Muhammadiyah Edisi September 2015.
Skripsi. Mataram: Universitas Muhammadiyah Mataram
Pembimbing
1: Siti Lamusiah, S.Pd, M.Si
Pembimbing
2: Habiburrahman, S.Pd, M.Pd
ABSTRAK
Analisis wacana kritis ini berawal dari kesadaran peneliti bahwa di
balik wacana terdapat kepentingan kelompok yang ingin dicitrakan dan
diperjuangkan di tengah publik. Rumusan Masalah yakni bagaimanakah sturuktur
wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015?. Bertujuan
untuk mengetahui struktur wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi
September 2015.
Rancangan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan aspek kritis yang
tercermin pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015. Sesuai dengan
sifat penelitian kualitatif, data yang digunakan oleh peneliti berupa data
kualitatif yakni berupa teks-teks berita yang terdapat di dalam majalah Suara
Muhammadiyah edisi bulan September 2015.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada dua,
yaitu dokumentasi dan telaah isi. Metode analisis data yakni metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis
data, maka dapat dismpulkan bahwa analisis makro dan superstruktur pada wacana
berita Suara Muhammadiyah bulan September 2015, posisi tema atau topik pada
umumnya terletak di bagian judul berita. Sedagkan bagian isi dan penutup media
menyampaikan laporan mengenai situasi atau proses dan komentar pelaku-pelaku
dalam teks berita. Struktur Mikro wacana kritis pada umumnya merepresentasikan
keterlibatan beberapa elemen wacana, yakni aspek semantik(latar, praanggapan,
detil dan maksud), aspek sintaksis (bentuk kalimat aktif dan pasif, kata ganti,
kohesi dan koherensi serta nominalisasi)
aspek stilistik (leksikon) sedangkan aspek retoris (grafis, metafora dan
ekspresi)
Kata
kunci: Analisis wacana kritis, majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i
HALAMAMAN PERSETUJUAN...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN...................................................................................
iv
MOTTO.................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN............................................................................................... .vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... .ix
DAFTAR ISI.......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah............................................................................................. 5
1.3.Tujuan Penelitian.............................................................................................. 5
1.4.Manfaat
Penelitian............................................................................................. 6
1.4.1. Manfaat Teoretis............................................................................................ 6
1.4.2.
Manfaat Praktik.............................................................................................. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian
Relevan ............................................................................................ 7
2.2 Landasan
Teori........................................................................................... 8
2.2.1 Hakikat
Wacana .............................................................................................8
2.2.2 Jenis-jenis
Wacana........................................................................................11
2.2.3 Teks
dan
Konteks..........................................................................................13
2.2.4 Struktur
Wacana Kritis..................................................................................15
2.2.5 Analisis
Wacana
Kritis..................................................................................19
2.2.6 Teks
Media....................................................................................................23
BAB
III METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Peneltian....................................................................................... 26
3.2
Data dan Sumber Data.................................................................................... 27
3.2.1 Data.............................................................................................................. 27
3.2.2 Sumber Data................................................................................................. 27
3.3
Metode Pengumpulan Data............................................................................. 28
3.3.1
Metode
Dokumentasi.................................................................................. 28
3.3.2
Metode Telaah Isi......................................................................................... 28
3.4
Metode Analisis Data...................................................................................... 29
3.4.1
Identifikasi................................................................................................... 29
3.4.2
Klasifikasi..................................................................................................... 29
3.4.3
Interprestasi.................................................................................................. 30
BAB
IV PENYAJIAN DATA
4.1.Hasil
Penelitian................................................................................................ 31
4.1.1.
Struktur Makro Wacana Kritis..................................................................... 31
4.1.2.
Superstruktur Wacana Kritis........................................................................ 37
4.1.3.
Struktur Mikro Wacana Kritis..................................................................... 43
4.2.Pembahasan..................................................................................................... 58
BAB
V PENUTUP
5.1. Simpulan......................................................................................................... 56
5.2. Saran............................................................................................................... 57
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan
berbahasa merupakan salah satu ciri kemampuan manusia dalam mengelola alat
bicaranya, karena tanpa bahasa orang tidak dapat menjalankan amanah kehidupannya
dengan sempurna. Mansoer Pateda (2011:6) Bahasa merupakan alat yang ampuh untuk
menghubungkan dunia seseorang dengan dunia yang ada di luar dirinya, dunia seseorang
dengan lingkungannya, dunia seseorang dengan alamnya bahkan dunia seseorang dengan
Tuhannya.
Bila dipelajari
lebih lanjut, bahasa memegang peranan yang penting sebagai alat komunikasi
antar manusia untuk berbagai keperluan dan tujuan. Bahasa meliputi tataran,
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana. Berdasarkan hirarkinya
wacana merupakan tataran bahasa terlengkap, terbesar dan tertinggi. Wacana
dikatakan terlengkap karena mencakup tataran di bawahnya yakni fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik dan ditunjang oleh unsur lainnya, yaitu situasi
pemakaian dalam masyarakat.
Para pakar
bahasa telah memperkenalkan beberapa definisi wacana. Badudu (2013:2)
menjelaskan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan serta menghubungkan
preposisi yang satu dengan preposisi yang lainnya, membentuk satu-kesatuan
bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan berkesinambungan, mempunyai awal
dan akhir yang nyata, serta disampaikan secara lisan dan tertulis.
Menurut Chaer
dalam Tomtom (2014:10) wacana adalah “satuan bahasa yang lengkap, sehingga
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar”.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam
wacana tersebut terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang yang utuh,
sehingga bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam
wacana lisan).
Media
yang digunakan pada ragam tulis adalah tulisan yang berisi informasi dari
penulis. Tulisan yang dimaksud dapat berupa rangkaian kata atau gambar yang memiliki
arti. Pada ragam tulis diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam penulisan, karena
dalam ragam tulis tidak disertai dengan gerakan oleh pemberi informasi. Teks di
dalam media adalah hasil proses wacana media. Di dalam proses tersebut
nilai-nilai, idiologi dan kepentingan media turut serta. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa media “tidak netral” sewaktu mengkonstruksi realitas
sosial. Media mengikutsertakan perspektif dan cara pandang dalam manafsirkan
realitas sosial. Berita dalam media bukanlah representasi dari peristiwa
semata-mata, akan tetapi di dalamnya memuat nilai-nilai lembaga media yang
membuatnya, Darma dalamTuchman (2009:10).
Sering
kita menemukan adanya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi, yang kita dapatkan
jika kita membandingkannya. Tentu hal ini bisa membuat kita bingung dan
bertanya-tanya, informasi manakah yang benar-benar akurat. Tetapi dengan
mencoba menganalisis wacana tersebut, kita akan mengetahui motif atau ideologi
yang tersembunyi di balik teks berita
secara sederhana. Cara membaca yang lebih mendalam dan jauh ini disebut
sebagai analisis wacana.
Analisis wacana
adalah sebuah upaya proses (penguraian) untuk memberikan penjelasan dari sebuah
teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok
dominan yang kecenderungan mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang
diinginkan. (Eriyanto 2013:4-7) menjelaskan ada tiga paham mengenai bahasa
dalam menganalisis wacana, yaitu aliran positivisme-empiris, konstruktivisme
dan pandangan kritis.
Menurut paham
positivisme-empiris, pengkajian analisis wacana difokuskan pada keteraturannya,
yaitu kegramatikalan bahasa, terdapatnya kohesi dan koherensi, sehingga wacana
diukur dengan kebenaran atau ketidak benaraan berdasarkan aspek sintaksis dan
semantik. Paham konstruktivisme dalam mengkaji wacana berbeda dengan paham
positivisme-ermpiris yang memisahkan paradigma subjek-objek bahasa dalam
menganalisis wacana, paradigma subjek-objek bahasa dalam sudut pandang paham
ini tidak dapat dipisahkan kerena menganggap subjek sebagai aspek sentral dalam
kegiatan wacana serta hubungan sosialnya. Sedangkan dalam pandangan kritis
berbeda dengan dua paham di atas dalam menganalisis wacana. Paham ini
mempertimbangkan faktor kekuasaan, karena faktor ini memiliki peran yang penting
dalam membentuk jenis subjek dan perilaku yang mengikutinya.
Salah satu model
analisis wacana kritis adalah model Van Dijk, Dijk beranggapan bahwa penelitian analisis wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu
praktik produksi. Pemahaman produksi teks pada akhirnya akan memperoleh
pengetahuan mengapa teks bisa demikian. Van Dijk juga melihat bagaimana
struktur sosial, dominasi, kelompok
kekuasaan yang ada dalam masyarakat, bagaimana kognisi atau
pikiran dan kesadaran yang membentuk serta berpengaruh terhadap teks-teks tertentu.
Wacana digambarkan oleh Van Dijk mempunyai tiga dimensi
atau bangunan yaitu teks, kognisi
sosial, dan konteks sosial. Inti analisis model Van Dijk adalah menggabungkan
tiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisi yaitu, 1) dimensi teks yang diteliti adalah
bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan
suatu tema tertentu; 2) kognisi sosial
dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu
dari wartawan; 3) konteks mempelajari
bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.
Analisis Van Dijk menghubungkan analisis tekstual ke arah analisis yang komprehensif
bagaimana teks diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu
wartawan dan masyarakat.
Berdasarkan
uraian di atas, khususnya dalam studi analisis teks berita dan relasinya dengan
paradigma kritis berpandangan bahwa berita bukanlah sesuatu yang netral, media
justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok
yang tidak dominan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk
menganalisis sesuatu dibalik wacana yang disampaikan oleh media, yang dalam hal
ini wacana berita dan tulisan lainya pada majalah Suara Muhammadiyah edisi
bulan September 2015. Dalam hal ini, perlu dijelaskan juga bahwa, majalah Suara
Muhammadiyah adalah salah satu media
yang dimilki oleh Persyarikatan Muhammadiyah, Muhammadiyah merupakan organisasi
yang bergerak di multi dimensi kehidupan masyarakat di Indonesia. Dalam proses
penerbitannya, Majalah Suara Muhammadiyah terbit dengan skala penerbitan dua
kali dalam waktu satu bulan, dengan model pembagian skala atau edisi
penerbitan, edisi pertama berkisar dari tanggal satu sampai dengan lima belas
dan selanjutnya penerbitan kedua berlaku dari tanggal enam belas sampai dengan
tanggal tiga puluhan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan majalah Suara
Muhammadiyah edisi bulan September 2015 dengan skala penerbitan yang berlaku
dari tanggal satu sampai dengan tanggal lima belas sebagai objek
penenlitiannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini. Bagaimanakah struktur wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis wacana kritis
pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan, memiliki manfaat baik secara
teoretis maupun secara praktis.
1.4.1 Manfaat secara teoretis
Penelitian ini,
diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu wacana
bahasa Indonesia tentang analisis wacana kritis.
1.4.2 Manfaaat
Secara Praktis
a) Bagi
pembaca, hasil penlitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan bacaan
dalam merdalam wawasan tentang analisis wacana kritis.
b) Bagi
Peneliti, selain bermanfaat untuk memperdalam wawasan analisis wacana kritis,
penelitian ini juga bermanfaat untuk menyelesaikan tugas akhir pendidikan
jenjang strata satu
di Universitas Muhammadiyah Mataram.
c) Bagi
peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
perbandingan untuk penelitian wacana media massa lainnya.
BAB
II
KAJIA N PUSTAKA
2.3 Penelitian Relevan
Penelitian yang
berkaitan dengan analisis wacana kritis sudah pernah dilakukan oleh Erin Elvira
tahun 2014, “Analisis
Wacana Kritis pada Harian Lombok Post edisi Maret 2014”
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa struktur micro wacana kritis pada harian Lombok
post bulan Maret 2014, pada umumnya mempresentasikan keterlibatan bebrapa
elemen wacana, yakni aspek semantik, aspek sintaksis, aspek stilistik dan aspek
retoris. Adapun analisis struktur makro dan superstruktur wacana kritis, Erin
menginterprestasikan tema atau topik yang dikedepankan oleh media dan skema
atau urutan bagian berita yang ditampilkan di dalam teks berita, pada wacana
berita edisi bulan maret 2014.
Penelitian lain juga
dilakukan oleh Hadijah tahun 2013, “Analisis
Penggunaan Eufimisme dan Disfemisme pada harian Lombok Post edisi Bulan Mei
2013 (Sebuah Tinjauan Analisis Wacana Kritis)”, berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hadijah, menunjukkan bentuk satuan gramatikal eufimisme dan disfemisme pada
harian Lombok post edisi bulan Mei 2013 adalah kata dan frasa. Latar belakang
penggunaan eufimisme dan pada harian Lombok post edisi bulan Mei 2013
ditafsirkan untuk, 1) bertujuan retoris; 2) membuat jadi pendek dan singkat; 3)
menyatakan perlambangan, ibarat, kiasasan. Sementara latar belakang penggunaan
disfemisme eufimisme dan disfemisme pada harian Lombok post edisi bulan Mei
2013 ditafsirkan untuk 1) melebih-lebihkan sesuatu; 2) mengkritik; 3)
mengolok-olok, mencela, menghina.
Persamaan dengan penelitian
ini ialah sama-sama menggunakan analisis model Van Dijk untuk menguraikan objek
permasalahannya dengan menggunakan metode deskripti kualitatif untuk
menafsirkan dan menjabarkan suatu objek. Kemudian untuk letak perbedaannya
terletak pada objek permasalahannya, jika penelitian sebelumnya menggunakan
harian Lombok Post sebagai objek kajiannya, maka penelitian yang
sekarang menggunakan majalah Suara Muhammadiyah sebagai objek kajiannya
yang dalam hal ini berupa teks berita pada majalah itu sendiri.
2.4 Landasan Teori
2.4.1
Hakikat Wacana
Wacana berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu vacana,
yang berarti bacaan. Selanjutnya, kata wacana itu (vacana) masuk
ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru, yang berarti ‘bicara, kata, dan
ucapan’. Kemudian, kata wacana dalam
bahasa Jawa Baru itu diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana, yang berarti “ucapan,
percakapan, kuliah”. Selanjutnya, kata wacana
dalam bahasa Indonesia dipakai sebagai terjemahan kata discourse dalam
bahasa Inggris. Kata discourse secara etimologis berasal dari bahasa
latin, yaitu discursusus ‘lari kian kemari’. Kata discourse itu
diturunkan dari kata discurrere. Bentuk discurrere itu merupakan
gabungan dari dis dan currere ‘lari, berjalan kencang’. Lebih
lanjut dinyatakan oleh Baryadi (2002:2) bahwa istilah wacana dan discourse dipakai dalam istilah linguistik.
Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sebuah wacana dalam realisasinya selalu berupa sekumpulan
kalimat. Kalimat dapat dibentuk dari sekumpulan klausa, frasa, kata, morfem,
fonem, dan fona. Berkaitan dengan hal itu, bahasa yang digunakan untuk
membentuk suatu wacana harus bersifat kohesif dan koheren, atau terjalin erat
antara satu dan yang lain, disusun secara teratur dan sistematis di dalam
rangkaian kalimat, baik dalam bentuk lisan maupun tulis. Hakikat wacana seperti
diuraikan tersebut pada dasarnya beranjak dari pandangan formal. Berdasarkan
pendekatan formal, wacana berwujud kalimat-kalimat yang runtut dan utuh.
Wacana dapat pula beranjak dari pandangan
fungsional, yakni wacana dipandang sebagai bahasa dalam penggunaan. Dengan cara
pandang tersebut, wacana dipahami sebagai peristiwa komunikasi, yakni
perwujudan dari individu yang sedang berkomunikasi. Bahasa yang digunakan oleh
pembicara dipandang sebagai wujud dari tindakan pembicaranya (Schiffrin,
2007:24).
Pengertian wacana dalam
pandangan fungsional juga tampak pada pandangan Samsuri, wacana ialah rekaman
kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi yang dapat menggunakan bahasa
lisan dan bahasa tertulis. Itu berarti, wacana mempelajari bahasa dalam
pemakaiannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Darma (2009:1), bahwa wacana
adalah pembahasan bahasa dan tuturan yang harus ada dalam suatu rangkaian
kesatuan situasi. Dapat dikatakan bahwa wacana tidak bisa terlepas dari konteks
(situasi) yang melingkunginya. Hal itu sejalan dengan pernyataan Sobur (2009),
bahwa wacana adalah rangkaian ujaran atau rangkaian tindak tutur yang
mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis,
dalam suatu kesatuan yang koheren, baik dibentuk oleh unsur segmental maupun
nonsegmental bahasa. Pada hakikatnya, unsur nonsegmental dalam sebuah wacana
berhubungan dengan situasi, tujuan, makna, dan konteks yang berada dalam
rangkaian tindak tutur.
Hakikat wacana juga dikembangkan berdasarkan
pandangan formal dan fungsional secara dialektis. Artinya, aspek-aspek
kebahasaan yang disusun dan digunakan oleh pembicara dipandang sebagai wujud
dari tindakan pembicaranya (Schiffrin, 2007:24). Hal tersebut sesuai dengan
pandangan yang disampaikan Tarigan (2008:27), yaitu wacana adalah satuan bahasa
yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi yang tinggi, yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai
awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis. Selain itu,
wacana dapat dipandang sebagai ujaran, yakni dipahami sebagai suatu kumpulan
unit struktur bahasa yang tidak lepas dari konteks. Dengan cara pandang
tersebut, keberadaan kalimat dalam suatu wacana tidak hanya dipandang sebagai
sistem (langue), tetapi juga dipandang sebagai parole. Meskipun
ujaran dalam suatu wacana disusun berdasarkan gramatika (sistem bahasa), tetapi
makna ujaran itu timbul karena lawan bicara juga memperhatikan konteks
penggunaan bahasanya. Dengan demikian, selain kaidah tata bahasa, konteks
penggunaan bahasa juga harus diperhatikan pada saat menyusun dan memahami
wacana.
2.4.2
Jenis-jenis Wacana
Pemahaman terhadap jenis-jenis
wacana akan menyebabkan kemudahan dalam menganalisis sebuah wacana. Menurut
dasar pengklasifikasiannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan,
jenis pemakaian, bentuk serta cara dan tujuan pemaparannya (lihat Sumarlan,
2005 : 15-21). Pada bahasan ini yang menjadi
pokok pembicaraan kita adalah masalah jenis-jenis wacana berdasarkan acuannya, dari bentuk penyajiannya
atau pemaparannya, berdasarkan saluran komunikasi, dilihat dari fungsi
bahasa, diklasifikasikan dari peserta
komunikas, berdasarkan
eksistensinya, dan bahasa yang digunakan.
a) Jenis
Wacana Berdasarkan Acuannya
Wacana
memberi informasi bagi penerima. Informasi itu dapat benar, dapat pula tidak
benar, dapat berupa fakta, dapat pula berupa imajinasi. Hal ini akan
dikemukakan lebih lanjut oleh Zaimar (2009) dalam uraian tentang wacana fiksi
dan nonfiksi. Klasifikasi jenis wacana ini dibuat berdasarkan acuannya. Apabila
acuan wacana berada pada dunia nyata, maka wacana itu tergolong wacana
nonfiksi, sedangkan apabila acuan hal-hal yang berada dalam wacana tersebut
terutama berada dalam dunia imajinasi, maka wacana tersebut termasuk ke dalam
wacana fiksi.
b) Jenis
Wacana Berdasarkan Bentuk Penyajiannya
Banyak
ahli yang mengemukakan pembagian jenis ini, masing-masing dengan sedikit
perbedaan. Zaimar, dkk., (2009) mengemukakan jenis wacana deskriptif, wacana
eksplikatif, wacana instruktif, wacana argumentatif, wacana naratif, dan wacana
informatif berdasarkan bentuk penyajian dan isinya. Djajasudarma (2006)
mengemukakan jenis wacana deskripsi, narasi, prosedural, hortatori dan ekspositori
berdasarkan pemaparanya atau penyajiannya.
c) Jenis
Wacana Berdasarkan Saluran Komunikasi
Proses
komunikasi adalah sesuatu yang menarik dan unik untuk diamati dan dicermati.
Dalam mengomunikasikan sesuatu, penutur berinteraksi dengan mitra tuturnya
dengan berbagi cara. Abdul Rani, dkk. (2006), mengemukakan jenis wacana
berdasarkan saluran yang digunakan dalam komunikasi dapat digolongkan menjadi
wacana lisan dan wacana tertulis. Senada dengan Abdul Rani, Zaimar dkk., (2009)
dan Djajasudarma (2006) juga
mengklasifikasikan wacana lisan dan tertulis ke dalam jenis wacana berdasarkan
saluran komunikasinya.
d) Jenis Wacana Berdasarkan Fungsi Bahasa
Klasifikasi wacana yang lain dapat dilakukan dengan
melihat fungsi bahasanya. Menurut Roman Jakobson (dalam Zaimar, 2009), setiap
pemakaian bahasa menggunakan salah satu dari enam fungsi bahasa. Keenam fungsi
tersebut meliputi wacana referensial, wacana fatik, wacana ekspresif, wacana
konatif, wacana metalinguistik, wacana puitik.
e) Jenis
Wacana Berdasarkan Peserta Komunikasi
Jenis
wacana berdasarkan peserta komunikasi menjadi dua bagian, yakni wacana monolog
dan wacana berupa dialog. Lebih spesifik lagi, Rani dkk.,(2006) mengklasifikasikan jenis wacana berdasarkan
jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi menjadi tiga bagian,
yaitu monolog, dialog, dan polilog. Senada dengan Rani dkk., Djajasudarma (2006)
juga menambahkan polilog sebagai jenis wacana berdasarkan peserta yang terlibat
dalam komunikasi.
f) Jenis
Wacana Berdasarkan Eksistensi Wacana
Djajasudarma (2006) membedakan wacana berdasarkan
eksistensinya. Dalam hal ini Djajasudarma memandang bahwa wacana merupakan
bahasa yang digunakan dalam pembicaraan. Sehingga Djajasudarma menggolongkan
eksistensi wacana menjadi wacana verbal dan nonverbal.
g) Jenis
Wacana Berdasarkan Bahasa Yang Digunakan
Sumarlam
(Ed), (2003:15) menyebutkan bahwa berdasarkan bahasa yang digunakan, wacana
dapat diklasifikasikan menjadi: 1) wacana bahasa nasional (Indonesia); 2)
wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dsb); 3)
wacana bahasa internasional (bahasa Inggris); dan 4) wacana bahasa lainnya,
seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya.
2.4.3
Teks dan Konteks
Guy Cook, menyebutkan ada tiga hal yang sentral dalam
pengertian wacana; teks , konteks dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa,
bukan hanya kata-kata yang tercetak dilembar kertas tetapi juga semua jenis
ekpresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya.
Konteks memasukan semua situasi yang berada di luar teks yang mempengaruhi
pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks itu
diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainnya.
Kerangka analisis
wacana pada dimensi teks dan konteks merupakan model pengembangan yang
dikembangkan oleh Sara Mills (dalam Eriyanto, 2013:199).
a)
Dimensi teks
Dimensi teks ini difokuskan untuk mengetahui posisis
subjek dan objek wacana. Subjek adalah pihak yang bercerita dalam sebuah
wacana. Objek adalah pihak atau sesuatu yang diceritakan dalam sebuah wacana.
Dengan mengetahui posisi subjek-objek wacana, dapat dipahami perspektif wacana
dihadirkan dihadapan masyarakat. Misalnya, dalam sebuah pemberitaan mengenai
pemerkosaan seorang gadis yang dilakukan oleh seorang pria paruh baya. Dalam
cerita tersebut, teks yang disusun berdasarkan cerita pelaku atau korban akan
menimbulkan pemaknaan yang berbeda.
b)
Dimensi konteks
Dimensi konteks, ini difokuskan untuk mengetahui
posisi pembaca. Menurut Mills, setiap wacana adalah bentuk kesepakatan antara
produsen dengan konsumenya. (pembaca atau masyarakat), serta konteks sosial
yang melingkupi wacana tersebut. dengan demikian, bertolak dari perspektif yang
ditampilkan, dapat ditelusuri pula bagaimana wacana tersebut memosisikan
pembacanya. Misalnya, dalam pemberitaan mengenai pemerkosaan seorang gadis,
yang dilakukan oleh seorang pria paruh baya.
Perspektif yang digunakan dalam wacana tersebut adalah perspektif
pelaku. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa posisi pembaca diposisikan dari
sudut pandang pelaku tersebut. Dengan kata lain, pembaca diposisikan sebagai
laki-laki yang notabene semakin menyudutkan korban sebagai perempuan.
2.4.4 Struktur Wacana Kritis
Secara umum dapat
gambarkan bahwa piranti analisis struktur wacana dialektis (
wacana kritis) ini meliputi; 1) ‘common sense’ dan ‘ideologi’ ;2) asumsi yang implisit,
koherensi, dan Inferensi; 3) Interpretasi Pembaca
dan Interpretasi Penulis ; 4) Struktur wacana
(supra, mikro, dan makro).
a.
Common Sense dan Ideologi
Menurut Fairclough dan Wodak(dalam
Erianto, 2001:7) analisis wacana kritis melihat wacana – pemakai bahasa dalam
tuturan dan tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. menggambarkan wacana
sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara pristiwa
diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya.
Melalui wacana, sebagai contoh, keadaan yang rasis,
seksis, atau ketimpangan dari kehidupan sosial dipandang sebagai suatu common sense, suatu kewajaran alamiah,
dan memang seperti itu kenyataannya .Analisis wacana kritis melihat bahasa
sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat
ketimpangan kekuasaaan yang terjadi di dalam masyarakat terjadi. Idiologi yang
digunakan dalam analisis wacana kritis sedikit berbeda dari pengertian yang
biasa digunakan dalam banyak hal, terutama di bidang politik.Seperti yang
dikemukakan oleh Fairclough (dalam Purwo, Ed., 2000), idiologi
diinterpretasikan sebagai suatu kebijakan masyarakat yang sebagian atau
seluruhnya berasal dari teori sosial secara sadar.Idiologi tersebut dibangun
oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereprosuksi dan meligitimasi
dominasi mereka.Salah satu strategi utamanya adalah untuk membuat kahalayak
menerima dominasi mereka tersebut.
b. Asumsi
yang Implisit, Koherensi dan Inferensi
Seperti analisis wacana
pada umumnya, AWK juga menggunakan piranti seperti asumsi yang implisit,
koherensi, dan inferensi untuk mendapatkan interpretasi yang baik dan dekat
sekali dengan kenyataan atau dengan makna yang disampaikan oleh penutur atau
penulis
c. Interpretasi
Pembaca dan Penulis
Ketika
seorang pembaca membaca sebuah wacana, secara tidak langsung pembaca tersebut
ingin mengetahui sesuatu yang ditulis oleh penulisdan apabila mungkin
menginterpretasikan apa saja yang dimaksud oleh penulis dalam wacana tersebut.
Moeliono (2000:116) mengatakan bahwa sebuah wacana melibatkan kondisi sosial
tentang produksi dan kondisi sosial tentang interpretasi. Interpretasi yang
menyangkut hubungan antara teks dan interaksi
dengan melihat teks sebagai hasil dari suatu proses suatu produksi dan
sebagai suatu sumber dalam proses interpretasi; eksplanasi yang menyangkut
hubungan antara interaksi dan konteks sosial.
d.
Struktur
wacana makro, superstruktur dan mikro
1.
Struktur
Makro
Struktur
makro pada wacana kritis yang diamati ialah bentuk tematik dari teks berita
yang sedang diteliti, teks berita itu merupakan makna global atau umum dari
suatu teks yang diamati dengan melihat topik atau tema sebagai elemen yang
dikedepankan dalam suatu wacana.
2.
Struktur
Superstruktur
Superstruktur merupakan struktur
yang digunakan untuk mendeskripsikan sehemata, di mana keseluruhan
topik atau isi global berita diselipkan. Superstruktur ini mengorganisikan
topik dengan cara menyusun kalimat atau unit-unit beritanya berdasarkan urutan
atau hiraki yang diinginkan.
Hal yang diamati pada bagian superstruktur
aspek skematik.
Teks atau wacana
umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut
menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga
membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam,
berita umumnya mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang biasanya ditandai dengan
dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang
dipandang paling penting. Judul umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan
oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan
apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara
keseluruhan. Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa
situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang
ditampilkan dalam teks.
3.
Struktur mikro
Struktur mikro merujuk pada makna setempat (local
meaning) suatu wacana.
Unsur ini dapat digali dari aspek; a)
semantik, bermakna sesuatu yang ingin ditekankan dalam struktur teks berita.
Adapun elemen pendukung dalam struktur ini berupa elemen latar yang menjadi alasan bagi penulis untuk menyajikan fatures, Apakah informasi
disampaikan secara panjang atau tidak (elemen detail); apakah dalam
penyampaian pesan di dalam teks disertai contoh atau tidak (elemen iliustrasi);
serta apakah pesan disampaikan secara eksplisit atau inplisit (elemen maksud).
b)sintaksis, Pada aspek sintaksis terdapat beberapa
elemen pendukung, antara lain koherensi, bentuk kalimat, dan kata
ganti. Koherensi dapat ditampilkan melalui hubungan sebab akibat, Bentuk
kalimat yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan prinsip kausalitas, elemen kata ganti merupakan
elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif;
c) stilistik menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan
kata atau diksi
disini terdapat elemen pendukung berupa elemen leksikon dan dimaksudkan untuk
menggambarkan suatu peristiwa yang sama dengan kata-kata yang berbeda; d) retoris,
pada bagian ini dimaksudkan untuk menekankan teks berita dengan ditampilkan
beberapa elemen yakni grafis yang
berkenaan dengan foto, gambar, atau mungkin tabel yang digunakan untuk
mendukung isi dari wacana (berita) tersebut, metafora
digunakan untuk memperkuat pesan utama penulis.
2.4.5
Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis
berutang budi kepada beberapa intelektual dan pemikir Michael Foucault, Antonio
Gramsci, Sekolah Frankfurt, dan Louis Althusser. Dalam analisis wacana kritis,
wacana tidak semata-mata dipahami sebagai studi bahasa. Sebab pada akhirnya,
analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, bahasa
dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga
menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa pakai untuk tujuan
dan praktik tertentu (Eriyanto, 2013: 23).
Kelahiran analisis
wacana kritis bertujuan untuk menyempurnakan analisis wacana (deskriptif) agar
lebih relevan dengan meninggalkan batas-batas kontrol akademis dan masuk dalam bidang
sosiopolitik. Van Dijk dalam Erin (2014: 15), untuk melengkapi dan
menyempurnakan pandangan deskriptif Fairclough mengusulkan pengertian wacana
secara komprehensif dari pandangan kritis. Wacana adalah penggunaan bahasa yang
dipahami sebagai bentuk praksis sosial. Secara lebih spesifik, Van Dijk,
merumuskan analisis wacana kritis sebagai sebuah kajian tentang relasi-relasi
antara wacana, kuasa, dominasi, ketidaksamaan sosial dan posisi analisis wacana
dalam relasi-relasi sosial.
Van Dijk memperkenalkan
sebual model yang sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Menurut Dijk,
penelitian atas wacana, tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata,
karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Wacana
oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial dan
konteks sosial yang kemudian dihubungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam
kesatuan analisis dalam teks, yang diteliti
adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk
menekankan tema tertentu. Kognisi sosial mempelajari proses induksi teks berita
yang memlibatkan kognisi individu dari wartawan sedangkan aspek ketiga yaitu
kritik sosial mempelajari banguna wacana yang berkembang
dalam masyarakat akan suatu masalah.
Pemakaian kata,
kalimat, preposisi, retorika tertentu oleh media dipahami Van Dijk sebagai
bagian dari strategi wartawan. Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya
tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi, akan tetapi
dipandang sebagai bentuk politik komunikasi, yakni suatu cara untuk
mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, menciptakan legitimasi dan
menyingkirkan lawan atau penentang. Srutktur wacana adalah cara yang efektif
untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalalankan ketika sesorang
menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu mungkin dipilih untuk mempertegas
pilihan dan sikap, membentuk kedasaran politik dan sebagainya. Berikut Struktur
elemen wacana yang dikemukakan olen Van Dijk yang digambarkan seperti berikut.
RETORIS
Bagaimana
dan dengan cara penekanan dilakukan
|
Grafis,
metafora, ekspresi
|
Struktur
mikro
|
STILISTIK
Bagaimana
pilihan kata yang dipakai dalam teks berita
|
Struktur
mikro
|
Leksikon
|
Struktur Mikro
|
Be ntuk kalimat, koherensi, kata
ganti
|
Struktur
Mikro
|
Latar, detil, maksud, pra
anggapan, nominalisasi
|
SINTAKSIS
Bagaimana kalimat
(bentuk, susunan) yang dipilih
|
SEMANTIK
Makna yang
ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan member idetail pada satu sisi atau membuat eksplisit atau
sisi dan mengurangai detil sisi lain
|
Struktur
makro
|
Superstruktur
|
Skema
|
Topik
|
STRUKTUR
WACANA
|
ELEMEN
|
HAL YANG
DIAMATI
|
TEMATIK
Tema atau
topik
Yang
dikedepankan dalam suatu berita
|
SKEMATIK
Bagaimana
bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh
|
Sumber:
(Eriyanto 2013:228-229 )
Van Dijk melihat suatu
teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian
saling mendukung. Dijk membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, ini merupakan makna global atau
umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
sedang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, Superstruktur ini merupakan
struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana
bagian-bagianya secara utuh. Ketiga, mikro adalah makna wacana dari bagian
kecil suatu teks yakni kata, kalimat, preposisi, anak kalimat dan prafrase.
Amat disadari bahwa
wacana hanya gejala dari persolan yang lebih besar, seperti ketidaksetaraan,
perbedaan kelas dan persolan jantina (sexism),
rasisme, kekuasaan dan dominasi yang melibatkan lebih daripada teks dan
tuturan. Van Dijk dalam Eriyannto (2011: 124) menegaskan tanpa didapatkan suatu
“kritisme” secara penuh terhadap autoritas dan institusi yang memiliki yang
memiliki tanggung jawab terhadap ketidaksetaraan itu, anailisis wacana tidak
lebih dari inteletual yang “mengembang” kertas atau “macan kertas”. Kerena
analis wacana krtitis memang menggunakan bahasa dan teks untuk dianalisis, akan
tetapi hasilnya bukan dilihat dari segi kebahasaan akan tetapi melainkan
konteks.
Ada beberapa pendekatan
dalam analisis wacana kritis, yaitu: pendekatan linguistik kritis, pendekatan
Prancis, pendekatan kognisi sosial, pendekatan perubahan sosial, pendekatan kesejarahan.
Pendekatan lingusitik kritis menekankan analisisnya pada bahasa dalam kaitannya
dengan ideologi (Eriyanto, 2006). Dalam hal ini, ideologi ditelaah dari sudut
pilihan kata dan struktur kalimat yang digunakan. Pendekatan Prancis
berasumsi bahwa bahasa adalah medan pertarungan kekuasaan (Rusdiati, 2003).
Melalui makna yang diciptakan dalam wacana, berbagai kelompok saling berupaya
menanamkan keyakinannya dan pemahamannya kepada kelompok lain. Melalui kata
dan makna yang diciptakan mereka melakukan pertarungan, termasuk kekuasaan
untuk menentukan dan mengukuhkan posisi dominasi kuasa pada yang lain.
Pendekatan kognisi sosial merupakan faktor penting dalam produksi wacana (Van
Dijk, 1997). Oleh karena itu, menurut pendekatan ini analisis wacana dapat
digunakan untuk mengetahui posisi sosial kelompok-kelompok penguasa dominan dan
kelompok marjinal. Selanjutnya, menurut pendekatan perubahan sosial wacana
dipandang sebagai praktik kekuasaan (Bourdieu, 1994, Rusdiarti, 2003, dan Fahri,
2007). Menurut pendekatan ini wacana mempunyai tiga efek dalam perubahan
sosial, yaitu a) memberi andil dalam mengkonstruksi identitas sosial dan posisi
subjek; b) memberi kontribusi dalam mengkonstruksi relasi sosial; c) memberi kontribusi dalam
mengkonstruksi sistem pengetahuan dan kepercayaan. Selanjutnya, menurut pendekatan
kesejarahan, analisis wacana harus memperhatikan konteks kesejarahan.
2.4.6
Teks Media
Kata jurnalistik
berasal dari bahasa Prancis “journal”
yang berarti catatan harian. Media dan majalah merupakan bagian dari
jurnalistik, media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat
berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Oleh karena itu, ada
banyak anggapan yang menyatakan bahwa media (pers) acap disebut sebagai the fourth estate dalam kehidupan
sosial-ekonomi dan politik. Hal ini disebabkan oleh persepsi tentang peran yang
dimainkan oleh media dalam kaitannya dengan masalah sosial-ekonomi dam politik
masyarakat.
Media masa merupakan
sarana yang paling efektif untuk menyampaikan informasi kepada publik, baik
oleh individu, kelompok, maupun instansi pemerintah. Melalui media, baik secara
perorangan maupun kolektif dapat membangun persepsi kepada pihak lain. Di
samping sebagai alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum
tentang banyak hal, media massa juga mampu berperan sebagai institusi yang
dapat membentuk opini publik, bahkan menjadi kelompok penekan atas suatu
gagasan yang harus diterima pihak lain (Sobur, 2009:31). Media memiliki andil
besar dalam menjelaskan peristiwa dan bagaimana peristiwa itu dimaknai dan dipahami
oleh masyarakat (Hall, 2007:31).
Berita merupakan representasi dunia dalam bahasa. Karena
bahasa adalah kode semiotik, maka bahasa menentukan struktur nilai, sosial, dan
ekonomis terhadap yang direpresentasikan. Jadi berita adalah representasi
dalam pengertian konstruksi. Berita bukanlah refleksi fakta yang ‘bebas
nilai’. Menurut Fowler (dalam Anang, 2006:74), berita adalah praksis, yakni
sebuah wacana yang jauh dari refleksi realitas sosial dan fakta empiris yang
netral. Dalam berita terjadilah campur tangan dalam konstruksi realitas
sosial.
Selanjutnya, Fowler (dalam Anang, 2006:75) berpendapat bahwa
pilihan bentuk linguistik tertentu dalam teks berita–leksikalisasi atau wording
terhadap pilihan sintaksis, pilihan struktur teks, dan sebagainya memiliki
alasan masing-masing. Pilihan ini bukan kebetulan dan bukan arbitraris. Pilihan
yang dilakukan memiliki perspektif, agenda, dan ideologi tertentu. Dengan
demikian benarlah apa yang dikatakan Tuchman, bahwa berita pada dasarnya
adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Sudibyo, Hamad, Qodri, 2001:65).
Untuk menjawab permasalahan tersebut, diperlukan kajian terhadap teks media.
Dalam hal ini lingkup kajian ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu teks dalam
media masa, media massa, dan periode pemberitaan.
Menurut pandangan
kritis media bukanlah entitas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh yang
dominan. Media dipenuhi oleh prasangka, retorika, dan propaganda. Paradigma
tersebut yakin bahwa media adalah sarana bagi kelompok dominan (yang kuasa)
untuk mengontrol kelompok yang tidak dominan (dikuasai) dan memarjinalkan
mereka dengan menguasai dan mengontrol media. Media di sini dipandang sebagai
arena perang antar kelas. Ia adalah sarana diskusi publik, yang masing-masing
kelompok sosial tersebut saling bertarung, saling menyajikan perspektif
dengan cara memberikan pemaknaan terhadap suatu persoalan. Targetnya adalah
pandanganya dapat diterima oleh publik (Eriyanto, 2011:38).
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.5 Rancangan Peneltian
Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif kualitatif yang
beusaha untuk mendeskripsikan aspek kritis yang tercermin pada majalah Suara
Muhammadiyah edisi September 2015. Pada
umumnya penelitian deskriptif kualitatif adalah peneltian nonhipotesis,
penelitian dekskrtptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa
sekarang.Pelaksanaan metode peneltian deskriptif tidak terbatas pada tahap
penyampaian dan penyusunan data tetatpi meliputi analisis dan interprestasi
tentang arti data.
Denzim dan Lincoln
dalam Moleong (2013:5), menyatakan bahwa penelitian kualitatif penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilalukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian
kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia
sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kulitattif, mengadakan analisis
data secara induktif, mengarahkan penelitian pada dai-dasar, bersifat
deskriptif, lebih memetingkan proses dari pada hasil rancangan poenelitian yang
bersifat sementara dan hasik penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak,
peneliti dan subjek peneliti.
Dalam penulisan
proposal analisis wacana kritis majalah Suara Muahammadiayah edisi September
2015, peneliti mula-mula mengumpulkan data, data disusun dan selanjutnya
dianalisis kemudian peneliti mengiterpretasi kandungan kritis wacana-wacana
tersebut buntuk dapat ditarik kesimpulan.
3.6 Data dan Sumber Data
3.6.1 Data
Sesuai dengan sifat
penelitian kualitatif, data yang digunakan oleh peneliti berupa data kualitatif
yakni berupa teks-teks berita yang terdapat di dalam majalah Suara Muhammadiyah
edisi bulan September 2015
yang
terdisi dari dua majalah. Sumber data penelitian ini yaitu wacana berita yang
terdapat pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015 dengan skala
penerbitan yang diambil yaitu pada tanggal satu sampai dengan lima belas.
Dengan harapan data yang dikumpulkan harus benar-benar menjawab penelitian dan
tujuan penelitian. Berikut disajikan data yang akan diteliti oleh peneliti.
No.
|
Kolom
|
Jumlah
Berita
|
Topik
berita
|
Ket
|
1
|
Tajuk
|
1
|
Dari Muktamar Teladan
|
|
2
|
Sajian
Utama
|
1
|
Muktamar Teladan dan
Berkemajuan.
|
|
3
|
Kalam
|
1
|
Musywarah
Muhammadiyah
|
|
3.6.2 Sumber
Data
Adapum sumber data dalam penelitian ini
yaitu majalah Suara Muhammadiyah:
Judul
|
:
|
Muktamar Teladan dan Berkemajuan
|
Cover
|
:
|
Merah Campur
Kebiruan
|
Penerbit
|
:
|
GRAMASURYA
|
Tahun
|
:
|
2015
|
Edisi
|
:
|
No.17 TH Ke-100
|
Jumlah Hal
|
:
|
64
|
3.7 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu dokumentasi dan
telaah isi.
3.3.1 Metode
Dokumentasi
Dokumentasi adalah
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip,
majalah, agenda dan lainnya (Arikunto, 2013: 265). Dalam hal ini proses
dokumentasi diarahkan pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September
2015 dan wacana berita yang terdapat di dalamnya.
Melalui metode ini,
data-data yang termuat dalam majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015
dikumpulkan sebagai data untuk dapat dipergunakan sebagai bukti atau keterangan
dalam melakukan pengkajian, penelaahan atau selanjutnya data sudah terkumpul
dan teridentfikasi untuk dapat
dievaluasi.
3.3.2 Metode Telaah Isi
Metode telaah merupakan
metode pengumpulan data dengan mempelajari, menyelidiki, memeriksa isi dari
teks wacana berita yang terdapat dalam majalah Suara Muhammadiyah. Metode ini
digunakan untuk mendapatkan data tentang teks wacana, berita mana saja yang termasuk kedalam
kajian analisis wacana kritis.
3.8 Metode Analisis Data
Analisis data
kualitatif (Bogadan dan Biklen dalam Moleong, 2013: 248), menyatakan bahwa
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milah yang menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan yang dapat yang diceritakan kepada orang lain.
Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dekriptif kualitatif untuk menafsirkan
dan menjabarkan suatu objek dengan menggunakan kata-kata atau kalimat adalah
sebagai berikut,
(Arikunto, 2013: 278).
3.4.1.
Identifikasi
Tanda kenal diri, bukti
diri, penentu dan penetapan identitas sesorang, benda dan sebagainya dalam hal
ini, terlebih dahulu mengumpulkan data yang berkenaan dengan teori analisis
wacana kritis agar dapat ditetapkan dan diklasifikasi.
3.4.2.
Klasifikasi
Penggolongnan dan
pengelompokan, penyusunan berdasarkan sesuatu yang sesuai, setelah data
diidentifikasi langkah menggolongkan dan mengelompokkan data tersebut untuk
dapat interpretasi lebih mendalam yang berkenaan dengan unsur wacana kritis.
3.4.3.
Interpretasi
Tahap untuk membahas
setiap data pada setiap klasifikasi dengan merujuk pada konsep yang diberikan
oleh para ahli, dalam hal ini interpretasi diberikan langsung setelah kutipan
data dan setiap unsurnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Penelitian
Berikut ini akan disajikan analisis-analisis struktur wacana
kritis pada majalah Suara Muhammadiyah
dengan menggunakan Teori AWK yang dicetuskan oleh Van Dijk yang tercermin dari struktur makro, superstruktur dan
struktur mikro:
4.1.1.
Struktur
makro
a.
Data
struktur makro wacana kritis
No
|
Elemen
wacana
|
Kutipan Berita
|
|
Struktur makro (tematik)
a. Topik
|
Muktamar Teladan dan
Berkemajuan
|
b. Sub
topik
|
1.
Dari Muktamar Teladan
Paragraf 2 kalimat 4 :
Namun, dengan kegigihan seluruh pihak dan Pimpinan Pusat, Panitia
Pengarah, Panitia Pusat dan Panitia Pelaksana Wilayah Sulawesi selatan
(Sulsel) serta segenap komponen Persyarikatan akhirnya mampu mengantarkan
Muhammadiyah dan Aisyiyah pada Muktamar yang sukses dan menjadi uswah yang
baik.
Paragraf 3 kalimat 4 :
Boleh jadi disana-sini ada riak dan dinamika, namun tidak mengganggu
kelancaran Muktamar dan lebih sebagai bumbu dari kesuksesan forum
permusyawaratan tertinggi di Persyarikatan itu
2.
Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
Paragraf 10 kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah memang cenderung tertib dan rapi
sehingga menutup semua peluang yang berpotensi menghadirkan kegaduhan.
Paragraf 3 kalimat 2:
Musyawarah muhammadiyah berpedoman pada ajaran agama
islam dan dijalankan menurut ketentuan yang diatur oleh persyarikatan.
3.
Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 3, kalimat 2:
Musyawarah Muhammadiyah berpedoman pada ajaran agama
islam dan dijalankan menurut ketentuan yang diatur oleh Persyarikatan.
Paragraf 4, kalimat 3:
Kalau begitu, musyawarah bgaikan lebah yang
hidupnya berarti dan berisi, bermakna
dan berguna.
|
b.
Analisis
data struktur makro wacana kritis
Berdasarkan analisis struktur di atas, Suara
Muhammadiyah mengambil tema utama “Muktamar teladan dan berkemajuan”. Tema
utama diatas memaparkan informasi pembuka tentang dilaksanakannya kegiatan
Muktamar Persyarikatan Muhammadiyah yang ke-47 di Makassar pada tanggal 03-07
Agustus 2015. Untuk mendukung tema besar majalah Suara Muhammadiyah disajikan informasi-informasi pendukung dalam
bentuk teks berita yang disajikan lewat beberapa rubrik atau kolom berita
yakni, Tajuk, Sajian Utama, dan Kalam.
Namun, dengan kegigihan seluruh
pihak dan Pimpinan Pusat, Panitia Pengarah, Panitia Pusat dan Panitia Pelaksana
Wilayah Sulawesi selatan (Sulsel) serta segenap komponen Persyarikatan akhirnya...
Dalam mendukung tema utamanya Suara Muhammdiyah menempatkan subtopik pada topik berita “Dari
muktamar teladan” paragraf kedua kalimat keempat, yaitu memaparkan informasi
bahwa dibalik suksesnya penyelenggaraan kegiatan Muktamar di Makassar terdapat
peran dari elemen-elemen kepanitian yang bekerja secara terorganisir untuk
mempersipakan dan meyelenggarakan kegiatan itu seefektif mungkin. Elemen-elemen
yang kita maksudkan disini ialah kegigihan dari Pimpinan Pusat, Panitia
pengarah, hingga jajaran Kepanitian tingkat Pusat sampai lokal. Penggunaan kata
namun menunjukan adanya penampikkan
yang mencoba menjelaskan setiap kepanatian dengan kualitas kerja yang semakin
ditekankan lewat penggunan Frase gigih,
yang memiliki makna kesemangatan dan keuletan kerja katan gigih dipilih dan dianggap sebagai diksi yang tepat untuk
menggambarkan serta menekankan kesuksesakan Muktamar yang berbangding lurus
dengan kemampuan kerja kepanitian.
Berbagai pujian dan pengakuan
dari kalangan luar terhadap kesuksesan Muktamar ini terus mengalir.
Untuk mendukung subtopik diatas, penulis juga memberikan penjelasan lebih
lanjut sebagai penguat informasi agar kiranya subtopik yang ditampilkan pada
topik berita sebelumnya tidak menimbulkan persepsi dari pembaca berita bahwa
seakan-akan pada kesempatan itu teks berita dianggap sebagai bentuk pencitraan
belaka, maka pada paragraf kedua pada topik berita “Muktamar Teladan dan
Berkemajuan” dirubrik sajian utama dijelaskan bahwa pasca dan bahkan pada saat
perhelatan Muktamar berlangsung, terdapat banyak pujian dan pengakuan dari
kalangan luar terhadap kesuksesan Muktamar ini. Sehingga ini dianggap sebagai
teks berita yang memang diskenariokan untuk mendukung pernyataan yang pertama.
Pada paragraf ketujuh yang dalam redaksi bahasanya menenkankan bahwa
pelaksanaan kegiatan Muktamar kali ini memang layak untuk dicontohi. Teladan
dan berkemajuan adalah regulasi dari sebuah proses yang dijalankan ketika
perhelatan kegiatan Muktamar berjalan secara, artinya indikator teladan dan
berkemajuan akan lebih objektif jika dalan waktu yang bersamaan sedang berjalan
agenda yang sama oleh kelompok yang berbeda.
Pada paragraf ketujuh itu dijelaskan secara jelas bahwa dua hari sebelum
dibukanya agenda Muktamar Muhammadiyah, ada organisasi kemasyarakatan yang
berasaskan islam yang tengah menyelenggarakan agenda yang sama dan tidak
dijelaskan lebih lanjut tentang identitas organisasi yang dimaksud namun publik
pun pada umumnya tahu yakni Nahdlatul Ulama(NU), didalam informasi yang dimuat,
teks berita menjelaskan bagaimana perhelatan kegiatan Muktamar NU penuh dengan
kegaduhan, saling hujat dan saling fitnah meskipun tidak disebutkan secara
langsung yatiu subjek yang dimaksud. Hal ini menunjukan adanya upaya pencitraan
oleh majalah Suara Muhammadiyah
terhadap Persyarikatan Muhammadiyah dengan kata lain adanya ketidak netralan
dalam pemberitaan.
Paragraf keenam juga mendukung topik berita yaitu didasarkan pada
pernyataan Jusuf Kalla yang menyatakan bahwa Muktamar yang diadakan oleh Muhammadiyah
adalah Muktamar yang menghasilakan pimpinan yang sesuai sunnah rasul, kemudian
dalam pemahaman sederhana proses kepemimpinan Rasul pun dijadikan sebagai
sesuatu yang memang pantas untuk diteladani, selain itu subtopik berita juga
ditampilkan pada paragraf kelima, yang berusaha menjelaskan dilaksanakannya
kegiatan Muktamar tanpa ada tantangan dan kendala sehingga memungkinkan
Muktamar dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Muktamar Muhammadiyah memang cenderung tertib dan rapi
sehingga menutup semua peluang yang berpotensi menghadirkan kegaduhan. Semua
materi pokok Muktamar telah sampai kepada peserta Muktamar jauh hari sebelum
hari perhelatan
Disisi lain terdapat teks berita yang memang semakin mendukung asumsi
tersebut ketika redaksi teks berita pada paragraf sepuluh menguatkan bahwa
memang Muktamar yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah cenderung tertib dan
rapi. Sehingga alasan keteladan dan kemajuan pantas disematkan ketika proses
Muktamar dapat berjalan seefektif mungkin dalam suasana yang teduh, teratur dan
disiplin yang menunjukan bahwa Muhammadiyah telah matang dalam berdemokrasi
serta semuanya disandarkan ajaran Agama islam dan diatur dalam
ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam sistem persidangan Muhammadiyah.
Subtopik ditampilkan pada paragraf ketiga, disitu dijelaskan bahwa
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, yang menjadikan musyawarah sebagai dasar
pengambilan keputusan, dalam redaksi berita juga M. Muchlas Abror sebagai
penulis berita melampirkan daftar surah beserta ayat Al-qur’an sebagai landasan
teologis tentang Muktamar Muhammadiyah, dalam penjelasanya musywarah berasal
dari bahasa Arab, yakni berasal dari akar kata syawara mengandung arti mengeluarkan madu dari sarang lebah,
lazimnya madu yang kita pahami pada konteks kekinian bukan hanya sebatas
minuman yang memiliki rasa manis, tapi sesungguhnya madu adalah obat, artinya
proses kegiatan Musyawarah yang dipahami oleh penulis adalah, suatu forum untuk
menghasilkan keputusan-keputusan yang dianggap sebagai solusi untuk segera
ditangani dan tidak menjadi permasalahan dikemudian hari. Selanjutnya subtopik
juga dikerucutkan pada ajakan penulis kepada warga Muhammadiyah untuk memiliki
kesadaran beragama dan berorganisasi dengan selalu menghadiri Musyawarah
Muhammadiyah.
Muktamar
Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulillah berjalan lancar,
tertib, elegan dan bermartabat.
Topik dan subtopik ini didukung oleh uraian fakta sebagai penguat dari
informasi berita. Fakta pertama terdapat pada paragraf pertama yang meyebutkan
keberhasilan dijalankannya perhelatan Muktamar secara lancar, tertib dan aman
tanpa ada kegaduhan yang terjadi yang memungkinkan Muktamar berjalan teduh
selama kegiatan diagendakan. Selain dukungan di dunia nyata yang terjadi dan
tidak ditampilkan, juga semakin dikuatkan oleh pernyataan Jusuf Kalla yang
menyebutkan bahwa ini adalah Muktamar teladan yang patut dicontohi oleh
organisasi-organisasi lain.
Fakta selanjutnya terdapat pada paragraf kedua pada awalnya warga persy
arikatan merasa pesimis dengan kurannya syiar kegiatan Muktamar. Namun diluar
dugaan ternyata dalam proses publikasi kegiatan Muktamar Muhammadiyah isu yang
dibangun dan dikembangkan adalah isu yang positif dan luas karena dipaparkan
dalam teks berita bahwa sebelumnya publik menilai kegiatan Muktamar Muhammadiyah
kurang seksi dan menarik dibandingkan dengan kegiatan Muktamar yang lain.
Sementara pada paragraf pertama pada topik berita “Muktamar teladan dan
berkemajuan” berlangsung dengan meriah, karena agenda Muktamar dapat berjalan
lancar. Fakta yang lain juga ditampilkan pada paragraf kesembilan, menurut
sejarah pelaksanaanya Muktamar Muhammadiyah cenderung berjalan tertib dan rapi
karena elemen terkait sudah menyiapkan secara matang untuk permasalahan teknik
dan adminstrasi kegiatan sebelum hari perhelatan dimulai, serta fakta berupa
fasilitas pelengkap serta rangkaian kegitan Muktamar yang sudah betul-betul dipersiapkan.
4.1.2. Sturuktuk superstruktur
a. Data struktur superstruktur wacana kritis
No
|
Elemen Wacana
|
Kutipan Berita
|
2
|
Superstruktur
(skematik)
a. Summary
1. Judul
|
1. Dari Muktamar Teladan
2. Muktmar Teladan dan Berkemajuan
3. Musyawarah Muhammadiyah
|
2. Lead
|
-
|
|
b. Story
1. Situasi
|
1.
Dari Muktamar Teladan
Paragraf 1, kalimat 1 dan 3:
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulilllah
berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.
Paragraf 5 kalimat 1:
Setelah itu, tentu Muhamamadiyah dan Aisyiyah harus
melaju kencang selama lima tahun kedepan untuk melaksanakan
keputusan-keputusan Muktamar yang
sukses menuju kesuksesan gerakan islam ini mewujudkan visi dan misinya
2.
Muktamar Teladan dan Berkemajuan
Paragraf 1, kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah ke-47(3-7 Agustus 2015) yang baru lalu telah
berlangsung secara sukses dan meriah.
Paragraf 5 kalimat 3:
Mulai dari acara pembukaan yang meriah di Lapangan karebosi,
permusyawaratan yang bermartabat diberbagai ruang sidang di kampus UM
Makasar, bazzar yang heboh di Pelataran Museum Mandala, maupun agenda
pemilihan pimpinan yang baru.
3.
Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 1, kalimat 2:
Muktamar bermartabat yang berlangsung dalam keteduhan, keteraturan,
ketrtiban dan kedisiplinan itu menunjukan
kematangan Muhammadiyah dalam berdemokrasi.
Paragraf 7 kalimat
1:
Itulah sikap dan watak yang telah menghantarkan
Muhammadiyah tetap kompak, bersatu dan utuh.
|
|
2. Komentar
|
1.
Dari Muktamar Teladan.
Paragraf 1, kalimat 3-4
Publik
menyebutnya sebagai Muktamar teduh, yang bukan gaduh. Wakil presiden RI. Dr.
Muhammad Yusuf Kalla, bahkan
menyebutnya sebagai Muktamarnya sebagai Muktamar teladan yang patut dicontoh
oleh organisasi-organisasi lain.
2.
Muktamar teladan dan Berkemajuan”
Paragraf 2, kalimat 2:
Salah satu
pujian itu dinyatakan oleh (Mantan) Rais AM NU, KH Mustafa Bisri, yang
menyatakan di twitternya, “dari arena muktamar Nahdlatul Ulama (NU), dengan
tulus saya sampaikan hormat dan salut setinggi-tingginya kepada Muhammdiyah
dan Muktamarnya. Mabruk.”
Paragraf 8, kalimat 2:
Seorang pengamat dan peneliti islam dari luar negeri
yang sebelumnya hadir di Muktamar ormas yang lain dan kemuadian hadir di
Muktamar Muhammadiyah, seraya berkelakar menyatakan pesannya, ”serasa keluar dari neraka lalu
masuk ke surga. Minannar ila jannah”
3.
Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 6, kalimat 1:
Kita, anggota
dan Pimpinan persyarikatan yang memiliki kesadaran beragama dan berorganisasi
tentulah telah terlatih menghadiri Musyawarah Muhammadiyah.
|
b.
Analisis
data superstruktur
Topik teks berita diatas, didukung pula dengan proses penyajian informasi
berita yang skematik yaitu bagaimana
bagian dan urutan berita berita diskemakan dalam bentuk teks berita yang utuh.
Dari segi skematik (superstruktur) ini diawali dengan pemberiatan topik berita
sebagai gambaran awal tentang dilaksanakanya kegiatan Muktamar Muhammadiyah
ke-47 yang berlangsung di Makassar. Pemberian
topik adalah sebuah kegiatan yang mamang patut dan harus dikuti oleh
pihak manapun, baik dari sisi pelaksaan kegiatan maupun keputusan-keputusan
yang dihasilkan.
Muktamar
Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulilllah berjalan lancar,
tertib, elegan dan bermartabat.
Sebagai starategi urutan urutan berita, teks berita diawali dengan ucapan alhamdulillah atas kesuksesan
berjalannya Muktamar, dan pada paragraf ketiga meyinggung tentang
keputusan-keputusan yang dihasilkan yang selanjutnya keputusan-keputusan itu
akan ditindaklanjuti pada kegiatan-kegiatan musyawarah dimasing-masing tingkat
pimpinan, mulai dari tingkat wilayah sampai tingkat ranting dan diakhir teks
berita ditutup dengan pentingnya peran pimpinan persyarikatan Muhammadiyah
dalam menjalankan proses kepmemimpinan dan mewujudkan cita-cita besar lima
tahun kedepan.
Publik menyebutnya sebagai Muktamar teduh, yang bukan gaduh. Wakil presiden
RI. Dr. Muhammad Yusuf Kalla, bahkan
menyebutnya sebagai Muktamarnya sebagai Muktamar teladan yang patut dicontoh
oleh organisasi-organisasi lain.
Penulis juga menggambarkan suasana Muktamar dengan menuliskan pernyataan
Jusuf Kalla sebagai Opening Statement untuk mendukung “Dari Muktamar Teladan” sebagi
topik utama berita, dilirik lebih lanjut bahwa yang menyampaikan Pernyataan itu
adalah Wakil Presiden Indonesia yang semakin ditekankan bahwa itu adalah
penilaian yang jernih dan juga objektif. Karena pernyataan yang dikeluar tidak
hanya ditampilkan dari publik sebagai bentuk keumuman warga negara itndonesia
selaku penikmat informasi tetapi teks berita juga dikemas dengan menyertakan
pernyataan Yusuf Kalla, sehingga kesan yang ditampilkan adalah adanya persamaan
persepsi antara pemerintah dan warga negara dalam melihat keberhasilan
diselenggarakannya Muktamar Muhammadiyah
Dari segi skematik, diawali dengan pemberian tema dan topik yang sama, yang diangkat oleh
Pimpinan redaksi dan penulis
berita. Teks berita yang diberi judul “Muktamar Teladan dan berkemajuan”
memberi kesan bahwa Muktamar Muhammadiyah adalah Muktamar terbaik karena seakan
Muktamar yang diagendakan oleh organisasi yang lain tidak ada sesuatu hal yang
dapat diteladani dan terkesan kolot karena tidak maju.
Pada teks berita yang berjudul “Musyawarah Muhammadiyah”. Peberian judul
ini memberi kesan memperkenalkan tentang bagaimana Muhammadiyah bermusyawarah.
Sebagai strategi urutan berita, pada paragraf kesatu teks berita diawali dengan
kesuksesan Muktamar Muhammadiyah yang berlangsung di Makassar pada tanggal 3-7
Agustus 2015, kemudian dipaparkan pada paragraf kedua bahwa pelaksanaan
kegiatan Musyawarah diawali tingkatn pusat sampai dengan tingkat ranting, yang
diagendakan secara berurutan dan tidak tumpang tindih. Penulis juga berusaha
untuk menampilkan tentang hakikat dasar Musyawarah lewat paragraf keempat
sampai lima, sebagai pendukung urutan penceritaan.
Salah satu pujian itu dinyatakan oleh (Mantan) Rais AM NU, KH Mustafa
Bisri, yang menyatakan di twitternya, “dari arena muktamar Nahdlatul Ulama (NU),
dengan tulus saya sampaikan hormat dan salut setinggi-tingginya kepada
Muhammdiyah dan Muktamarnya. Mabruk.”
Sebagai strategi pemaparan informasi, pada paragaraf satu langsung
dinyatakan bahwa Muktamar yang diselenggarakan pada tanggal (3-7 Agustus 2015)
berjalan sukses dan meriah, dengan memuat komentar dari salah satu tokoh NU
dengan memberikan penghormatan dan salut yang setinggi-tingginya,
mengidikasikan untuk memperkuat pernyataan pada paragraf pertama dan baru
dipaparkan alasan-alasan mengapa bisa sukses dan meriah pada paragraf kelima
tentang acara pembukaanya yang diadakan dilapangan karebosi, tempat persidangan
yang nyaman di UM. Makassar serta bazzar yang heboh di Musem Mandala.
Seorang pengamat dan peneliti islam dari luar negeri yang
sebelumnya hadir di Muktamar ormas yang lain dan kemuadian hadir di Muktamar
Muhammadiyah, seraya berkelakar menyatakan pesannya, ”serasa keluar dari neraka lalu
masuk ke surga. Minannar ila jannah”
Selain itu untuk meyakinkan pembaca juga, selain memuat komentar dari KH.
Mustafa Bisri, penulis berita juga memuat pernyataan yang disampaikan oleh
seorang peneliti dan pengamat islam dari luar negri yang memberikan komentarnya
tentang keberlangsungan Muktamar NU dan Muhammadiyah yang dalam suasananya
sangatlah jauh berbeda, suasana NU yang gaduh, saling fitnah dan menghujat
dianggap sebagai neraka oleh pengamat
yang sekalipun penggunaan kata neraka
tidak digunakan secara langsung tetapi menggunakan kosa kata bahasa arab yaitu nar. Sementara suasana Muktamar
Muhammadiayah berjalan dengan teduhnya tanpa ada embel-embel untuk saling
menghujat, yang digambarkan layaknya surga
atau jannah.
4.1.3.
Strukrtur
mikro
a.
Data
struktur mikro wacana kritis
No
|
Elemen
wacana
|
Kutipan Berita
|
|
Struktur
mikro
a. Semantik
1. Latar
|
1.
Dari Muktamar Teladan
Paragraf 1 kaliat 1:
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulillah
berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.
2.
Muktamar Teladan dan Berkemajuan
Paragraf 4, kalimat 1:
Tentu saja, pengakuan wakil Presiden Republik Indonesia(RI) ini bukan
karena Muktamar ini diselenggarakan di kota Makassar yang merupakan kampung
kelahiran Jisuf Kalla, namun karena memang Muktamar Muhammadiyah kali ini
memang layak dicontoh.
Paragraf 5 kalimat 3:
Mulai dari acara pembukaan yang meriah di Lapangan
Karebosi, permusyawaratan yang bermartabat diberbagai ruang sidang di kampus
UM Makasar, bazzar yang heboh di pelataran Museum Mandala, maupun agenda
pemilihan pimpinan yang baru
3. Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 1, kalimat 2:
Muktamar bermartabat yang berlangsung dalam keteduhan, keteraturan,
ketrtiban dan kedisiplinan itu
menunjukan kematangan Muhammadiyah dalam berdemokrasi.
|
2. Detail
panjang
|
1. Dari Muktamar Teladan
Paragraf 4 kalimat 1:
Kini pasca Muktamar tentu akan terselenggara Musyawarah
Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang Dan Musyawarah Ranting secara
bertahap dan berkelanjutan.
2.
Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
-
3. Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 4 kalimat 1:
Musyawarah dari bahasa arab yang berasal dari kata syawara yang mengandung arti mengeluarkan madu dari sarang lebah.
|
|
3. Detail
pendek
|
1.
Dari Muktamar Teladan
-
2. Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
paragraf 7, kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah kali ini semakin layak untuk
dicontoh apabila dibandingkan dengan muktamar ormas lain yang dibuka oleh
presiden RI.
Paragraf 7 kalimat 2:
Keteladanan yang baik dari Muktamar ke-47 itu hendaknya
terus berlanjut pada musyawarah Muhammadiyah secara bertingkat, sejak dari
tingkat wilayah sampai dengan ranting.
3.
Musywarah Muhammadiyah
|
|
4. Maksud
|
1. Dari Muktamar Teladan
Paragraf 3 kalimat 3:
Selebihnya karena Muhammadiyah memiliki sistem
penyelenggaraan muktamar, termasuk sistem pemilihan pimpinan yang mapan
sehingga tidak mudah dipermainkan oleh siapapun.
2. Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
Paragraf 7, kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah kali ini semakin layak untuk
dicontoh apabila dibandingkan dengan Muktamar ormas lain yang dibuka oleh
presiden RI.
3. Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 7 kalimat 1
Itulah sikap dan watak yang telah menghantarkan
Muhammadiyah tetap Kompak, bersatu dan utuh.
|
|
b. Sintaksis
1. Bentuk
kalimat
|
1. Dari Muktamar Teladan”
Teks berita berjumlah
22 kalimat .
-
Kalimat Aktif berjumlah 16 kalimat
Contoh kalimat:
Paragraf 1, kalimat 1 dan 3:
Muktamar Muhammadiyah dan
Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulilllah berjalan lancar, tertib, elegan dan
bermartabat.
Paragraf 1 kalimat 3:
Publik menyebut
sebagai muktamar teduh, bukan gaduh.
-
Kalimat pasif berjumlah 6
Contoh kalimat:
Paragraf 3, kalimat 4:
Boleh jadi disana-sini ada riak dan dinamika, namun
tidak mengganggu kelancara Muktamar dan lebih sebagai bumbu dari kesuksesan
forum permusyawaratan tertinggi di Persyarikatan itu.
2. Muktamar teladan dan berkemajuan
Teks berita
berjumlah 24 kalimat .
-
Kalimat Aktif berjumlah 18
Contoh kalimat:
Paragraf 7 kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah kali ini memang semakin layak untuk dicontoh
apabila diperbandingkan dengan Muktamar ormas Islam lain yang juka dibuka
oleh Presiden RI dua hari lebih awal dari Muktamar Muhammadiyah.
Paragraf 6 kalimat 1:
Muktamar kali ini oleh Jusuf Kalla juga disebut sebagai muktamar yang
menghasilkan pimpinan yang sesuai “sunnah rasul”.
Paragraf 5 kalimat 1 dan 3
Semua agenda Muktamar dapat terselenggra tertib, rapi, teduh dan sukses
semua berjalan lancar.
-
Kalimat pasif berjumlah 8
Contoh kalimat:
3. Muktamar Muhammadiyah
Teks berita
berjumlah 37 kalimat .
-
Kalimat Aktif berjumlah 23
Contoh kalimat:
Paragraf 1, kalimat 4:
Muktamar adalah permusyawaratan
tertinggi dalam Muhammadiyah, yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali.
Paragraf 2, kalimat 3:
Musyawarah Muhammadiyah
adalah permusywaratan tertinggi dimasing-masing tingkat.
Paragraf 3, kalimat 2:
Musyawarah Muhammadiyah berpedoman pada ajaran agama
islam dan dijalankan menurut ketentuan yang diatur oleh persyarikatan.
-
Kalimat pasif berjumlah 14
Contoh kalimat
Paragraf 4 kalimat 1:
Musywarah dari bahasa arab yang berasal dari kata syawara yang mengandung arti mengeluarkan madu dari sarang lebah.
Paragraf 3 kalimat 1,
Muhammadiyah sebagai gerakan islam, menjadikan musyawarah sebagai dasar
dalam mengambil keputusan dan menetukan tindakan (Qs Ali Imran[3]:159 dan Qs
Asy-Syura[42]:38.)
|
|
2. Koherensi
pengingkaran
|
1. Dari Muktamar Teladan
Paragraf 2, kalimat 1 dan 2:
Pemberitaan atau pebulikasi Muktamar
pun di luar perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini terbesit bahwa terbesit
rasa was-was kalau Muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.
2. Muktamar Teladan dan Berkemajuan
-
3.
Muktamar Muhammadiyah
Paragraf 4 kalimat 2-3:
Arti itu kemudian berkembang. Tetapi
tidak terlepas dari makna
dasarnya.
Paragraf 5 kalimat 5:
Sehingga musyawarah tidak liar, tetapi lancar dan berjalan di jalan yang benar.
|
|
3. Kata
ganti
|
1. Dari Muktamar Teladan
Kata ganti orang ketiga(nama)
2.
Muktamar Teladan dan Berkemajuan
Kata ganti orang ketiga(nama)
3.
Muktamar Muhammadiyah
Kata ganti orang pertama jamak dan orang ketiga(nama)
|
|
c. Stilistika
Leksikon
|
1.
Dari muktamar teladan
-
Jernih,
-
Seksi
-
Modal
-
Melaju kencang
-
Gerakan pencerahan
2.
Muktamar teladan dan berkemajuan
-
Terus mengalir
-
Pertarungan ambisi
-
Pandangan
3.
Musyawarah Muhamadiyah.
-
Kematangan
-
Gerakan
-
Mewarnai
|
|
d. Retoris
1. Grafis
|
Pada berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuan”
Ditampilkan Gambar Human
Vektor Hitam dengan latar diagram batang berserta persentasenya.
|
|
2. Metafora
|
Ukuran huruf judul berita yang lebih besar
|
b.
Analisis
datastruktur mikro wacana kritis.
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar
alhamdulillah berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.
Pada tingkat mikro, teks berita diawali dengan ungkapan rasa syukur pada
paragraf pertama di topik“Dari Muktamar Teladan” bahwa semua dapat berjalan
dengan baik tidak terlepas dari karunia dan berkah Allah, ini menunjukan bentuk
keumuman karena loginya setiap hasil yang didapatkan, entahkan dia bernilai
baik dan buruk tetap harus disukuri. Akan tetapi unngkapan rasa syukur dalam
teks berita ini mengarah pada keberhasilan ketika informasi-informasi
selanjutnya menggambarkan tentang kinerja kepanitiaan dalam menyukseskan agenda
Muktamar yang dibarengi dengan usaha yang bersungguh-sunguh oleh elemen manapun
dan itu dipaparkan secara detail pada paragaraf kedua tentang elemen-elemen
penting dibalik suksesnya kegiatan Muktamar ini.
Sementara pada tingkat mikro topik berita “Muktamar Teladan dan
Berkemajuan”, teks ini menginformasikan yang dasarkan atas pengakuan Jusuf
Kalla dengan kegiatan Muktamar yang dilakukan di Makassar dengan detail yang
menjelaskan setelah pengakuan Jusuf Kalla dipaparkan pada paragraf sebelumnya
dan ditekankan pada paragraf ketujuh dengan mebandingkan antara Muktamar
Muhammadiyah dan NU.
Namun, dengan
kegigihan seluruh pihak dan pimpinan pusat, panitia pengarah, panitia pusat dan
panitia pelaksana wilayah Sulsel serta segenap komponen persyarikatan akhirnya
mampu mengantarkan Muhammadiyah dan Aisyiyah pada Muktamar yang sukses dan
menjadi uswah yang baik.
Detail panjang yang ditampilkan dalam pemberitaan memberikan kesan positif
berlangsungnya Muktamar Muhammadiyah dengan bertumpu pada hasil akhir kegiatan
Muktamar Muhammadiyah yang berketeladanan dan berkemajuan digambarkan pada
paragraf kedua teks berita “Dari Muktamar Teladan” tetang peran kepanitian yang
menghantarkan Muktamar menjadi sukses dan uswah yang baik kedepannya, sementara
pada teks berita yang berjudul ”Muktamar teladan dan Berkemajuan kesan positif
yang dapat mendukung tema utamanya yaitu dilampirkannya juga pernyataan KH.
Mustafa Bisri atas kesalitannya melihat pelaksanaan kegiatan Muktamar berjalan
secara kondusifnya. Dan pada topik berita “”Musyawarah Muhammadiyah” dikutipnya
akar dasar kata Musyawarah dengan menjelaskan makna secara garis besar yang
bermakna obat, maka paling tidak itu dapat mewakili bahwa Muktamar Muhammadiyah
akan menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat serta strategis
kedepannya.
Muktamar Muhammadiyah kali ini semakin layak untuk
dicontoh apabila dibandingkan dengan muktamar ormas lain yang dibuka oleh
presiden RI.
Detail pendek ditampilkan pada
paragraf ketujuh ketika hanya menyebutkan ormas Islam tetapi tidak langsung
ditujukan kepada objek yang dimaksudkan dan seakan-akan memberikan stigma
negatif bahwa hanya Muktamar Muhammadiyah yang dapat dicontohi manakala
pelaksanaan agenda yang sama oleh organisasi yang lain berjalan tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan sementara disisi lain dalam redaksi teks berita
diikutsertakan informasi pendukung bahwa yang membuka agenda itu adalah
Presiden RI secara langsung. Selain itu
pada paragraf ketujuh pada teks berita “Musyawarah Muhammadiyah” disebutkan
bahwa keteladanan yang baik dari kegiatan Muktamar yang berlangsung di Makassar
dapat di teladani oleh tingkatan musyawarah dibawahnya, secara tidak langsung
juga ini memberikan kesan negatif bahwa hanya Musyarawah tinglat nasionallah
yang baik pelaksanaannya, sementara hal-hal yang seperti itu bersifat relatif
karena tingkatan Musyawarah adalah bukanlah tolok ukur yang dikatakan dapat
diteladani atau berkemajuan melainkan sejauh mana pelaksanaan itu tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi itu
sendiri.
Selebihnya karena Muhammadiyah memiliki sistem penyelenggaraan muktamar,
termasuk sistem pemilihan pimpinan yang mapan sehingga tidak mudah dipermainkan
oleh siapapun.
Maksud dari Muktamar teladan dan berkemajuan secara tidak langsung
dijelaskan pada paragraf 3 teks berita “Dari Muktamar Teladan” ketika berbicara
masalah sistem penyelenggaraan Muktamar
berjalan lancar mengindikasikan bahwa terdapat kemajuan dalam hal
pelaksanaan kegiatan serta kemajuan yang dimaksudkan juga dapat ditafsirkan
dengan adanya keputusan-keputusan yang bersifat pembaruan dari pelaksanaan
kegiatan ini. Sementara dari sisi
keteladan Muktamar Muhammadiyah dijelaskan pada topik berita “Muktamar Teladan
dan Berkemajuan” bahwa kelayakan Muktamar Muhammadiyah dapat disinkronkan
dengan penyelenggaraan kegiatan Muktamar yang tidak gaduh, tidak saling hujat
dan bahkan tidak saling fitnah satu sama lain mengindikasikan inilah yang dapat
dicontohi sebagaimana dijelaskan dalam paragraf ketujuh ini.
Selain itu, tema utama yakni “Muktamar teladan dan berkemajuan”, dapat
diklasifikasikan, jika dilihat dari
faktor keteladanan, Pada topik berita kedua tepatnya pada paragraf kelima,
dipaparkan dalam pelaksanaan kegiatan Muktamar yang secara keseluruhan
terselenggara secara rapi dan lancar tanpa ada kendala dan diperkuat pada
paragraf ketujuh dengan membandingkan pelaksanaan kegiatan yang sama yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama,
yang penuh dengan kegaduhan dengan memaparkan informasi-informasi yang
menunjukan bahwa penyelenggaran kegiatan itu banyak terdapat hal-hal yang tidak
diinginkan tapi nyatanya tetap terjadi. Sementara dari faktor kemajuan
dipaparkan pada topik berita “Dari Muktamar Teladan” pada paragraf ketiga yang
menjelaskan bahwa sistem penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah miliki kemapanan
dalam penyelenggeraan yang diperkuat dengan pernyataan pelaksanaan kegiatan
Muktamar Muhammadiyah yang cenderung tertib dan rapi dan hal itu juga tidak
terlepas dari kematangan warga Muhamadiayah dalam berdemokrasi.
Terdapat bentuk nominalisasi atau kata kunci yaitu keteladan dan kemajuan
dan untuk memahami arti hal ini terdapat pada paragraf kedua pada topik berita
“Dari Muktamar Teladan” dalam
persiapannya semua komponen-komponen kepanitian yang bekerja semaksimal mungkin
dari pimpinan pusat hingga panitia lokal sebagai pelaksana kegiatan serta
penengasan pada paragraf keenam tetang peran
pimpinan Muhammadiyah dalam mengemban amanah persyarikatan. Komentar KH.
Mustafa Bisri tentang kesalutannya terhadap Muhammadiyah, dapat dijadikan
sebagai kunci adanya keselarasan antara tema dan isi berita itu sendiri serta
penyelenggaraan dititik kegiatan serperti di ruang sidangnya yang nyaman, hingga bazzar sebagai agenda pendukung yang
heboh sebagaimana yang dijelaskan dalam topik berita “Muktamar Teladan Dan
Berkemajuan”
Pada tingkat mikro, teks berita mengisahkan perhelatan kegiatan Muktamar
yang dipaparkan mulai dari waktu pelaksananya sampai dengan keberhasilannya,
disitu dijelaskan rangkaian kegiatan Musyawarah dari tingkat pusat sampai
tingkat ranting dan menekankan tidak adanya musyawarah yang saling mendahului
dan harus berurutan. Hal ini tentu semuanya sudah diatur oleh pedoman yang
dimiliki dan dijalankan menurut ketentuan persyarikatn sebagaimana dijelaskan
pada paragraf ketiga. Untuk mendukung kegiatan Musyawarah penulis mengingatkan
bahwa dapat dijalankan bersama orang lain, karena masing individu memiliki hak
yang sama, dan ada penekanan pada paragraf keenam bahwa setiap warga
Muhammadiyah telah telatih dalam mengikuti kegiatan Musyawarah.
Dari segi sintaksis, teks berita banyak menggunakan kalimat aktif ketimbang
kalimat pasif, ini menunjukan bahwa Suara
Muhammadiyah lebih banyak menampilkan subjektif ketimbang objektif . tentu
penggunaan kalimat-kalimat seperti ini akan mempengaruhi pembaca kedepannya,
karena hampir dalam semua topik berita majalah Suara Muhammadiyah hal yang
paling utama disoroti ialah bagaimana perhelatan kegian Musayarah Muhammadiyah
dari acara pembukaan hingga keputusan-keputusan yang dihasilkan pada saat
berlangsung kegiatan Muktamar itu sendiri. Sementara bentuk kalimat pasifnya,
hanya sekedar melengkapi informasi dan menjelaskan secara proporsional kenapa
kegiatan muktamar dapat berjalan sebagaimana apa yang diharapkan.
Pemberitaan atau
pebulikasi Muktamar pun di luar
perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini terbesit bahwa terbesit rasa was-was kalau Muktamar
tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.
Pada teks berita “Dari Muktamar Teladan” terdapat kohesi pengingkaran yaitu
pada paragraf kedua kalimat kesatu dan kedua, “Pemberitaan atau pebulikasi
muktamar pun di luar perkiraan, sungguh
positif dan luas. Padahal, sebelum ini bahwa terbesit rasa
was-was kalau muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.” Dalam
pernyatan tersebut terdapat dua anggapan yang berbeda. Pernyataan yang pertama
berusaha menjelaskan syiar Muktamar yang luas yang pada awalnya tidak asumsikan
semeriah itu yang berkaitan dengan syiarnya. Dalam kalimat diatas pengingkaran
dengan kata padahal memberi kesan
bahwa penulis tidak menyangka, bahwa dalam pelaksanaan kegiatan Muktamar tidak
akan semeriah itu.
Bentuk kohesi pengingkaran juga terdapat pada topik yang berita musyawarah
muhammadiyah Terdapat dua kohesi pengingkaran yakni pada paragraf keempat dan
paragraf kelima, dalam teks berita diatas pengingkaran dengan kata tetapi memberi kesan penambahan atau
penegasan bahwa musyawarah Muhammadiyah sekalipun berkembang tetapi tetap
memiliki nilai dasar, serta musyawarah tidak liar melainkan lancar.
Kata ganti yang digunakan dalam dalam teks berita diatas sebagaian besar
menggunakan kata memakai nama agenda kegiatan yakni “Muktamar”. Baik
disampaikan dalam bentuk pernyataan
secara langsung dari teks berita maupun lewat komentar oleh Jusuf Kalla, hal
ini mengesankan bahwa komentar yang dikeluarkan adalah komentar bersifat
representatif warga negara Indonesia, selain itu juga dengan menggunakan
pangkatnya sebagai Wakil Presiden mengesankan
sebagai langkah legitimasi untuk menguatkan redaksi teks berita.
Dalam teks berita juga terdapat diksi sebagai bentuk leksikon yang memiliki
kesan berbeda dengan maksud pemberitaan, yakni pada paragraf pertama terdapat
kata elegan dan seksi pada paragraf kedua, Yang dimaksudkan disini adalah bukan
sesuatu yang diidentikan dengan bentuk fisik melainkan kelancaran dalam sebuah
proses. Selain itu teduh yang
dmaksudkan pada paragraf ketiga bukanlah teduh
seperti halnya kita berteduh dibawah rindangnya pohon melainkan keteduhan tanpa
ada perseturuan pendapat dalam proses persidangan yang berlangsung. Kata modal yang terdapat didalam teks berita
juga memberi makna bahwa Muhammadiyah memiliki sumber daya yang mumpuni dalam
melanjutkan kiprahnya dan modal yang
dimakdsukan tidak mengarah pada uang atau
barang berharga lainya sebagai jaminan untuk membuka usaha.
Melaju kencang dimaksudkan sebagai bentuk progresifitas gerakan yang
dilakukan oleh Muhammadiyah dan tidak dimaksudkan seperti melajunya
kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Selanjutnya pencerahan yang dimaksudkan disini ialah pemberian pemahaman sebagai
bentuk tanggungjawab organisasi ditengah kejumudan cara berpikir masyarakat
secara umum, bukan pencerahan yang
dimaksudkan sebagaimana lampu-lampu itu berfungsi untuk menerangi ruangan atau
taman-taman .Pada topik berika yaang kedua terdapat frasa pujian mengalir yang memiliki arti pergerakan air yang
terus berlanjut dari daerah yang tinggi menuju daerah yang rendah, tetapi
disini bermakna bahwa pujian yang
disampaikan oleh berbagai pihak atas kesuksesan dilaksanakannya agenda Muktamar
terus berdatangan, dan salalu menjadi bahan pembicaraan baik oleh orang-orang
berkelas sosial tinggi maupun rendah.
Pertarungan ambisi, bukan
berarti perkelahian secara fisik tetapi melainkan perseteruan keinginan dan
hasrat yang besar tapi tidak ditampakkan Selenjutnya Terdapat beberapa diksi
untuk menghasilkan kesan lebih pada teks berita “Musyawarah Muhammadiyah”,
yakni pengunaan kata gerakan pada paragraf ketiga, bukan
berarti gerakan seperti halnya fisik
tetapi melainkan adanya aktifitas organisasi yang mengarahkan semuanya pada
perubahan, selain itu terdapat juga pada paragraf kelima yang disebutkan
mengemukakan pendapat dan pandangan, pandangan
yang dimaksudkan tentunya bukanlah sesuatu hal yang diindentikkan dengan mata
tetapi pandangan berkenaan dengan
cara kita melihat masalah. Serta kematangan
yang dimasudkan ialah kedewasaan
dalam bertindak dan berpikir, bukan seperti halnya buah-buahan yang sudah ranum
dan matang yang siap untuk disajikan.
Dalam mendukung teks berita, penulis memakai gambar Human Vektor dengan background
grafik batang sebagai bentuk
ilustrasi meskipun hanya pada topik berita “Muktamar Teladan
dan Berkemajuan”. serta ukuran font
topik yang besar dan dicetak tebal dab berukuran besar, hal ini mengimplikasikan ideologi media
untuk mempengaruhi pandangan umum dengan menonjolkan kebaikan dan keberhasilan
dari Muktamar Muhammadiyah.
4.2. Pembahasan
Pada teks berita wacana kritis pada majalah suara Muhammadiyah
menggambarkan suasana perhelatan kegiatan Muktamar Muhammadiyah yang
berlangsung tertib, mulai dibukannya acara sampai berakhirnya kegiatan Muktamar
diagendakan.
Publik menyebutnya sebagai Mu ktamar yang teduh bukan yang gaduh.
Pada petikan teks berita “Dari Muktamar Teladan” diatas, menjelaskan adanya penilaian dari
masyarakat sebagai bentuk representasi dari warga negara Republik
indonesia yang menilai bahwa
pekleksanaan kegiatan Muktamar yang diselenggarakan oleh persyarikatan
Muhammadiayah adalah agenda yang berjalan sebagaimana dengan apa yang
diharapkan. Penggunaan kata publik
pun dapat ditafsirkan bahwa sebagain besar masyarakat indonesia seakan-akan
memiliki persepsi yang sama atas agenda ini.
“Wakil presiden
RI, Dr. Muhammad Jusuf Kalla, bahkan menyebutkan sebagai Muktamar teladan yang
patut dicontoh oleh organisasi-organisasi lain.”
Untuk menguatkan pernyataan publik, didalam teks berita terdapat pula
pernyataan wakil presiden Republik Indonesia yang menyatakan bahwa agenda Muktamar yang diagendakan oleh
Muhammadiyah adalah agenda yang dapat diteladani dalam hal pelaksaannya, lebih lengkapnya
lebih lengkapnya juga agenda ini adalah agenda yang harus diteladani oleh
organisasi-oraganisasi lain, sehingga dalam teks berita bahwa organisasi ini
merupakan organisasi papan atas yang dapat dijadikan rujukan dalam hal
pelaksanaan kegiatan yang seperti ini.
Selain itu, gambaran umum pada teks berita yang ini memaparkan bahwa
penilaian secara langsung dari warga negara Indonesia dan Dr. Yusuf Kalla
sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia menekakkan bahwa adannya persamaan
persepsi antara pemerintah dan warga negara dalam melihat dan menilai agenda
Muktamar Persayarikatn Muhammadiyah adalah agenda yang dapat dijadikan agenda
teladan, khususnya dalam Muktamar-muktamar atau agenda setingkat lainnya.
“Tentu saja, pengakuan Presiden RI ini bukan
karena Muktamar kali ini diselenggarakan di kota Makassar yang merupakan
kampong halaman Yusuf Kalla, namun karena memang Muktamar Muhammadiyah kali ini
memang layak di contoh”
Jika kita perhatikan teks berita diatas pada topik berita
“Muktamar Teladan dan Berkemajuan” hal yang sama masih diulas, ini menggabarkan
bahwa majalah Suara Muhammadiyah dalam ini, menjadikan keberhasilan agenda Muktamar
Muhammadiyah sebagai topik pembicaraan utama dalam edisi September ini, karena
teks berita tersebut betul-betul diarahkan untuk mendukung tema utama yakni
“Muktamar teladan dan berkemajuan”.
Sehingga pada paragraf 9, terdapat radaksi yang
menguatkan bahwa muktamar muhammadiyah, dalam sejarah Muktamarnya tetap
berjalan rapi dan kondusif selama pelaksanaanya, sehingga keteladana dan
kemajuan pantas untuk disematkan pada persyarikatan Muhammadiyah.
Gambaran Struktur makro pada majalah Suara Muhammadiyah menggambarkan
keumuman informasi yang hendak disampaikan oleh penulis maka selanjutnya
informasi itu diuraikan atau jabarkan pada bagian Superstruktur pada majalah
Suara Muhammadiyah, pada bagian ino berita diskemakan dalam dalam 3 topik
berita utama. Dalam pemberitaannya pun majalah suara Muhammadiyah menggambarkan keberhasilan Muktamar yang
diselenggarakan pada tanggal 03-07 Agustus 2015 di Makkasar.
“Keberhasil an Muktamar yang teduh dan menghasilkan keputusan-keputusan yang
memuaskan itu tentu tidak lepas dari karunia dan berkah Allah...”
Pada topik berita “Dari Muktamar Teladan” fokus pembicaraannya diarahkan
pada penyelenggaraan Muktamar yang telah usai dilaksanakan dengan menhasilkan
keputusan yang diarahkan untuk dijalankan selama lima tahun kedepan dalam rang mewujudkan kesuksesan gerakan
islam berserta visi dan misinya.
“Selamat
bekerja dan berkhidmat untuk 5 tahun kedepan.”
Pada kutipan diatas berisi ucapan selamat untuk para pemangku-pemangku
kebijakan dalam menlankan amanah kepemimpinan, oleh karena halini menunjukan
bahwa perhelatan kegiata muktmar telah usai dilaksanakan oleh Persyarikatan
Muhmamadiyah beberapa waktu yang lalu.
Pada topik berita “Muktamar Teladan dan berkemajuan” secara garis besar
menggambarkan pelaksanaan kegiatan Muktamar
yang selenggarakan oleh persyarikatan Muhammadiyah berlangsung secara
teduh tanpa ada kegaduhan yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan ini berjalan
kondusif.
“Seorang pengamat dan peneliti islam dari luar
negeri yang sebelumnya hadir di Muktamar ormas yang lain dan kemudian hadir di
muktamar Muhammadiyah, seraya berkekalar menyatakan kesannya, “serasa keluar
dari neraka lalu masuk ke surga. Minannar ila jannah”.
Komentar yang disampaikan oleh Pengamat islam dari luar negeri diatas
menunjukan bahwa, pengamat diatas sedang berada langsung di tempat pelaksanaan
kegiatan Muktamar Muhammadiyah di Makassar yang ini ditunjukkan pada
pernyataanya,
“serasa
keluar dari neraka lalu masuk ke surga. Minannar ila jannah”.
Disini terdapat upaya perbandingan yang dialukan oleh Pengamat itu, dengan
membandingkan perhelatan kegiatan muktamar yang di agendakan oleh Nahdlatul
Ulama, berjalan dalam suasana Yng gaduk, saling hujat dan daling memfitnah satu
sama lain, berbeda dengan suasana Muktamar Muhammadiyah yang tatap teduh dan
tidak ada kegaduhan selama kegiatan itu, oleh karenanya pantaslha peneliti itu
mengatakan bahwa Muktamar Muhammadiyah serasa masuk surga. Selanjutnya majalah
Suara Muhammadiyah menggambarkan suasa pelaksanaan kegiatan Muktamar sebagaimana
yang terdapat pada kutipa berita berkut,
“Mulai dari acara pembukaan yang meriah di Lapangan
Karebosi, permusyawaratan yang bermartabat diberbagai ruang sidang yang nyaman
UM Makassar, Bazaar yang heboh di pelataran Museum Mandala, maupun agenda
pemilihan pimpin baru. Semua berjalan dengan lancar tanpa halangan.”
Secara jelas dalam pelaksaan kegiatan Muktamar Muhammadiyah dalam teks
diatas berjalan sesui dengan keinginan pihak penyelenggara pada kesempatan itu,
hal ini menunjukkan ada persiapan pelaksaan kegiatan yang sudah mata sehingg
rangkaian agenda yang disiapkan selama Muktamar dapat berjalan lancar tanpa ada
tantangan dan hambatan. Hal ini memungkinkan Muktamar tidak dapat berjalan
sebagai mana yang diharapkan. Tentu penggmbaran suasana pada topik berita ini
sepadan dengan superstruktur yang mengarahkan bagaimana situasi yang
digambarkan dalam berita.
Selanjutnya pada topik berita “Musyawarah Muhammadiyah” dipaparkan
alasan-alasan mengapa pelaksanaan kegiatan muktamar yang diagendakan oleh
muhammadiyah pada kesepmtan itu dapat berjalan lancar sehingga menhasilkan keputusan-keputusan yang
bersifat final, ytang dijadikan sebagai keputusan bersama untuk dijalankan selama
lima tahun kedepan.
“Muhammadiyah, sebagai gerakan islam,
menjadikan Musyawarah sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan
tindakan (Qs. Ali Imran[3]: 159 dan Qs Asy-Syur[42 :] : 38). Musyawarah
Muhammadiayah berpedoman pada ajaran islam dijalankan menurut ketentuan yang
diatur persyariakatan”
Kutipan diatas dapat dijadikan sebagai alasan mengapa dalam pelaksaan
kegiatan muktmar dijalankan oleh muhammadiyah berjalan teduh tanpa ada kendala,
karena sebagaimana yang termuat dalam redaksi tek berita diatas bahwa
muhammadiyah menekankan bahwa muhamadiyah adalah oranisasi islam yang tetat
menjadikan al-quran sebagai landasan hidup dan perjuangan dan bahkan dijadikan
sebagai acuan dalam mengambil keputusan-keputusan yang seperti ini. Selanjutnya
ini juga menggambarkan bagaimana kader-kader muhammadiyah tetap taat pada
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi untuk tetatp dijalankan
dalam agenda apapun.
Artinya bentuk skemati berita pada majalah suara muhammadiyah digambarkan
mulai dengan kesukesan pelaksaan kegiatan mukatamar pada topik berita “Dari
Muktamar teladan”, selanjutnya suansana muktmar digambarkan pada topik berita
“Muktamar Teladan dan Berkemajuna” dan alasan-alasan lain kenapa Musywarah
Muhammadiyah dapat berjalan secara teduh dijelaskan pada topi berita
“Musyawarah Muhammadiyah”.
Selanjutnya di dalam bagian struktur makro dan superstruktur berita
terdapat elemen-elemen wacana pada sruktur mikro sebagai bentuk rangkaian untuk
memberikan penekanan, dan di dalam teks berita pada majalah Suara Muhammadiyah terdapat
struktur mikro sebagai bagaian dari teks berita yang tidak dpat dipisahkan
diantaranya yani terdapatnya elemen detail, sebagai mana pada kutiapan berita
berikut,
“Namun dengan
kegigihan seluruh pihak dari pimpinan pusat, panitia pengarah, panitia pusat
dan panitia pelaksana...”
Detail panjang yang ditampilkna diatas memberi kesan positif bahwa
berlangsungnya Muktamar di makasar dengan merukan pada keputusan-kepusan yang
dihasilkan pada sart muktmar diselenggarakan. Sementara detai pendek jua
ditampilkan pada pada paragraf ketujuh ketika hanya menyebutkan ormas lain
tetapi tidak dirujuk langsung pada obkek yang diamasud yakni NU, yang kiranya
dapat contoho manakla pelaksanaan kegiatanya dapat berjalan seara efektif, dan
hal itu termuat dalam redaksinya berikut,
“Muktamar Muhammadiyah kali ini memang semakin
layak untuk di contoh apabila diperbandingkan dengan muktamar ormas islam lain
yang juga di buka Presiden RI dua hari lebih awal dari Muktamar Muhammadiyah”
Dari segi sintaksis, teks berita banyak menggunakan kalimat aktif ketimbang
kalimat pasif, ini menunjukan bahwa Suara
Muhammadiyah lebih banyak menampilkan subjektif ketimbang objektif. Tentu
penggunaan kalimat-kalimt aktif inoi menunjukkan adanya upaya yang dilakukan
untuk menenkankan bahwa pembaca berita pada kesempata itu harus betul-betul
mamahimi dan mengakui Muktamar muhammdiayah adalah Muktmar teladan yang dapat
dicontohi oleh ormas lain saat itu, hal itu dilakukan dengan cara mengulas
secara terus menerus keberhasilan Muktamar muhammadiyah sbagaimana yang
terdapat dalam tek berita itu sendiri.
Pemberitaan atau
pebulikasi Muktamar pun di luar
perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini terbesit bahwa terbesit rasa was-was kalau Muktamar
tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.
Pada teks berita “Dari Muktamar Teladan” terdapat kohesi pengingkaran yaitu
pada paragraf kedua kalimat kesatu dan kedua, “Pemberitaan atau pebulikasi
muktamar pun di luar perkiraan, sungguh
positif dan luas. Padahal, sebelum ini bahwa terbesit rasa
was-was kalau muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.” Dalam
pernyatan tersebut terdapat dua anggapan yang berbeda. Pernyataan yang pertama
berusaha menjelaskan syiar Muktamar yang luas yang pada awalnya tidak asumsikan
semeriah itu yang berkaitan dengan syiarnya.
Terpadat pula elemen leksikon dalam teks berita diatas yang mencoba
memberikan kesan lebih dengan menggambarkan suasana yang sama denga kata-kata
yang berbeda, misalnya mewarnai, kita
mehaminya sebagai kata yang disapadankan dengan aktifitas yang berhubungan
dengat zat pewarna, tapi disini mewarnai upaya-upaya yang dilaukan untuk menyebarkan
dan melakukn proses doktrin terhadap masyarakat ager mau bergabung dan
menyatukan diri bersama Muhamadiyah dan masih bayak hal lain, yang berkenaan
dengan elemen leksion seperti yang terdapat pada anlisis mikronya diatas
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil
penelitian diatas, dapat ditarik simpulan berikut.:
1.
Struktur
makro pada majalah Suara Muhammadiyah, menggambarkan secara umum tentang tema
“Muktamar Teladan dan Berkemajuan” pada masing-masing topik berita, dan
didalamnya tedapat point-point penting yang merujuk kembali pada tema besarnya.
2.
Superstruktur
wacana kritis, peneliti menginterpretasikan tema atau topik yang yang
dikedepankan oleh media dan skema atau urutan berita yang ditampilkan di dalam
teks berita. Pada wacana berita Suara Muhammadiyah bulam September 2015, posisi
tema atau topik pada umumnya terletak di bagian judul berita. Sedagkan bagian
isi dan penutup media menyampaikan laporan mengena situasi atau proses dan
komentar pelaku-pelaku dalam teks berita.
3.
Struktur
mikro wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015,
pada umumnya mereprentasikan keterlibatan beberapa elemen wacana, yakni aspek
semantik(latar, praanggapan, detil dan maksud), aspek sintaksis (bentuk kalimat
aktif dan pasif, kata ganti koherensdan nominalisasi) aspek stilistik (leksikon) sedangkan aspek
retoris (grafis, metafora dan ekspresi)
4.
Secara
umum pada Majalah Suara Muhammadiyah
dari ketiga struktur wacana kritis model Van Dijk yakin struktur makro,
superstruktur dan micro berserta elemenya. Karena ketika digambarkan secara
umum pada bagian makro yang berkenaan dengan “Muktamar Teladan dan Berkemajuan”
tema tersebut diskemakan untuk menggmabarkan situasi dan proses kegiatan
uktamar, serta ketika digambarkan proses dan situasinya terdapat elemen-elemen
struktuf mikro yang digunakan untuk mempegaruhi dan menekankan hal-hal tertentu
5.2. Saran
1.
Diharapkan
kepada pembaca untuk lebih kritis dalam membaca surat kabar pada umumnya dan
Majalah Suara Muhammadiyah khususnya
2.
Warga
Persyarikatan Muhammadiyah diharapkan dapat memahami secara real tentang
kondisi pada saat dilaksanakannya kegiatan Muktamar Muhammadiyah beberapa waktu
yang lalu di Makassar.
3.
Diharapkan
kepada semua pihak agar kiranya betul-betul memahami dan menjalankan kode etik
jurnalistik sebagai landasan hukum dalam proses produksi berita, karena dengan
mematuhi kode etik jurnalistik akan menjaga nilai idealisme ketika menulis
berita, dan berusaha untuk bertindak seobjektif mungkin tanpa ada upaya
pembelaan secara berlebihan apalagi menjadikan media sebagai alat pencitraan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2012. Modul Analisis
Wacana: Teori dan Aplikasi. Singraja. UNDIKSHA.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Peneltian: Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ashud. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badara, A. 2012. Analisis Wacana, Teori, Metode dan
Penerapanya Wacana Media . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Jakarta . Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta.
Balai Pustaka.
Elvira, E. 2014 . Analisis Wacana Kritis pada Harian Lombok Post edisi Maret 2014.
Mataram.
Eriyanto. 2013. Analisi Wacana:Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta. LKiS.
Moleong. L. J. 2014. Meteodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.
PT. Remaja Rosadakarya.
Penyusun. 2015. Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Mahasiswa UM. Mataram. Mataram. UMM PRESS.
Sobur, A. 2012. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Framing”. Bandung. PT. Remaja Rosadakarya.
Sumarlan. 2005.
Analisis Wacana: Teori dan Praktik. Surakarta : Pustaka Cakra.
Rani, A, dkk. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayu
Media Publishing.
Wajis, K. 2011. Media dan Konstruksi Realitas. Surabaya. Jawa Pos.
Yule G. 2014. Pragmatik.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
INI SKRIPSI SAYA. SAYA TUNTUT ANDA.
BalasHapus