatas, tampak bahwa secara umum CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
Atau corporate social reponsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.
Secara konseptual, CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial  dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan  dan kemitraan (Nuryana, 2005). Artinya pihak perusahaan harus melihat jika CSR bukan program pemaksaan tapi bentuk kesetiakawanan  terhadap sesama umat manusia, yaitu membantu melepaskan pihak-pihak dari berbagai kesulitan yang mendera mereka. Dan efeknya nanti bagi perusahaan itu juga.
Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.
Berdasarkan dari konsep 3P yang dikemukakan Elkington, konsep CSR sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu :
a)         Fungsi Ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi tradisonal perusahaan, yaitu untuk memperoleh keuntungan(profit) bagi perusahaan.
b)        Fungsi Sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui pemberdayaan manusianya, yaitu para pemangku kepentingan(people) baik pemangku kepentingan primer maupun pemangku kepentingan sekunder. Selain itu, melalui fungsi ni perusahaan berperan menjaga keadilan ndalam membagi manfaat dan menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
c)         Fungsi Alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam(planet). Perusahaan hanya merupakan salah satu elemen dalam system kehidupan di bumi ini. Bila bumi ini dirusak maka seluruh bentuk kehidupan di bumi akan terancam musnah. Bila tidak ada kehidupan, bagaimana mungkin akan ada perudahaan yang masih bertahan hidup?

Menurut Philip Kotler, ada enam program CSR yang mungkin untuk dijalankan sebuah perusahaan:
1)        Cause PromotionPerusahaan menyediakan dana atau menyediakan resources lainya seperti tenaga sukarela atau mendukung kegiatan pengumpulan dana untuk membiayai suatu program CSR. Contoh, Body Shop mendukung kampanye  untuk anti pengunaan binatang  sebagai percobaan untuk produk-produk kosmetik.
2)        Cause-Related Marketing. Perusahaan mendukung suatu program CSR tertentu dengan cara menyumbangkan dana dari hasil penjualan produk perusahaan, biasanya dilakukan untuk jenis produk tertentu dan untuk periode  tertentu saja.Contoh,Avon and The Avon Foundation mendukung program kampanye kanker payudara tentang penyebab dan penangulangannya
3)        Corporate Social Marketing. Perusahaan mendukung program CSR yang sifatnya  kampanye perubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik atau lebih baik seperti, peningkatan kesehatan masyrakat, keselamatan kerja, kerusakan lingkungan dan lain-lain. Bisa dilakukan sendiri atau mencarimitra yang mempunyai kepedulian yang terhadap isu yang sama. Contoh, The Home Depot mengkampanyekan dan memberikan petunjuk mengenai bagaimana menghemat pengunaan air melalui brosur,pelatihan dan lain-lain.
4)        Corporate Philanthropy. Program CSR ini dilakukan dengan cara memberikan bantuan langsung, baik dana maupun tenaga terhadap isu sosial tertentu.Contoh, Microsoft memberikan bantuan uang tunai dan software gratis kepada sekolah-sekolah
5)        Community Voluntering. Perusahaan memberikan bantuan untuk isu tertentu dengan cara memberikan bantuan tenaga sukarela yang diperlukan dalam program CSR tersebut. Contoh, IBM memberikan bantuan dengan cara memberikan pelatihan tentang komputer kepada siswa.
6)        Social Responsible Business Practice. Program CSR ini dilakukan dengan melakukan untuk tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan cara memilih cara-cara operasi yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Pemilihan cara-cara oeprasi yang sesuai dengan etika dan moral yang berkembang dimasyarakat.Contoh, Kraft Food bekerja sama dengan  Wellness Advisory Council mencantumkan label nutrisi dalam setiap kemasan produknya.

Berkaitan dengan implementasi CSR perusahaan dapat dikelompokan kedalam beberapa kategori untuk menggambarkan komitmen dan kemampuan perusahaan dalam menjalankan CSR. Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan yang ideal memiliki kategori reformis dan progresif. Dalam kenyataan, kategori ini bisa saling bertautan.
1.         Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR, ada empat kategori yaitu;
·        Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk dalam kategori ini.
·        Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun anggran CSR-nya rendah seperti perusahaan besar namun pelit.
·        Perusahaan Humanis. Meskipun profitnya perusahaan rendah, proporsi anggaran CSR-nya relatif tinggi. Layak disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
·        Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggran CSR yang tinggi. Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi bisnisnya, memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk maju.
2.         Berdasarkan tujuan perusahaan dalam implementasi CSR, ada empat kategori yaitu;
·        Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas, sekedar melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal kurang bermanfaat bagi perusahaan.
·        Perusahaan Impresif. Perusahaan yang menggunakan CSR untuk promosi alias tebar pesona daripada untuk pemberdayaan.
·        Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang tebar pesona.
·        Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan pemberdayaan dan sekaligus promosi. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi kemajuan perusahaan.

2.2 PERUSAHAAN DAN PRINSIP CSR
Definisi formal dan tanggung jawab sosial (social responsibility) adalah kewajiban manajemen untuk membuat pilihan dan mengambil tindakan yang berperan dalam untuk membuat pilihan dan mengambil tindakan yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan masyarakat. Kewajiban tersebut dapat berbentuk perhatian perusahaan pada masyarakat sekeliling maupun tanggung jawab pada pemerintah dalam bentuk membayar pajak secara jujur dan tepat waktu.
Tanggung jawab perusahaan pada masyarakat saat ini dikenl dengan istilah CSR (corporate social responsibility). Pembahasan tentang CSR pada era sekarang ini mulai meningkat sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat akibat tindakan perusahaan. Sebenarnya sudah lama kata CSR ini didengungkan ke permukaan, namun kurang mendapatkan respon kuat dari publik. Sekitar tahun 1955 seorang tokoh pemerhati sosial bernama Howard Robert Bowen sudah mengemukakan tentang perlunya suatu perusahaan memberikan perhatian lebih pada masyarakat sekeliling dimana perusahaan tersebut berada. Dan ini dipertegas dengan diterbitkannya buku karangan Howard Robert Bowen yang berjudul Social Responsibilities of The Businessman. Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu menadi buku terlaris di dunia usaha pada era 1950-1960.
Howard Robert Owen oleh beberapa pihak telah disebut sebagai penggagas dan peletak dasar yang begitu gigih memperuangkan konsep CSR untuk diterapkan. Ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah mengenai “kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperaasi.
Dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai ahli sosiologis bisnis lainnya seperti Keit Davis yang memperkenalkan konsep Iron law of social responsibility. Davis berpendapat bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau besarnya perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan waktu pembahasan CSR semakin berkembang, para pengelola bisnis semakin menyadari akan peran serta fungsi dari CSR dalam mempengaruhi pembentukan kinerja suatu perusahaan. Seperti pada masa tahun 1990an banyak kalangan mulai memberikan penafsiran yang beragam tentang CSR tersebut. Tahun 1990an dianggap sebagai tahun yang begitu tinggi menyangkut pembahasan CSR, dan itu diikuti oleh dukungan serta tekanan dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Sejak itu banyak model CSR diperkenalkan termasuk Corporate Social Performance (CSP), Business Ethics Theory (ET) dan Corporate Citizenship, sejak itu CSR menjadi tradisi baru dalam dunia usaha di banyak negara. Meskipun sesungguhnya memiliki pendekatan yang relatif berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan ientik dengan CSR ini antara lain investasi Sosial Perusahaan (Corporate Social Investment/Investing), kedermawanan Perusahaan (Corporate Philanthropy), Relasi kemasyarakatan perusahaan (Corporate Community Relations), dan pengembangan Masyarakat (Community Development).
Dengan perkembangan yang begitu pesat itu telah melahirkan 2 metode dalam memperlakukan CSR, yaitu :
·           Metode Cause Branding
Adalah pendekatan Top Down, dalam hal ini perusahaan menentkan masalah sosial dan lingkungan seperti apa yang perlu dibenahi.
·           Metode Venture Philanthropy
Yang merupakan pendekatan Botton up, di sini perusahaan membantu berbagai pihak non-profit dalam masyarakat sesuai apa yang dikehendaki masyarakat.

2.3    MANFAAT CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Manfaat bagi masyarakat dan keuntungan bagi perusahaan Manfaat bagi masyarakat dan perusahaan itu sangat bagus dengan adanya CSR ini. Karena di dalam CSR ini terdapat point-point seperti :
·           Pengembangan Ekonomi misalnya kegiatan di bidan pertanian, peternakan,koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
·           Kesehatan dan Gizi Masyarakat misalnya penyuluhan, pengobatan, pemberian gizi bagi balita, program sanitasi masyarakat dan sebagainya.
·           Pengelolaan Lingkungan misalnya penanganan limbah, pengelolaan sampah rumah tangga, reklamasi dan penanganan dampak lingkungan lainnya.
·           Pendidikan, Ketrampilan dan Pelatihan misalnya pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dan siswa tidak mampu, magang atau job training, studi banding,peningkatan ketrampilan, pelatihan dan pemberian sarana pendidikan.
·           Sosial, Budaya, Agama dan Infrastruktur misalnya kegiatan bakti sosial, budayadan keagamaan serta perbaikan infrastruktur di wilayah masyarakat setempat.

Dari point-point tersebut jadi bisa diambil kesimpulannya bahwa manfaat CSR bagi masyarakat itu ialah:
·         Masyarakat jadi lebih mudah dalam mendapatkan haknya sesuai dengan sila-4,
·         Dapat membantu masyarakat apabila ingin melakukan kegiatan perekonomian,
·         Meningkatkan tingkat kesehatan,
·         Mengurangi tingkat penggangguran dan
·         Mengurangi tingkat putus sekolah masyarakat.

Kemudian manfaat bagi perusahan adalah
·           Perusahaan lebih mudah mengalokasikan dana yang mengendap melalui kegiatan pemberian kredit bagi masyarakat yang ingin melakukan kegiatan ekonomi seperti (KUR)
·           Dapat meningkatkan penghasilan perusahaan juga sebab apabila taraf hidup masyarakat maju maka daya beli masyarakat juga akan bertambah hal ini yang akan menjadi bertambahnya penghasilan bagi perusahaan.
·           Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan;
·           Mendapatkan lisensi untuk beroprasi secara sosial;
·           Mereduksi risiko bisnis perusahaan;
·           Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha;
·           Membuka peluang pasar yang lebih luas;
·           Mereduksi biaya misalnya terkait dampak lingkungan;
·           Memperbaiki hubungan dengan stakeholders;
·           Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan;
·           peluang mendapatkan penghargaan

Lalu jika dikelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap perusahaan (Wikipedia, 2008) :
·           Brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan citra perusahaan yang khas, baik dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera “Beyond Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu lingkungan.
·           Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja.
·           License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
·           Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko bisnis.
Manfaat lain yang akan dirasa oleh pihak perusahaan dengan menerapkan CSR berdampak jangka panjang. Salah satunya jika ternyata perusahaan menemukan potensi lain di daerah tersebut maka masyarakat dan pemerintah di sana akan dengan cepat mendukung keberadaan perusahaan tersebut. Seperti pada perusahaan ,igas yang beroperasi di suatu daerah, dimana selama ini perusahaan ikut melaksanakan kebijakan CSR dan mengembangkan konsep Community Development (CD).

Community Development (CD) dapat berbentuk memberdayakan masyarakat dalam usaha-usaha yang bisa memberikan kontribusi bagi perusahaan, dengan kata lain diberikan modal bagi masyarakat untuk berusaha dengan berbagai jenis bisnis, seperti kerajinan, usaha petertnakan unggas, perikanan ikan, dsb.
Jelas di sini perusahaan migas tersebut dianggap telah mampu memberi kontribusi bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat. Dan jika suatu saat perusahaan menemukan sumur migas baru di seputar wilayah tersebut, maka masyarakat sudah pasti sangat senang untuk menerima operasi perusahaan tersebut kembali. Namun itu bisa terjadi sebaliknya, yaitu jika perusahaan tidak mendukung penerapan CSR dan CD maka sikap protes bahkan demonstrasi dari masyarakat harus dihadapi oleh manajemen perusahaan.
Ini lebih jauh sebagaimana dikatakan oleh Chairil N. Siregar “Investor juga ingin investasinya dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaannya memiliki citra yang baik di mata masyarakat umum. Dengan demikian, apabila perusahaan melakukan program-program CSR diharapkan keberlanjutan, sehingga perusahaan akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan.”
Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep Piramida Tanggung jawab Sosial Perusahaan yang dikembangkan Archie B. Carrol memberikan justifikasi logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat di sekitarnya.
a.         Tanggung jawab ekonomis. Kata kuncinya adalah make a profit.
b.         Tanggung jawab legal. Kata kuncinya adalah obey the law
c.         Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktik bisnis yang baik, benar, adil, dan fair.
d.        Tanggung jawab filantropis. Selain perussahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberi kontribusi yang dapat dirasaka secara langsung oleh masyarakat.

2.4    TINGKAT/LINGKUP KETERLIBATAN DALAM CSR
Walaupun sudah banyak perusahaan yang menyadari pentingnya untuk menajalankan CSR, namun masih ada juga yang keberatan untuk menjalankannya. Bahkan di antara mereka yang setuju agar perusahaannya menjalankan CSR, masih terdapat perbedaan dalam memaknai tingkat keterlibatan perusahaan dalam menjalankan program CSR. Pada akhirnya, keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat kesadaran para pelaku bisnis dan para pemangku kepentingan terkait lainnya. Ada tiga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh seseorang yaitu, tingkat kesadaran hewani, tingkat kesadaran manusiawi, dan tingkat kesadaran transedental. Mereka yang masih berkeberatan dengan program CSR ini dapat dikatakan bahwa mereka masih mempunyai tingkat kesadaran hewani,dan masih menganut teori etika egoisme. Program CSR akan berjalan efektif bila para pihak yang terkait dalam bisnis (oknum pengelola, pemerintah, dan masyarakat) sudah mempunyai tingkat kesadaran manusiawi atau transedental, serta menganutteori-teori etika dalam koridor utilitarianisme, deontologi, keutamaan, dan teonom.
Lawrence, Weber, dan Post (2005) melukiskan tingkat kesadaran ini dalam bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan dalam beberapa tingkatan hubungan, yaitu : inactive, reactive, proactive, dan interactive.
1.         Perusahaan yang inactive sama sekali mengabaikan apa yang menjadi perhatian pihak pemangku kepentingan.
2.         Perusahaan yang reactive hanya bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang diperkirakan akan mengganggu perusahaan dari pihak pemangku kepentingan tertentu.
3.         Perusahaan yang proactive akan selalu mengantisipasi apasaja yang menjadi kepedulian para pemangku kepentingan, sedangkan
4.         Perusahaan yang interactive selalu membuka diri dan mengajak para pemangku kepentingan untuk berdialog setiap saat atas dasar saling menghormati, saling memercayai, dansaling menguntungkan.

Berdasarkan tingkap/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post (2005) membedakan dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal (charity principles) dan prinsip pelayanan (stewardship principles). Perbedaan kedua prinsip ini terletak pada perbedaan kesadaran dan ruang lingkup keterlibatan. Berikut cirri-ciri yang membedakannya.

Ciri-ciri
Prinsip Amal
Prinsip Pelayanan
Definisi
Bisnis seharusnya memberikan bantuan sukarela kepada orang atau kelompok yang memerlukan
Sebagai agen publik, tindakan bisnis seharusnya mempertimbangkan semua kelompok pemagku kepentingan yang dipengaruhi oleh keputusan dan kebijakan perusahaan.
Tipe Aktivitas
Filantropi korporasi : tindakan sukarela untuk menunjang cita perusahaan
Mengakui adanya saling ketergantungan perusahaan dengan masyarakat; Menyeimbangkan kepentingan dan kebutuhan semua ragam kelompok di masyarakat.
Contoh
Mendirikan yayasan amal, berinisiatif untuk menanggulangi masalah social, bekerja sama dengan kelompok masyarakat yang memerlukan
Pribadi yang tercerahkan, memenuhi ketentuan hukum, menggunakan pendekatan stakeholders dalam perencanaan strategis perusahaan.

2.5 TEORI PENDUKUNG CSR
Menurut Parsons (1961) teori CSR dan pendekatan terkait difokuskan pada salah satu aspek berikut realitas sosial: ekonomi, politik, integrasi sosial dan etika yang dapat diamati dalam sistem sosial.
1.         Teori InstrumentalTeori ini mengasumsikan bahwa korporasi merupakan instrumen untuk penciptaan kekayaan dan bahwa ini adalah tanggung jawab sosialnya. Hanya aspek ekonomi dari interaksi antara bisnis dan masyarakat dianggap. Jadi setiap kegiatan sosial yang seharusnya diterima jika, dan hanya jika, itu konsisten dengan penciptaan kekayaan. Teori ini disebut Teori berperan karena mereka memahami CSR sebagai sarana hanya untuk akhir keuntungan.
2.         Teori Politik. Teori kedua yang kekuatan sosial perusahaan ditekankan, khususnya dalam hubungannya dengan masyarakat dan tanggung jawab dalam arena politik terkait dengan kekuasaan ini. Hal ini menyebabkan perusahaan untuk menerima tugas sosial dan hak atau berpartisipasi dalam kerjasama sosial tertentu.
3.         Teori Integratif. Teori ini menganggap bahwa bisnis harus mengintegrasikan tuntutan sosial. Mereka biasanya berpendapat bahwa bisnis tergantung pada masyarakat untuk kelangsungan dan pertumbuhan dan bahkan untuk keberadaan bisnis itu sendiri. Tuntutan sosial umumnya dianggap sebagai cara di mana masyarakat berinteraksi dengan bisnis dan memberikan suatu legitimasi dan prestise tertentu. Akibatnya, manajemen perusahaan harus memperhitungkan tuntutan sosial, dan mengintegrasikan mereka sedemikian rupa bahwa bisnis beroperasi sesuai dengan nilai-nilai sosial. Jadi, isi dari tanggung jawab bisnis terbatas pada ruang dan waktu dari setiap situasi tergantung pada nilai-nilai masyarakat pada saat itu, dan datang melalui peran fungsional perusahaan (Preston dan Post, 1975). Dengan kata lain, tidak ada tindakan khusus yang manajemen bertanggung jawab untuk melakukan seluruh waktu dan dalam setiap industri.
4.         Teori Etis. Teori keempat memahami bahwa hubungan antara bisnis dan masyarakat tertanam dengan nilai-nilai etika. Hal ini menyebabkan visi CSR dari perspektif etika dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus menerima tanggung jawab sosial sebagai kewajiban etis atas pertimbangan lainnya.

2.6    INDIKATOR KEBERHASILAN CSR DAN MODEL PENERAPAN DI INDONESIA
Untuk mengukur dan melihat keberhasilan penerapn CSR pada suatu perusahaan ada beberapa indikator yang dapat kita jadikan acuan. Menurut Dody Prayoga ada 5 indikator keberhasilan CSR yang dapat dilihat, yaitu :
a.         Secara umum, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian nilai etika yang dikandungnya yaitu turut menegakkan social justice, sustainability dan equity.
b.         Secara social, keberhasilan CSR dapat dinilai dari tinggi rendahnya legitimasi sosial korporasi di hadapan stakeholder sosialnya.
c.         Secara bisnis, keberhasilan CSR dapat dinilai dari meningkatnya nilai saham akibat peningkatan corporate social image.
d.        Secara teknis, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian program hasil evaluasi teknis lapangan.
Indikator di atas dilihat secara umum, dalam realitanya kita dapat melihat indikator tersebut lebih banyaj lagi dan disesuaikan dengan bentuk bisnis yang dijalankan oleh korporasi tersebut. Seperti bisnis pertambangan, tekstil, telekomunikasi, pertambangan, entertainment, dsb.
Menurut Saidin dan Abidin sedikitna ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan di Indonesia.
a.         Keterlibatan langsung
b.         Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan
c.         Bermitra dengan pihak lain
d.        Mendukung atau bergabung dalam konsorsium.

2.7    CSR DAN PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN
Secara konsep kita bisa menemukan hubungan yang erat antara CSR dengan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan. Pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan suatu keinginan membangun tatanan ekonomi masyarakat yang bersifat makmur dan sejahtera, aman serta sentosa. Dengan mengedepankan konsep pembangunan ekonomi yang terencana dan konsisten.
Pengertian terencana di sini ditujukan untuk menempatkan pembangunan tetap berada pada fokus yang diinginkan sehingga target pembangunan tetap berada pada fokus yang diinginkan sehingga target diperolehnya kondisi masyarakat yang makmur dan sejahtera, aman serta sentosa akan tercapai. Karena suatu pekerjaan tanpa rncana akn membuat pekerjaan tersebut berlangsung tanpa arah dan kendali. Dan kita harus mengakui jika konsep pembangunan Repelita (rencana pembangunan lma tahun) seperti yan pernah di konsep pada masa orde baru memiliki sitem pekerjaan yang benarbenar terfokus dalam target-target yang haru terlaksana.
Dan CSR jika dikaji memiliki hubungan yang erat dalam mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang sustainable. Menurut dyah pitaloka bahwa terdapat tiga pilar penting untuk merangsang pertumbuhan CSR yang mampu mendorng pembangunan ekonomi berkelanjutan.
·           Pertama, mencari bentuk CSR yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan dengan memperhatikan unsur lokalitas.
·           Kedua, maengkalkulasi kapasitas sumber daya manusia dan institusi untuk merangsang pelaksanaan CSR.
·           Ketiga, peraturan serta kode etik dalam dunia usaha.
Selama ini memang pembangunan dalam usaha memberikan kesejahteraan kepada masyarakt menjadi beban pemerintah. Namun konsep ini tepat jika negara menganut sistem sosialis, namun Indonesia tidak menganut sistem secara utuh sistem sosialis. Sehinggasektor swasta memiliki peran penting dalam usaha mempercepat penciptaan kesejahteraan tersebut.
Ini sebagaimana ditegaskan oleh Chairil N. Siregar. Kini dalam usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial, dan aspek lingkungan biasa disebut (tripple bottom line) sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan.
Sebuah dunia usaha yang tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dianggap sebagai bentuk ketidakberhasilan usaha, namun sebaliknya jika ia mampu memberi kontribusi kepada masyarakat dimana perusahaan tersebut berada dianggap ia telah berhasil. Pendapat ini dipertegas oleh Howard Robert Bowen sebagai penggagas konsep CSR.
Secara historis, jauh sebelumnya konsep CSR diperdebatkan, Howard Robert Bowen telah lama menegaskan bahwa keberhasilan dunia bisnis ditentukan oleh bagaimana kontribusinya terhadap kesejateraan masyarakat umum (general welfare), bukan semata untuk warga bisnis itu sendiri, tanggung jawab bisnis lebih luas dari sekedar tehadap pemilik atau investor. Memang secara konsep jika pemilik menginginkan agar pihak manajemen perusahaan bekerja untuk memberikan kepuasan yang maksimal kepada para pemegang saham.
Namun kondisi realita saat ini posisi perusahaan dan masyarakat telah trbangun kontrak sosial. Kontrak sosial merupakan kesepakatan yang bersifat “implisit”, masyarakat memberikan legitimasi sosial (the right to exist) atas kehadiran korporasi, dan sebaliknya manfaat ekonomi yang dihasilkan bisnis harus terdistribusi pula kepada masyarakat (in return for certain benefits).
Kita memahami bahwa kasus keributan yang terjadi di lingkungan perusahaan saat ini disebabkan karena masyarakat sekeliling tidak merasa kontribusi perusahaan kepada mereka. Sehingga ini menimbulkan sikap protes dari masyarakat. Bahkan berlanjut dalam bentuk demonstrasi dan tindakan anarkis lainnya. Kasus kerusuhan di papua yaitu antara masyarakat dengan perusahaan freeport sehingga menimbulkan korban tewas adalah tidak lain karena perusahaan bersikap acuh tak acuh terhadap protes warga, dan kasus serupa seperti ini juga terjadi diberbagai tempat lain di Indonesia.
Selama ini kontrak yang dibuat hanya kesepakatan dengan pihak investor dan pemerintah saja tanpa melibatkan masyarakat setempat. Sementara pada saat ini dengan perangkat teknologi yang begitu modern menyebabkan setiap informasi bersifat direct information (informasi langsung). Masyarakat bisa dengan cepat merasakan perubahan yang terjadi dengan cepat. Dan kondisi ini membuat masyarakat mempertanyakan hak-hak sosial mereka yang tidak terpenuhi, atau yang dikenal dengan social justice.
Dan social justice tidak akan bisa diperoleh sebelum mereka memperoleh social contract terlebih dahulu sebagai bentuk keinginan untuk membangun kesejahteraan bersama dengan keterlibatan masyarakat secara penuh. Ini dapat diartikan jika social contract berupaya mewujudkan terciptanya pemerataan kesejahteraan atau distribution of welfare.
Penafsiran distribution welfare di sini dipahami sebagai perhatian dari pra pemilik kekayaan kepada masyarakat  yang dianggap layak untuk menerimanya, termasuk pihak perusahaan dengan masyarakat. Dengan konsep hubungan (relationship) tersebut diharapkan keharmonisan manajemen perusahaan dengan masyarakat terputuskan dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan yan seimbang. Masyarakat adalah dalam perspektif ini disebut dengan stakeholders dan para pemegang saham disebut dengan stockholders.
Stockholders adalah mereka yang memiliki sejumlah dana yang dititipkan pada perusahaan untuk dikelola dan diberikan keuntungan, seperti dalam bentuk saham  (stock). Sementara stakeholders ada banyak jenis, seperti supplier (pemasok), mitra bisnis, kreditur, pemerintah, karyawan perusahaan, konsumen, dan masyarakat. Dalam perspektif ini masyarakat juga terbagi dua, yaitu:
a.         Masyarakat lokal, dan
b.         Masyarakat non lokal
Masyarakat lokal adalah mereka yang dianggap berada ditempat dimana perusahaan itu beroperasi. Dan Dody Proyogo menegaskan, “Hal penting yang harus diperhatikan adalah komunitas lokal dimasukkan sebagai salah satu primary stakeholder, sementara dalam literatur manajemen (tradisional) masih dikelompokkaan ke dalam secondary stakeholder.”
Di sisi lain kita perlu memahami jika masyarakat non lokal merupakan mereka tidak tinggal dekat dengan tempat dimana perusahaan itu berada. Sehingga dalam konteks ini jelas jika masyarakat lokal dapat kita sebut sebagai primary stakeholder. Dan persoalan akan menjadi bertambah rumit pada saat masyarakat lokal di tempat tersebut berada dalam kemiskinan. Dimana kemiskinan dapat dianggap sebuah masalah sosial untuk diselesaikan, karena kemiskinan terjadi sebagai sebagai bentuk ketidakadilan dari pembangunan yang dilakukan atau lebih jauh sebagai dampak dari ketidakmerataan pembangunan.
Kemiskinan tidak bisa disesuaikan dengan cara memberi bantuan amal seperti yang dilakukan oleh orang kaya, tapi kemiskinan harus dilakukan perencanaan manajemen yang matang dan dilihat faktor-faktor penyebab mengapa itu bisa terjadi dan termasuk bagaimana mengatasi masalah itu agar selesai dingga ke akarnya. Pandangan kritis selama ini beranggapan jika pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah tidak menyrntuh substansi masalah, termasuk pada program kesejahteraan dalam bidang amal bantuan.
Ini sebagaimana dikatakan oleh Edi Suharto bahwa “program kesejahteraan yang dikeluarkan pemerintah serta kegiatan amal dilihat sebagai upaya untuk memprtahankan kemiskinan”. Dan kemiskina  yang terjadi serta berlangsung dari tahun ke tahun tanpa penyelesaian akan menyebabkan terganggunya pembangunan, termasuk dianggap tidak mampu mewujudkan terbentuknya pembangunan yang berkelanjutan.
Adapun penafsiran tentang arti pembangunan, menurut Schumpeter dalam bukunya Theory of Economic Development yang dikutip oleh M. L. Jhingan mengatakan pembangunan adalah perubahan yang spontan dan terputus-putus pada saluran-saluran arus sirkuler tersebut, gangguan terhadap keseimbangan yang selalu mengubah dan mengganti keadaan keseimbangan yang ada sebelumnya.” Adapun yang dimaksud sirkuler oleh Schumpeter di sini adalah suatu produksi barang dan jasa yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan untuk terus dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Dan kemiskinan  itu sendiri bisa disebabkan oleh berbagai sebab, shingga akhirnya muncul teori kemiskinan untuk menjelaskannya. Secara konseptual, ada beberapa teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya kemiskinan: perspektif budaya kemiskinan, yakni perspektif fungsionalis, konfliik, dan interaksionis. Bagi sebagian orang kemiskinan malah dilihat sebagai sesuatu yang menguntungkan, dan pensapat ini umumnya berlaku bagi golongan kaya yang tidak peduli pada usaha-usaha pengentasan kemiskinan. Serta lebih jauh mereka beranggapan jika kemiskinan memiliki banyak fungsi.
Terdapat sedikitnya dua belas fungsi kemiskinan bagi kelompok kaya, yakni:
1.         Kaum miskin bersedia melakukan pekerjaan yang tidak menyenangkan, di mana tidak seorangpun yang mau melakukannya.
2.         Kaum miskin membantu kelompok kaya. Misalnya, melakukam pekerjaan rumah tangga dengan upah kecil.
3.         Kaum miskin membantu menciptakan lapangan pekerjaan. Misalnya pekerjaan bagi pekerja sosial dan pegawai organisasi non pemerintah yang membrikan penyuluhan dan pelayanan bagi kelompok miskin.
4.         Kaum miskin membeli makanan berkualitas buruk yang tidak layak jual.
5.         Kaum miskin elakukan hal-hal menyimpang yang membuat mayoritas masyarakat mengerutkan kening, shingga memperkuat norma-norm yang dominan di masyarakat.
6.         Kaum miskin memberikan kesempatan bagi kelompok mampu lainnya untuk mempraktikkan “tugas agama” dalam membantu kelompok yan gkurang beruntung.
7.         Kaum miskin memungkinkan mobilitas bagi kelmok lain, karena kaum miskin telah dikeluarkan dari kompetisi untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang baik.
8.         Kaum miskin memberikan kontribusi bagi kegiatan kebudayaan. Mislanya, dengan menyediakan tenaga kerja murah untuk merekonstruksi monumen dan benda seni lainnya.
9.         Kaum miskin menciptakan kesenian. Contohnya, musik jazz dan blues yang kini diadopsi oleh kelompok mampu lainnya.
10.     Kaum miskin berperan sebagai simbol perlawanan bagi kelompok politik serta berfungsi sebagai calon pemilih bagi kelompok politik lain.
11.     Kaum miskin dapat menyerap biaya perubahan (misalnya sebagai korban dari tingginya tingkat pengangguran zebagai hasil peningkatan teknologi).
12.     Kaum miskin secara psikologis membantu kelompok lain dalam masyarakat untuk membuat mereka merasa lebih baik dengan kondisi mereka.

Jika kita kembali kepada konsep pokok CSR, maka berdasarkan pendpat dari Doddy Prayogo  mengatakan, “jiak diperas substans pokoknya, CSR terdiri atas dua hal yakni “komitmen” dan “tindakan” (action) korporasi. Dengan kata lain jika korporasi tidak memiliki komitmen yang kuat untuk mengentaskan kemiskina kmaka kita tidak perlu berharap akan ada tindakan. Dan menurut pendapat banyak pihak sebuah perusahaan untuk mewujudkan komitmen CSR harus didesak atau ditekan agar ia mau melaksanakannya. Salah satu pihak yang bisa menekan ini adalah NGO (Non Goverment Organization), serta beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya. Beberapa bukti keberhasilan NGO dalam mendukung pengentasan kemiskinan  telah menunjukkan buktinya selama ini. Namun persoalan yang sering timbul jika NGO bekerja bersifat kontemporer, dan mereka juga memiliki funding (donator) sementara donatur tersebut juga dalam mengambil keputusan sangat tergantung berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi.

Tabel 6.1: Motivasi Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Motivasi
Tahapan/Paradigma
kariatif
filantropis
Kewargaan
Semangat/prinsip
Agama, tradisi, adat
Norma, etika dan hukum universal: redietribusi kekayaan
Pencerahan diri dan rekonsilisasi dengan keterlibatan sosial
Misi
Mengatasi masalah sesaat/ saat itu
Menolong sesama
Mencari dan mengatasi akar masalah; memberikan kontribusi kepada masyarakat
Pengelolaan
Jangka pendek dan parsial
Terencana, terorganisasi, terprogram
Terinternalisasi dalam kenijakan perusahaan
Pengorganisasian
Kepanitiaan
Yayasan/dana abadi
Professional: keterlibatan tenaga-tenaga ahli dibidangnya
Penerima manfaat
Orang miskin
Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi
Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah sosial maupun pembanunan dan keterlibatan sosial
Inspirasi
Kewajiban
kemanusiaan
Kepentingan bersama
Sumber: Dikembangkan dari Saidi dan Abidin (2004: 69)

2.8    CSR DAN INTERNATIONAL STANDARIZATION ORGANIZATION (ISO)
Dalam aktivitas bisnis yang semakin kompleks perusahaan saat ini dituntut untuk harus memiliki setifikasi yang sesuai dengan yang diinginkan, seperti memiliki standar ISO dan sejenisnya. Seperti kepemilikan sertifikat ISO 9001 untuk sistem manajemen berkualitas (Quality Management System) dan ISO 14001 untuk sistem manajemen lingkungan (Environment Management System).
Oleh karena itu, solusi yang harus dilakukan  oleh para manajer perusahaan khususnya bagian produksi adalah menyiapkan diri memiliki ISO sesuai dengan yang dibutuhkan, dengan tujuan agar pada saat penciptaan produk atau pada saat kegiatan yang menyangkut dengan tender proyek dilakukan syarat-syarat tersebut telah terpenuhi.
Kondisi ini semakin mendesak jika kita melihat era globalisasi sekarang ini, dimana kompetisi dan persaingan semakin ketat. Setiap negara dan perusahaan berusaha menampilka keunggulan da keunikan produk yang dimilikinya, dan bagi mereka yang tidak mampu berkompetisi akan tersisih di pasaran, bahkan di pasaran domestik pun produknya menjadi sesuatu yang kurang laku terjual.
Menjadi suatu petanyaan serius bagi kita mengapa sedikit produk dari Negara Indonesia yang mampu menembus pasar Eropa dan Amerika khususnya. Seperti misalnya produk food and beverage (makanan dan minuman). Dari hasil diskusi dan pendapat para ahli bahwa ini terjadi karena produk food and beverage dari Negara Indonesia belum memiliki standar ISO sesuai dengan yan gdiinginkan oleh masyarakat Amerika dan Eropa. Namun yang harus diingat jika sekali saja kita bisa menembus pasar mereka maka selanjutnya pasanan akan terus datang, dan lebih jauh ekspor serta devisa akan ikut mengalami peningkatan.

Tabel 6.2 Sertifikat ISO dan Ketentuan Tentang ISO
No
Uraian
1
Sertifikat ISO dikeluarkan oleh International Standardization Organization yang berkedudukan di Jenewa.
2
Tujuan dikeluarkannya ISO adalah untuk membuat suatu aturan dan ukuran yang lebih memiliki penilaian sesuai dengan standarnya pada saat suatu produk dijual bebas. Sehingga dengan begitu tidak sembarang barang dapat dijual di pasar bebas, dengan begitu hanya produk dengan tingkat kualitas yang bermutu yang boleh dipasarkan di pasar bebas. 
3
Pada tahun 1987 International Organization for Standardization (ISO) mengeluarkan lima standard sistem menajemen mutu, edidi pertama yang dikenal dengan ISO 9000 (series). Kelima standard itu adalah:
Ƙ  ISO 9000 – Quality management and quality assurance standards-quidelines for selection and use.
Ƙ  ISO 9001 – Quality system-Model for quality assurance in design/development, production, instalation adn servicing.
Ƙ  ISO 9002 – Quality system-Model for assurance in production and instalation.
Ƙ  ISO 9003 – Quality systems-Model for quality assurance in final inspection and test.
Ƙ  ISO 9004 – Guidelines-Quality management and quality system elements.
Sumber: Buchari Alma, 2009, Pengantar Bisnis, Alfabeta, Bandung, hlm. 58. Dan berbagai sumber lain yang dianggap relevan.

Lebih jauh dalam penerapan ISO dikenal dengan ISO 14000 tentang sistem manajemen lingkungan (environment management system). Mengenai ISO 14000 Jay Heizer dan Barry Render mengatakan , “ISO 14000 is an environmental management standard that contains five core elements:
1)        Environmental management,
2)        Auditing,
3)        Performance avaluation,
4)        Labeling, and
5)        Life-cycle assessment”
Karena pada era sekarang ini organisasi bisnis yang memiliki ISO 14000 dianggap memiliki kepedulian yang tinggi pada lingkungan, apa lagi jika kita melihat banyaknya perusahaan yang telah ikut serta mencemari lingkungan dan telah turut mempengaruhi rusaknya ekosistem kehidupan. Dalam bidang teknologi dikenal dengan ISO/IEC 27002 adalah standar keamanan informasi yang di publikasikan oleh ISO dan the International Electrotechnical Comission (IEC) sehingga disebut ISO/IECSDM.
ISO/IEC 27002 menyediakan praktik prima yng direkomendasikan dalam rangka manajemen keamanan informasi. Isinya terdiri dari 12 seksi berikut: kebijakan keamanan, penilaian dan pengelolaan risiko, organisasi dan keamanan informasi, manajemen aset, keamanan SDM, keamanan lingkungan dan fisik, manajemen operasi dan komunikasi, kontrol akses, pemeliharaan, pengembangan, dan akuisisi sistem informasi, manajemen insiden keamanan sistem informasi, manajemen keberlangsungan kerja, dan kesesuaian antara aturan, standar dan hukum. 

2.9    MUTU DAN KONSEP SNI (STANDAR NASIONAL INDONESIA)
Mengenai aturan mutu di Indonesia dikenal dengan istilah SNI (standar Internasional indonesia), atau yang lebih dikenal dengan ISO 9000 yang kemudian diberi nama SIN 9000. Adapun yang dimaksud dengan mutu adalah kondisi yang menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan mampu memberi kepuasan yang maksimal kepada para penggunanya. Pemikiran ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jay Heizer dan Barry Render yaitu “Quality is the ability of a product or service to meet customer needs.”
Menurut Buchari Alma, “Untuk pencapaian mutu dalam SNI 9000 ini, ada tiga unsur pokok yang akan melibatkan seluruh bagian dalam manajemen, yaitu:
1)        Kepemimpinan manajemen dalam hal mutu perusahaan
Dalam hal ini termasuk komitmen pimpinan perusahaan dalam kebijakan mutu yang konsisten, tertulis dalam kalimat tidak lebih dari 13 kata, disahkan, didokumentasikan, dimengerti, dan dipahami oleh seluruh karyawan perusahaan, dituangkan dalam slogan-slogan, ditempatkan/ditempel di ruang rapat, kantin, di ruang kerja, dsb. Kemudian disediakan dana untuk pelaksanaan dan pengawasan secara rutin.
2)        Dukungan terhadap proses produksi
Perusahaan harus dapat memberikan jaminan kepada pelanggan terhadap mutu produk, waktu dan jumlah yang akan diserahkan serta pelayanan purna jual. Hal ini harus dijaga secermat mungkin. Lebih jauh Buchari Alma mengatakan, proses yang menunjang terhadap produksi ini adalah:
·           Faktor pembelian bahan baku dan bahan penolong
·           Pengawasan/pemeriksaan peralatan produksi
·           Pengawasan terhadap penyimpanan, pembungkusan, pengepakan
·           Pengendalian proses.
3)        Dokumentasi, audit mutu, tindakan koreksi dan pencegahan.
Perusahaan haus memiliki dokumentasi sistem terpadu, terjamin keakuratannya. Kemudian mengambil tindakan koreksi terhadap kesalahan dalam pelaksanaan dan mengantisipasi tindakan pencegahan.
Mengenai tujuan dan keuntungan memiliki sertifikat ISO Buchari Alma mengatakan sebagai berikut:
1.        Terdapat jaminan mutu antara produsen dan konsumen. Ada keseragaman dalam produk sejenis yang diperdagangkan di pasar internasional.
2.        Adanya komitmen dan tanggung jawab dari pimpinan dan karyawan perusahaan untuk menjga mutu produknya dan selalu konsisten dalam pelaksanaannya.
3.        Menjaga kelestarian alam serta sumber daya alam yang sifatnya sudah sangat langka.
4.        Meningkatkan citra perusahaan terhadap pelanggan dan pesaing dari produk sejenis.
5.        Timbul perhatian terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dalam perusahaan, dan mengadakan pelatihan-pelatihan dalam meningkatkan kemampuan SDM tersebut.
6.        Perusahaan menyediakan dana/anggaran untuk meningkatkan mutu produk serta segala aspek penunjangnya.

Pengaruh dari penjagaan mutu oleh sebuah perusahaan akan mempengaruhi pula perusahaan lainnya, terutama perusahaan pemasok bahan bakum yang juga harus menjaga mutu bahan baku yang dijualnya.

2.10  CSR DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA
Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas hukum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. Namun Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Sebagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan perseroan adalah badan hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Pertimbangan tersebut antar lain karena adanya perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hokum, kesadaran social dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Dan untuk CSR sendiri jelas ditegaskan dalam 2 Undang-undang, yakni UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 & UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34.

1.      UU PT No.40 tahun 2007 pasal 74, berisi :
·           Ayat (1): Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
·           Ayat (2): Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan & diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan & kewajaran.
·           Ayat (3): Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
·           Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial & lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.      UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34, berisi :
Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
a.         menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b.        melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c.         membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d.        menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
e.         mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 17
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
1.        Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a.         peringatan tertulis;
b.         pembatasan kegiatan usaha;
c.         pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d.        pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
2.        Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
3.        Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.





BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
CSR merupakan kewajiban mutlak perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan berupa kepedulian dan perhatian pada komunitas sekitarnya. Pandangan perusahaan terhadap kewajiban tersebut berbeda-beda. Mulai dari anggapan sekedar basa-basi atau suatu keterpaksaan, hanya untuk pemenuhan kewajiban, hingga pelaksanaan berdasarkan asas kesukarelaan. Bentuk-bentuk CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan dapat diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan yang penerapannya harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat penerima CSR.
CSR memberikan manfaat yang sangat besar dalam menyejarterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan sekitarnya, serta bentuk investasi bagi perusahaan pelakunya. Investasi bagi perusahaan dapat berupa jaminan keberlanjutan operasi perusahaan dan pembentukan citra positif perusahaan. Manfaat ini dapat diperoleh apabila perusahaan menerapkan CSR atas dasar kesukarelaan, sehingga akan timbul hubungan timbal balik antara pihak perusahaan dengan masyarakat sekitar. Masyarakat akan secara sukarela membela keberlanjutan perusahaan tersebut dan memberikan persepsi yang baik pada perusahaan. Dengan begitu citra positif perusahaan akan terbentuk dengan sendirinya.

3.2 SARAN
Berdasarkan pada pembahasan CSR di makalah ini, maka :
·           Sebaiknya perusahaan memandang dan melaksanakan CSR secara sukarela sebagai bentuk kearifan moral perusahaan
·           Dalam pelaksanaan dan penerapan CSR, sebaiknya tujuan dan fokus utamanya adalah kesejahteraan masyarakat dan upaya pelestarian lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan
·           Perusahaan sebaiknya menjalin hubungan dan komunikasi yang  baik dengan komunitas sekitar, agar penerapan CSR tepat pada sasaran yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

Irham Fahmi, 2014, Etika Bisnis (teori, kasus, dan solusi), Bandung, Alfabeta


1 komentar:

  1. As stated by Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason women in this country live 10 years longer and weigh an average of 42 lbs less than us.

    (Just so you know, it is not about genetics or some secret-exercise and absolutely EVERYTHING to "how" they eat.)

    P.S, I said "HOW", not "what"...

    CLICK on this link to discover if this easy questionnaire can help you find out your true weight loss potential

    BalasHapus