Kamis, 31 Maret 2016

ANALISIS WACANA KRITIS PADA MAJALAH SUARA MUHAMMADIYAH EDISI SEPTEMBER 2015



Muhammadiyah Edisi September 2015. Skripsi. Mataram: Universitas Muhammadiyah Mataram
Pembimbing 1: Siti Lamusiah, S.Pd, M.Si
Pembimbing 2: Habiburrahman, S.Pd, M.Pd

ABSTRAK

Analisis wacana kritis ini berawal dari kesadaran peneliti bahwa di balik wacana terdapat kepentingan kelompok yang ingin dicitrakan dan diperjuangkan di tengah publik. Rumusan Masalah yakni bagaimanakah sturuktur wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015?. Bertujuan untuk mengetahui struktur wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015. Rancangan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan aspek kritis yang tercermin pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015. Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif, data yang digunakan oleh peneliti berupa data kualitatif yakni berupa teks-teks berita yang terdapat di dalam majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September  2015. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu dokumentasi dan telaah isi. Metode analisis data yakni metode  deskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis data, maka dapat dismpulkan bahwa analisis makro dan superstruktur pada wacana berita Suara Muhammadiyah bulan September 2015, posisi tema atau topik pada umumnya terletak di bagian judul berita. Sedagkan bagian isi dan penutup media menyampaikan laporan mengenai situasi atau proses dan komentar pelaku-pelaku dalam teks berita. Struktur Mikro wacana kritis pada umumnya merepresentasikan keterlibatan beberapa elemen wacana, yakni aspek semantik(latar, praanggapan, detil dan maksud), aspek sintaksis (bentuk kalimat aktif dan pasif, kata ganti, kohesi dan koherensi serta nominalisasi)  aspek stilistik (leksikon) sedangkan aspek retoris (grafis, metafora dan ekspresi)


Kata kunci: Analisis wacana kritis, majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………  i
HALAMAMAN PERSETUJUAN...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN................................................................................... iv
MOTTO.................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN............................................................................................... .vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... .ix
DAFTAR ISI.......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar  Belakang.................................................................................................. 1
1.2.Rumusan  Masalah............................................................................................. 5
1.3.Tujuan  Penelitian.............................................................................................. 5
1.4.Manfaat Penelitian............................................................................................. 6
1.4.1. Manfaat Teoretis............................................................................................ 6
1.4.2. Manfaat Praktik.............................................................................................. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1  Penelitian Relevan ............................................................................................ 7
2.2  Landasan Teori........................................................................................... 8
2.2.1  Hakikat Wacana .............................................................................................8
2.2.2  Jenis-jenis Wacana........................................................................................11
2.2.3  Teks dan Konteks..........................................................................................13
2.2.4  Struktur Wacana Kritis..................................................................................15
2.2.5  Analisis Wacana Kritis..................................................................................19
2.2.6  Teks Media....................................................................................................23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1  Rancangan Peneltian....................................................................................... 26
3.2  Data dan Sumber Data.................................................................................... 27
3.2.1  Data.............................................................................................................. 27
3.2.2  Sumber Data................................................................................................. 27
3.3  Metode Pengumpulan Data............................................................................. 28
3.3.1   Metode Dokumentasi.................................................................................. 28
3.3.2  Metode Telaah Isi......................................................................................... 28
3.4  Metode Analisis Data...................................................................................... 29
3.4.1  Identifikasi................................................................................................... 29
3.4.2  Klasifikasi..................................................................................................... 29
3.4.3  Interprestasi.................................................................................................. 30
BAB IV PENYAJIAN DATA
4.1.Hasil Penelitian................................................................................................ 31
4.1.1. Struktur Makro Wacana Kritis..................................................................... 31
4.1.2. Superstruktur Wacana Kritis........................................................................ 37
4.1.3. Struktur Mikro Wacana Kritis..................................................................... 43
4.2.Pembahasan..................................................................................................... 58
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan......................................................................................................... 56
5.2. Saran............................................................................................................... 57
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA



                                             






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kemampuan berbahasa merupakan salah satu ciri kemampuan manusia dalam mengelola alat bicaranya, karena tanpa bahasa orang tidak dapat menjalankan amanah kehidupannya dengan sempurna. Mansoer Pateda (2011:6) Bahasa merupakan alat yang ampuh untuk menghubungkan dunia seseorang dengan dunia yang ada di luar dirinya, dunia seseorang dengan lingkungannya, dunia seseorang dengan alamnya bahkan dunia seseorang dengan Tuhannya.
Bila dipelajari lebih lanjut, bahasa memegang peranan yang penting sebagai alat komunikasi antar manusia untuk berbagai keperluan dan tujuan. Bahasa meliputi tataran, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana. Berdasarkan hirarkinya wacana merupakan tataran bahasa terlengkap, terbesar dan tertinggi. Wacana dikatakan terlengkap karena mencakup tataran di bawahnya yakni fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan ditunjang oleh unsur lainnya, yaitu situasi pemakaian dalam masyarakat.
Para pakar bahasa telah memperkenalkan beberapa definisi wacana. Badudu (2013:2) menjelaskan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan serta menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi yang lainnya, membentuk satu-kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan berkesinambungan, mempunyai awal dan akhir yang nyata, serta disampaikan secara lisan dan tertulis.
Menurut Chaer dalam Tomtom (2014:10) wacana adalah “satuan bahasa yang lengkap, sehingga hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar”. Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana tersebut terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang yang utuh, sehingga bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan).
Media yang digunakan pada ragam tulis adalah tulisan yang berisi informasi dari penulis. Tulisan yang dimaksud dapat berupa rangkaian kata atau gambar yang memiliki arti. Pada ragam tulis diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam penulisan, karena dalam ragam tulis tidak disertai dengan gerakan oleh pemberi informasi. Teks di dalam media adalah hasil proses wacana media. Di dalam proses tersebut nilai-nilai, idiologi dan kepentingan media turut serta. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media “tidak netral” sewaktu mengkonstruksi realitas sosial. Media mengikutsertakan perspektif dan cara pandang dalam manafsirkan realitas sosial. Berita dalam media bukanlah representasi dari peristiwa semata-mata, akan tetapi di dalamnya memuat nilai-nilai lembaga media yang membuatnya, Darma dalamTuchman (2009:10).
Sering kita menemukan adanya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi, yang kita dapatkan jika kita membandingkannya. Tentu hal ini bisa membuat kita bingung dan bertanya-tanya, informasi manakah yang benar-benar akurat. Tetapi dengan mencoba menganalisis wacana tersebut, kita akan mengetahui motif atau ideologi yang tersembunyi di balik teks berita  secara sederhana. Cara membaca yang lebih mendalam dan jauh ini disebut sebagai analisis wacana.
Analisis wacana adalah sebuah upaya proses (penguraian) untuk memberikan penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungan mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. (Eriyanto 2013:4-7) menjelaskan ada tiga paham mengenai bahasa dalam menganalisis wacana, yaitu aliran positivisme-empiris, konstruktivisme dan pandangan kritis.
Menurut paham positivisme-empiris, pengkajian analisis wacana difokuskan pada keteraturannya, yaitu kegramatikalan bahasa, terdapatnya kohesi dan koherensi, sehingga wacana diukur dengan kebenaran atau ketidak benaraan berdasarkan aspek sintaksis dan semantik. Paham konstruktivisme dalam mengkaji wacana berbeda dengan paham positivisme-ermpiris yang memisahkan paradigma subjek-objek bahasa dalam menganalisis wacana, paradigma subjek-objek bahasa dalam sudut pandang paham ini tidak dapat dipisahkan kerena menganggap subjek sebagai aspek sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan sosialnya. Sedangkan dalam pandangan kritis berbeda dengan dua paham di atas dalam menganalisis wacana. Paham ini mempertimbangkan faktor kekuasaan, karena faktor ini memiliki peran yang penting dalam membentuk jenis subjek dan perilaku yang mengikutinya. 
Salah satu model analisis wacana kritis adalah model Van Dijk, Dijk beranggapan bahwa penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan  pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi. Pemahaman produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan mengapa teks bisa demikian. Van Dijk juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi,  kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat, bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang membentuk serta berpengaruh terhadap teks-teks tertentu.
Wacana digambarkan oleh Van Dijk mempunyai tiga dimensi atau bangunan yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis model Van Dijk adalah menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut  dalam satu kesatuan analisi yaitu, 1) dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana  yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu; 2) kognisi sosial dipelajari  proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan; 3) konteks  mempelajari bangunan wacana  yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Analisis Van Dijk menghubungkan analisis tekstual ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks diproduksi, baik dalam hubungannya  dengan individu wartawan dan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, khususnya dalam studi analisis teks berita dan relasinya dengan paradigma kritis berpandangan bahwa berita bukanlah sesuatu yang netral, media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menganalisis sesuatu dibalik wacana yang disampaikan oleh media, yang dalam hal ini wacana berita dan tulisan lainya pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015. Dalam hal ini, perlu dijelaskan juga bahwa, majalah Suara Muhammadiyah adalah salah satu media  yang dimilki oleh Persyarikatan Muhammadiyah, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bergerak di multi dimensi kehidupan masyarakat di Indonesia. Dalam proses penerbitannya, Majalah Suara Muhammadiyah terbit dengan skala penerbitan dua kali dalam waktu satu bulan, dengan model pembagian skala atau edisi penerbitan, edisi pertama berkisar dari tanggal satu sampai dengan lima belas dan selanjutnya penerbitan kedua berlaku dari tanggal enam belas sampai dengan tanggal tiga puluhan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015 dengan skala penerbitan yang berlaku dari tanggal satu sampai dengan tanggal lima belas sebagai objek penenlitiannya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini. Bagaimanakah struktur wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015?
1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015.


1.4  Manfaat Penelitian
            Penelitian ini diharapkan, memiliki manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis.
1.4.1  Manfaat secara teoretis
Penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu wacana bahasa Indonesia tentang analisis wacana kritis.
1.4.2  Manfaaat Secara Praktis
a)      Bagi pembaca, hasil penlitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan bacaan dalam merdalam wawasan tentang analisis wacana kritis.
b)      Bagi Peneliti, selain bermanfaat untuk memperdalam wawasan analisis wacana kritis, penelitian ini juga bermanfaat untuk menyelesaikan tugas akhir pendidikan jenjang strata satu di Universitas Muhammadiyah Mataram.
c)      Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan perbandingan untuk penelitian wacana media massa lainnya.





BAB II
KAJIA N PUSTAKA
2.3  Penelitian Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan analisis wacana kritis sudah pernah dilakukan oleh Erin Elvira tahun 2014, Analisis Wacana Kritis pada Harian Lombok Post edisi Maret 2014 Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur micro wacana kritis pada harian Lombok post bulan Maret 2014, pada umumnya mempresentasikan keterlibatan bebrapa elemen wacana, yakni aspek semantik, aspek sintaksis, aspek stilistik dan aspek retoris. Adapun analisis struktur makro dan superstruktur wacana kritis, Erin menginterprestasikan tema atau topik yang dikedepankan oleh media dan skema atau urutan bagian berita yang ditampilkan di dalam teks berita, pada wacana berita edisi bulan maret 2014.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Hadijah tahun 2013, Analisis Penggunaan Eufimisme dan Disfemisme pada harian Lombok Post edisi Bulan Mei 2013 (Sebuah Tinjauan Analisis Wacana Kritis), berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadijah, menunjukkan bentuk satuan  gramatikal eufimisme dan disfemisme pada harian Lombok post edisi bulan Mei 2013 adalah kata dan frasa. Latar belakang penggunaan eufimisme dan pada harian Lombok post edisi bulan Mei 2013 ditafsirkan untuk, 1) bertujuan retoris; 2) membuat jadi pendek dan singkat; 3) menyatakan perlambangan, ibarat, kiasasan. Sementara latar belakang penggunaan disfemisme eufimisme dan disfemisme pada harian Lombok post edisi bulan Mei 2013 ditafsirkan untuk 1) melebih-lebihkan sesuatu; 2) mengkritik; 3) mengolok-olok, mencela, menghina.
Persamaan dengan penelitian ini ialah sama-sama menggunakan analisis model Van Dijk untuk menguraikan objek permasalahannya dengan menggunakan metode deskripti kualitatif untuk menafsirkan dan menjabarkan suatu objek. Kemudian untuk letak perbedaannya terletak pada objek permasalahannya, jika penelitian sebelumnya menggunakan harian Lombok Post sebagai objek kajiannya, maka penelitian yang sekarang menggunakan majalah Suara Muhammadiyah sebagai objek kajiannya yang dalam hal ini berupa teks berita pada majalah itu sendiri.
2.4  Landasan Teori
2.4.1  Hakikat Wacana
            Wacana berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu vacana, yang berarti bacaan. Selanjutnya, kata wacana itu (vacana) masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru, yang berarti ‘bicara, kata, dan ucapan’. Kemudian, kata wacana dalam bahasa Jawa Baru itu diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana, yang berarti “ucapan, percakapan, kuliah”. Selanjutnya, kata wacana dalam bahasa Indonesia dipakai sebagai terjemahan kata discourse dalam bahasa Inggris. Kata discourse secara etimologis berasal dari bahasa latin, yaitu discursusus ‘lari kian kemari’. Kata discourse itu diturunkan dari kata discurrere. Bentuk discurrere itu merupakan gabungan dari dis dan currere ‘lari, berjalan kencang’. Lebih lanjut dinyatakan oleh Baryadi (2002:2) bahwa istilah wacana dan discourse dipakai dalam istilah linguistik.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebuah wacana dalam realisasinya selalu berupa sekumpulan kalimat. Kalimat dapat dibentuk dari sekumpulan klausa, frasa, kata, morfem, fonem, dan fona. Berkaitan dengan hal itu, bahasa yang digunakan untuk membentuk suatu wacana harus bersifat kohesif dan koheren, atau terjalin erat antara satu dan yang lain, disusun secara teratur dan sistematis di dalam rangkaian kalimat, baik dalam bentuk lisan maupun tulis. Hakikat wacana seperti diuraikan tersebut pada dasarnya beranjak dari pandangan formal. Berdasarkan pendekatan formal, wacana berwujud kalimat-kalimat yang runtut dan utuh.
Wacana dapat pula beranjak dari pandangan fungsional, yakni wacana dipandang sebagai bahasa dalam penggunaan. Dengan cara pandang tersebut, wacana dipahami sebagai peristiwa komunikasi, yakni perwujudan dari individu yang sedang berkomunikasi. Bahasa yang digunakan oleh pembicara dipandang sebagai wujud dari tindakan pembicaranya (Schiffrin, 2007:24).   
Pengertian wacana dalam pandangan fungsional juga tampak pada pandangan Samsuri, wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi yang dapat menggunakan bahasa lisan dan bahasa tertulis. Itu berarti, wacana mempelajari bahasa dalam pemakaiannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Darma (2009:1), bahwa wacana adalah pembahasan bahasa dan tuturan yang harus ada dalam suatu rangkaian kesatuan situasi. Dapat dikatakan bahwa wacana tidak bisa terlepas dari konteks (situasi) yang melingkunginya. Hal itu sejalan dengan pernyataan Sobur (2009), bahwa wacana adalah rangkaian ujaran atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, baik dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Pada hakikatnya, unsur nonsegmental dalam sebuah wacana berhubungan dengan situasi, tujuan, makna, dan konteks yang berada dalam rangkaian tindak tutur.
Hakikat wacana juga dikembangkan berdasarkan pandangan formal dan fungsional secara dialektis. Artinya, aspek-aspek kebahasaan yang disusun dan digunakan oleh pembicara dipandang sebagai wujud dari tindakan pembicaranya (Schiffrin, 2007:24). Hal tersebut sesuai dengan pandangan yang disampaikan Tarigan (2008:27), yaitu wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi, yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis. Selain itu, wacana dapat dipandang sebagai ujaran, yakni dipahami sebagai suatu kumpulan unit struktur bahasa yang tidak lepas dari konteks. Dengan cara pandang tersebut, keberadaan kalimat dalam suatu wacana tidak hanya dipandang sebagai sistem (langue), tetapi juga dipandang sebagai parole. Meskipun ujaran dalam suatu wacana disusun berdasarkan gramatika (sistem bahasa), tetapi makna ujaran itu timbul karena lawan bicara juga memperhatikan konteks penggunaan bahasanya. Dengan demikian, selain kaidah tata bahasa, konteks penggunaan bahasa juga harus diperhatikan pada saat menyusun dan memahami wacana.
2.4.2  Jenis-jenis Wacana
            Pemahaman terhadap jenis-jenis wacana akan menyebabkan kemudahan dalam menganalisis sebuah wacana. Menurut dasar pengklasifikasiannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk serta cara dan tujuan pemaparannya (lihat Sumarlan, 2005 : 15-21). Pada bahasan ini yang menjadi pokok pembicaraan kita adalah masalah jenis-jenis wacana berdasarkan acuannya, dari bentuk penyajiannya atau pemaparannya, berdasarkan saluran komunikasi, dilihat dari fungsi bahasa,  diklasifikasikan dari peserta komunikas, berdasarkan eksistensinya, dan bahasa yang digunakan.
a)      Jenis Wacana Berdasarkan Acuannya
Wacana memberi informasi bagi penerima. Informasi itu dapat benar, dapat pula tidak benar, dapat berupa fakta, dapat pula berupa imajinasi. Hal ini akan dikemukakan lebih lanjut oleh Zaimar (2009) dalam uraian tentang wacana fiksi dan nonfiksi. Klasifikasi jenis wacana ini dibuat berdasarkan acuannya. Apabila acuan wacana berada pada dunia nyata, maka wacana itu tergolong wacana nonfiksi, sedangkan apabila acuan hal-hal yang berada dalam wacana tersebut terutama berada dalam dunia imajinasi, maka wacana tersebut termasuk ke dalam wacana fiksi.
b)      Jenis Wacana Berdasarkan Bentuk Penyajiannya
Banyak ahli yang mengemukakan pembagian jenis ini, masing-masing dengan sedikit perbedaan. Zaimar, dkk., (2009) mengemukakan jenis wacana deskriptif, wacana eksplikatif, wacana instruktif, wacana argumentatif, wacana naratif, dan wacana informatif berdasarkan bentuk penyajian dan isinya. Djajasudarma (2006) mengemukakan jenis wacana deskripsi, narasi, prosedural, hortatori dan ekspositori berdasarkan pemaparanya atau penyajiannya.
c)      Jenis Wacana Berdasarkan Saluran Komunikasi
Proses komunikasi adalah sesuatu yang menarik dan unik untuk diamati dan dicermati. Dalam mengomunikasikan sesuatu, penutur berinteraksi dengan mitra tuturnya dengan berbagi cara. Abdul Rani, dkk. (2006), mengemukakan jenis wacana berdasarkan saluran yang digunakan dalam komunikasi dapat digolongkan menjadi wacana lisan dan wacana tertulis. Senada dengan Abdul Rani, Zaimar dkk., (2009) dan Djajasudarma (2006)  juga mengklasifikasikan wacana lisan dan tertulis ke dalam jenis wacana berdasarkan saluran komunikasinya.
d)     Jenis Wacana Berdasarkan Fungsi Bahasa
Klasifikasi wacana yang lain dapat dilakukan dengan melihat fungsi bahasanya. Menurut Roman Jakobson (dalam Zaimar, 2009), setiap pemakaian bahasa menggunakan salah satu dari enam fungsi bahasa. Keenam fungsi tersebut meliputi wacana referensial, wacana fatik, wacana ekspresif, wacana konatif, wacana metalinguistik, wacana puitik.

e)      Jenis Wacana Berdasarkan Peserta Komunikasi
Jenis wacana berdasarkan peserta komunikasi menjadi dua bagian, yakni wacana monolog dan wacana berupa dialog. Lebih spesifik lagi, Rani dkk.,(2006)  mengklasifikasikan jenis wacana berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi menjadi tiga bagian, yaitu monolog, dialog, dan polilog. Senada dengan Rani dkk., Djajasudarma (2006) juga menambahkan polilog sebagai jenis wacana berdasarkan peserta yang terlibat dalam komunikasi.
f)       Jenis Wacana Berdasarkan Eksistensi Wacana
Djajasudarma (2006) membedakan wacana berdasarkan eksistensinya. Dalam hal ini Djajasudarma memandang bahwa wacana merupakan bahasa yang digunakan dalam pembicaraan. Sehingga Djajasudarma menggolongkan eksistensi wacana menjadi wacana verbal dan nonverbal.
g)      Jenis Wacana Berdasarkan Bahasa Yang Digunakan
Sumarlam (Ed), (2003:15) menyebutkan bahwa berdasarkan bahasa yang digunakan, wacana dapat diklasifikasikan menjadi: 1) wacana bahasa nasional (Indonesia); 2) wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dsb); 3) wacana bahasa internasional (bahasa Inggris); dan 4) wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya.
2.4.3  Teks dan Konteks
            Guy Cook, menyebutkan ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana; teks , konteks dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak dilembar kertas tetapi juga semua jenis ekpresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukan semua situasi yang berada di luar teks yang mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks itu diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainnya. 
            Kerangka analisis wacana pada dimensi teks dan konteks merupakan model pengembangan yang dikembangkan oleh Sara Mills (dalam Eriyanto, 2013:199).
a)      Dimensi teks
Dimensi teks ini difokuskan untuk mengetahui posisis subjek dan objek wacana. Subjek adalah pihak yang bercerita dalam sebuah wacana. Objek adalah pihak atau sesuatu yang diceritakan dalam sebuah wacana. Dengan mengetahui posisi subjek-objek wacana, dapat dipahami perspektif wacana dihadirkan dihadapan masyarakat. Misalnya, dalam sebuah pemberitaan mengenai pemerkosaan seorang gadis yang dilakukan oleh seorang pria paruh baya. Dalam cerita tersebut, teks yang disusun berdasarkan cerita pelaku atau korban akan menimbulkan pemaknaan yang berbeda.
b)      Dimensi konteks
Dimensi konteks, ini difokuskan untuk mengetahui posisi pembaca. Menurut Mills, setiap wacana adalah bentuk kesepakatan antara produsen dengan konsumenya. (pembaca atau masyarakat), serta konteks sosial yang melingkupi wacana tersebut. dengan demikian, bertolak dari perspektif yang ditampilkan, dapat ditelusuri pula bagaimana wacana tersebut memosisikan pembacanya. Misalnya, dalam pemberitaan mengenai pemerkosaan seorang gadis, yang dilakukan oleh seorang pria paruh baya.  Perspektif yang digunakan dalam wacana tersebut adalah perspektif pelaku. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa posisi pembaca diposisikan dari sudut pandang pelaku tersebut. Dengan kata lain, pembaca diposisikan sebagai laki-laki yang notabene semakin menyudutkan korban sebagai perempuan.
2.4.4  Struktur Wacana Kritis
Secara umum dapat gambarkan bahwa piranti analisis struktur wacana dialektis ( wacana kritis) ini meliputi; 1) ‘common sense’ dan ‘ideologi’ ;2) asumsi yang implisit, koherensi, dan Inferensi; 3) Interpretasi Pembaca dan Interpretasi Penulis ; 4) Struktur wacana (supra, mikro, dan makro).
a.    Common Sense dan Ideologi
Menurut Fairclough dan Wodak(dalam Erianto, 2001:7) analisis wacana kritis melihat wacana – pemakai bahasa dalam tuturan dan tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara pristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial  yang membentuknya.
Melalui wacana, sebagai contoh, keadaan yang rasis, seksis, atau ketimpangan dari kehidupan sosial dipandang sebagai suatu common sense, suatu kewajaran alamiah, dan memang seperti itu kenyataannya .Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaaan yang terjadi di dalam masyarakat terjadi. Idiologi yang digunakan dalam analisis wacana kritis sedikit berbeda dari pengertian yang biasa digunakan dalam banyak hal, terutama di bidang politik.Seperti yang dikemukakan oleh Fairclough (dalam Purwo, Ed., 2000), idiologi diinterpretasikan sebagai suatu kebijakan masyarakat yang sebagian atau seluruhnya berasal dari teori sosial secara sadar.Idiologi tersebut dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereprosuksi dan meligitimasi dominasi mereka.Salah satu strategi utamanya adalah untuk membuat kahalayak menerima dominasi mereka tersebut.
b.    Asumsi yang Implisit, Koherensi dan Inferensi
Seperti analisis wacana pada umumnya, AWK juga menggunakan piranti seperti asumsi yang implisit, koherensi, dan inferensi untuk mendapatkan interpretasi yang baik dan dekat sekali dengan kenyataan atau dengan makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis
c.    Interpretasi Pembaca dan Penulis
Ketika seorang pembaca membaca sebuah wacana, secara tidak langsung pembaca tersebut ingin mengetahui sesuatu yang ditulis oleh penulisdan apabila mungkin menginterpretasikan apa saja yang dimaksud oleh penulis dalam wacana tersebut. Moeliono (2000:116) mengatakan bahwa sebuah wacana melibatkan kondisi sosial tentang produksi dan kondisi sosial tentang interpretasi. Interpretasi yang menyangkut hubungan antara teks dan interaksi  dengan melihat teks sebagai hasil dari suatu proses suatu produksi dan sebagai suatu sumber dalam proses interpretasi; eksplanasi yang menyangkut hubungan antara interaksi dan konteks sosial. 

d.   Struktur wacana makro, superstruktur dan mikro
1.    Struktur Makro
Struktur makro pada wacana kritis yang diamati ialah bentuk tematik dari teks berita yang sedang diteliti, teks berita itu merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang diamati dengan melihat topik atau tema sebagai elemen yang dikedepankan dalam suatu wacana.
2.    Struktur Superstruktur
Superstruktur merupakan struktur yang digunakan untuk mendeskripsikan sehemata, di mana keseluruhan topik atau isi global berita diselipkan. Superstruktur ini mengorganisikan topik dengan cara menyusun kalimat atau unit-unit beritanya berdasarkan urutan atau hiraki yang diinginkan. Hal yang  diamati pada bagian superstruktur aspek skematik.
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang biasanya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang paling penting. Judul umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks.
3.      Struktur mikro
Struktur mikro merujuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana. Unsur ini dapat digali dari aspek; a) semantik, bermakna sesuatu yang ingin ditekankan dalam struktur teks berita. Adapun elemen pendukung dalam struktur ini berupa elemen latar yang menjadi alasan bagi penulis untuk menyajikan fatures, Apakah informasi disampaikan secara panjang atau tidak (elemen detail); apakah dalam penyampaian pesan di dalam teks disertai contoh atau tidak (elemen iliustrasi); serta apakah pesan disampaikan secara eksplisit atau inplisit (elemen maksud).
 b)sintaksis, Pada aspek sintaksis terdapat beberapa elemen pendukung, antara lain koherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti. Koherensi dapat ditampilkan melalui hubungan sebab akibat, Bentuk kalimat yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan prinsip kausalitas, elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif; c) stilistik menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atau diksi disini terdapat elemen pendukung berupa elemen leksikon dan dimaksudkan untuk menggambarkan suatu peristiwa yang sama dengan kata-kata yang berbeda; d) retoris, pada bagian ini dimaksudkan untuk menekankan teks berita dengan ditampilkan beberapa elemen yakni grafis yang berkenaan dengan foto, gambar, atau mungkin tabel yang digunakan untuk mendukung isi dari wacana (berita) tersebut, metafora digunakan untuk memperkuat pesan utama penulis.
2.4.5  Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis berutang budi kepada beberapa intelektual dan pemikir Michael Foucault, Antonio Gramsci, Sekolah Frankfurt, dan Louis Althusser. Dalam analisis wacana kritis, wacana tidak semata-mata dipahami sebagai studi bahasa. Sebab pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa pakai untuk tujuan dan praktik tertentu (Eriyanto, 2013: 23).
Kelahiran analisis wacana kritis bertujuan untuk menyempurnakan analisis wacana (deskriptif) agar lebih relevan dengan meninggalkan batas-batas kontrol akademis dan masuk dalam bidang sosiopolitik. Van Dijk dalam Erin (2014: 15), untuk melengkapi dan menyempurnakan pandangan deskriptif Fairclough mengusulkan pengertian wacana secara komprehensif dari pandangan kritis. Wacana adalah penggunaan bahasa yang dipahami sebagai bentuk praksis sosial. Secara lebih spesifik, Van Dijk, merumuskan analisis wacana kritis sebagai sebuah kajian tentang relasi-relasi antara wacana, kuasa, dominasi, ketidaksamaan sosial dan posisi analisis wacana dalam relasi-relasi sosial.
Van Dijk memperkenalkan sebual model yang sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Menurut Dijk, penelitian atas wacana, tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang kemudian dihubungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam kesatuan analisis dalam teks, yang diteliti  adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menekankan tema tertentu. Kognisi sosial mempelajari proses induksi teks berita yang memlibatkan kognisi individu dari wartawan sedangkan aspek ketiga yaitu kritik sosial mempelajari banguna wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.
Pemakaian kata, kalimat, preposisi, retorika tertentu oleh media dipahami Van Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan. Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi, akan tetapi dipandang sebagai bentuk politik komunikasi, yakni suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, menciptakan legitimasi dan menyingkirkan lawan atau penentang. Srutktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalalankan ketika sesorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap, membentuk kedasaran politik dan sebagainya. Berikut Struktur elemen wacana yang dikemukakan olen Van Dijk yang digambarkan  seperti berikut.

RETORIS
Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan
Grafis, metafora, ekspresi
Struktur mikro
STILISTIK
Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita

Struktur mikro
Leksikon
Struktur Mikro
Be ntuk kalimat, koherensi, kata ganti
Struktur Mikro
Latar, detil, maksud, pra anggapan, nominalisasi
SINTAKSIS
Bagaimana kalimat
(bentuk, susunan) yang dipilih
SEMANTIK
Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan member idetail pada satu sisi atau membuat eksplisit atau sisi dan mengurangai detil sisi lain
Struktur makro
Superstruktur
Skema
Topik
STRUKTUR
WACANA
ELEMEN
HAL YANG DIAMATI
TEMATIK
Tema atau topik
Yang dikedepankan dalam suatu berita
SKEMATIK
Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh
 











Sumber: (Eriyanto 2013:228-229 )
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Dijk membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, ini merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang sedang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, Superstruktur ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagianya secara utuh. Ketiga, mikro adalah makna wacana dari bagian kecil suatu teks yakni kata, kalimat, preposisi, anak kalimat dan prafrase.
Amat disadari bahwa wacana hanya gejala dari persolan yang lebih besar, seperti ketidaksetaraan, perbedaan kelas dan persolan jantina (sexism), rasisme, kekuasaan dan dominasi yang melibatkan lebih daripada teks dan tuturan. Van Dijk dalam Eriyannto (2011: 124) menegaskan tanpa didapatkan suatu “kritisme” secara penuh terhadap autoritas dan institusi yang memiliki yang memiliki tanggung jawab terhadap ketidaksetaraan itu, anailisis wacana tidak lebih dari inteletual yang “mengembang” kertas atau “macan kertas”. Kerena analis wacana krtitis memang menggunakan bahasa dan teks untuk dianalisis, akan tetapi hasilnya bukan dilihat dari segi kebahasaan akan tetapi melainkan konteks.
Ada beberapa pendekatan dalam analisis waca­na kritis, yaitu: pendekatan linguistik kritis, pen­dekatan Prancis, pendekatan kognisi so­sial, pendekatan perubahan sosial, pendekatan ke­sejarahan. Pendekatan lingusitik kritis me­nekankan analisisnya pada bahasa dalam kait­annya dengan ideologi (Eriyanto, 2006). Dalam hal ini, ideologi ditelaah dari sudut pilihan kata dan struktur kalimat yang digunakan. Pen­dekat­an Prancis berasumsi bahwa bahasa adalah medan pertarungan kekuasaan (Rusdiati, 2003). Melalui makna yang diciptakan dalam wacana, berbagai kelompok saling berupaya me­nanam­kan keyakinannya dan pemahamannya kepada kelompok lain. Melalui kata dan makna yang di­ciptakan mereka melakukan pertarungan, ter­masuk kekuasaan untuk menentukan dan me­ngukuhkan posisi dominasi kuasa pada yang lain. Pendekatan kognisi sosial merupakan faktor penting dalam produksi wacana (Van Dijk, 1997). Oleh karena itu, menurut pen­dekat­an ini analisis wacana dapat digunakan untuk mengetahui posisi sosial kelompok-kelompok penguasa dominan dan kelompok marjinal. Selanjutnya, menurut pendekatan perubahan sosial wacana dipandang sebagai praktik ke­kuasaan (Bourdieu, 1994, Rusdiarti, 2003, dan Fahri, 2007). Menurut pendekatan ini wacana mempunyai tiga efek dalam perubahan sosial, yaitu a) memberi andil dalam mengkonstruksi identitas sosial dan posisi subjek; b) memberi kontribusi dalam mengkonstruksi relasi sosial; c) memberi kontribusi dalam mengkonstruksi sistem pengetahuan dan kepercayaan. Selanjutnya, menurut pen­dekatan kesejarahan, analisis wacana harus memperhatikan  konteks kesejarahan.
2.4.6  Teks Media
Kata jurnalistik berasal dari bahasa Prancis  “journal” yang berarti catatan harian. Media dan majalah merupakan bagian dari jurnalistik, media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Oleh karena itu, ada banyak anggapan yang menyatakan bahwa media (pers) acap disebut sebagai the fourth estate dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik. Hal ini disebabkan oleh persepsi tentang peran yang dimainkan oleh media dalam kaitannya dengan masalah sosial-ekonomi dam politik masyarakat.
Media masa merupakan sarana yang paling efektif untuk menyampaikan informasi kepada publik, baik oleh individu, kelompok, maupun instansi pemerintah. Melalui media, baik secara perorangan maupun kolektif dapat mem­bangun persepsi kepada pihak lain. Di samping sebagai alat untuk menyampaikan berita, pe­nilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, media massa juga mampu ber­peran se­bagai institusi yang dapat membentuk opini publik, bahkan menjadi kelompok pe­nekan atas suatu gagasan yang harus diterima pihak lain (Sobur, 2009:31). Media me­miliki andil besar dalam menjelaskan peristiwa dan bagai­mana peristiwa itu dimaknai dan di­pahami oleh masyarakat (Hall, 2007:31).
Berita merupakan representasi dunia dalam bahasa. Karena bahasa adalah kode semiotik, maka bahasa menentukan struktur nilai, sosial, dan eko­nomis terhadap yang di­re­pre­sen­tasi­kan. Jadi berita adalah representasi dalam pe­ngertian konstruksi. Berita bukanlah refleksi fakta yang ‘bebas nilai’. Menurut Fowler (dalam Anang, 2006:74), berita adalah praksis, yakni sebuah wacana yang jauh dari refleksi realitas sosial dan fakta empiris yang netral. Dalam berita terjadilah campur tangan dalam kon­struksi realitas sosial.
Selanjutnya, Fowler (dalam Anang, 2006:75) berpendapat bahwa pilihan bentuk linguistik ter­tentu dalam teks berita–leksikalisasi atau wording ter­hadap pilih­an sintaksis, pilihan struktur teks, dan se­bagai­nya memiliki alasan masing-masing. Pilih­an ini bukan kebetulan dan bukan arbitraris. Pilihan yang dilakukan memiliki per­spektif, agenda, dan ideologi ter­tentu. Dengan demikian benarlah apa yang dikatakan Tuch­man, bahwa berita pada dasar­nya adalah rea­litas yang telah dikonstruksikan (Sudibyo, Hamad, Qodri, 2001:65). Untuk menjawab permasalahan tersebut, di­perlukan kajian terhadap teks media. Dalam hal ini lingkup kajian ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu teks dalam media masa, media massa, dan periode pemberitaan.
Menurut pandangan kritis media bukanlah en­titas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh yang dominan. Media dipenuhi oleh prasangka, reto­rika, dan propaganda. Paradigma tersebut yakin bahwa media adalah sarana bagi kelompok do­minan (yang kuasa) untuk mengontrol ke­lom­pok yang tidak dominan (dikuasai) dan me­marjinalkan mereka dengan menguasai dan me­ngontrol media. Media di sini dipandang se­bagai arena perang antar kelas. Ia adalah sara­na diskusi publik, yang masing-masing kelom­pok sosial tersebut saling bertarung, saling me­nyajikan perspektif dengan cara memberikan pe­maknaan terhadap suatu persoalan. Targetnya adalah pandanganya dapat diterima oleh publik (Eriyanto, 2011:38).











BAB III
METODE PENELITIAN
3.5  Rancangan Peneltian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif kualitatif yang beusaha untuk mendeskripsikan aspek kritis yang tercermin pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015. Pada umumnya penelitian deskriptif kualitatif adalah peneltian nonhipotesis, penelitian dekskrtptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.Pelaksanaan metode peneltian deskriptif tidak terbatas pada tahap penyampaian dan penyusunan data tetatpi meliputi analisis dan interprestasi tentang arti data.
Denzim dan Lincoln dalam Moleong (2013:5), menyatakan bahwa penelitian kualitatif penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilalukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kulitattif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan penelitian pada dai-dasar, bersifat deskriptif, lebih memetingkan proses dari pada hasil rancangan poenelitian yang bersifat sementara dan hasik penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak, peneliti dan subjek peneliti.
Dalam penulisan proposal analisis wacana kritis majalah Suara Muahammadiayah edisi September 2015, peneliti mula-mula mengumpulkan data, data disusun dan selanjutnya dianalisis kemudian peneliti mengiterpretasi kandungan kritis wacana-wacana tersebut buntuk dapat ditarik kesimpulan.
3.6  Data dan Sumber Data
3.6.1   Data
Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif, data yang digunakan oleh peneliti berupa data kualitatif yakni berupa teks-teks berita yang terdapat di dalam majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September  2015 yang terdisi dari dua majalah. Sumber data penelitian ini yaitu wacana berita yang terdapat pada majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015 dengan skala penerbitan yang diambil yaitu pada tanggal satu sampai dengan lima belas. Dengan harapan data yang dikumpulkan harus benar-benar menjawab penelitian dan tujuan penelitian. Berikut disajikan data yang akan diteliti oleh peneliti.
No.
Kolom
Jumlah Berita
Topik berita
Ket
1
Tajuk
1
Dari Muktamar Teladan

2
Sajian Utama
1
Muktamar Teladan dan Berkemajuan.

3
Kalam
1
Musywarah Muhammadiyah


3.6.2  Sumber Data
Adapum sumber data dalam penelitian ini yaitu majalah Suara Muhammadiyah:
Judul
:
Muktamar Teladan dan Berkemajuan
Cover
:
Merah Campur Kebiruan
Penerbit
:
GRAMASURYA
Tahun
:
2015
Edisi
:
No.17 TH Ke-100
Jumlah Hal
:
64

3.7  Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu dokumentasi dan telaah isi.
3.3.1 Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, majalah, agenda dan lainnya (Arikunto, 2013: 265). Dalam hal ini proses dokumentasi diarahkan pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015 dan wacana berita yang terdapat di dalamnya.
Melalui metode ini, data-data yang termuat dalam majalah Suara Muhammadiyah edisi September 2015 dikumpulkan sebagai data untuk dapat dipergunakan sebagai bukti atau keterangan dalam melakukan pengkajian, penelaahan atau selanjutnya data sudah terkumpul dan teridentfikasi untuk dapat dievaluasi.
3.3.2 Metode Telaah Isi
Metode telaah merupakan metode pengumpulan data dengan mempelajari, menyelidiki, memeriksa isi dari teks wacana berita yang terdapat dalam majalah Suara Muhammadiyah. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang teks wacana, berita mana saja yang termasuk kedalam kajian analisis wacana kritis.
3.8  Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bogadan dan Biklen dalam Moleong, 2013: 248), menyatakan bahwa upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah yang menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan yang dapat yang diceritakan kepada orang lain.
Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekriptif kualitatif untuk menafsirkan dan menjabarkan suatu objek dengan menggunakan kata-kata atau kalimat adalah sebagai berikut, (Arikunto, 2013: 278).
3.4.1.      Identifikasi
Tanda kenal diri, bukti diri, penentu dan penetapan identitas sesorang, benda dan sebagainya dalam hal ini, terlebih dahulu mengumpulkan data yang berkenaan dengan teori analisis wacana kritis agar dapat ditetapkan dan diklasifikasi.
3.4.2.      Klasifikasi
Penggolongnan dan pengelompokan, penyusunan berdasarkan sesuatu yang sesuai, setelah data diidentifikasi langkah menggolongkan dan mengelompokkan data tersebut untuk dapat interpretasi lebih mendalam yang berkenaan dengan unsur wacana kritis.
3.4.3.      Interpretasi
Tahap untuk membahas setiap data pada setiap klasifikasi dengan merujuk pada konsep yang diberikan oleh para ahli, dalam hal ini interpretasi diberikan langsung setelah kutipan data dan setiap unsurnya.



















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.       Hasil Penelitian
Berikut ini akan disajikan analisis-analisis struktur wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah dengan menggunakan Teori AWK yang dicetuskan oleh Van Dijk yang tercermin  dari struktur makro, superstruktur dan struktur mikro:
4.1.1.      Struktur makro
a.    Data struktur makro wacana kritis

No
Elemen wacana
Kutipan Berita

Struktur makro (tematik)
a.     Topik

Muktamar Teladan dan Berkemajuan 
b.     Sub topik
1.    Dari Muktamar Teladan
Paragraf 2 kalimat 4 :

Namun, dengan kegigihan seluruh pihak dan Pimpinan Pusat, Panitia Pengarah, Panitia Pusat dan Panitia Pelaksana Wilayah Sulawesi selatan (Sulsel) serta segenap komponen Persyarikatan akhirnya mampu mengantarkan Muhammadiyah dan Aisyiyah pada Muktamar yang sukses dan menjadi uswah yang baik.

Paragraf 3 kalimat 4 :
Boleh jadi disana-sini ada riak dan dinamika, namun tidak mengganggu kelancaran Muktamar dan lebih sebagai bumbu dari kesuksesan forum permusyawaratan tertinggi di Persyarikatan itu

2.    Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
Paragraf 10 kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah memang cenderung tertib dan rapi sehingga menutup semua peluang yang berpotensi menghadirkan kegaduhan.

Paragraf 3 kalimat 2:

Musyawarah muhammadiyah berpedoman pada ajaran agama islam dan dijalankan menurut ketentuan yang diatur oleh persyarikatan.

3.   Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 3, kalimat 2:
Musyawarah Muhammadiyah berpedoman pada ajaran agama islam dan dijalankan menurut ketentuan yang diatur oleh Persyarikatan.
Paragraf 4, kalimat 3:
Kalau begitu, musyawarah bgaikan lebah yang hidupnya  berarti dan berisi, bermakna dan berguna.

b.    Analisis data struktur makro wacana kritis
Berdasarkan analisis struktur di atas, Suara Muhammadiyah mengambil tema utama “Muktamar teladan dan berkemajuan”. Tema utama diatas memaparkan informasi pembuka tentang dilaksanakannya kegiatan Muktamar Persyarikatan Muhammadiyah yang ke-47 di Makassar pada tanggal 03-07 Agustus 2015. Untuk mendukung tema besar majalah Suara Muhammadiyah disajikan informasi-informasi pendukung dalam bentuk teks berita yang disajikan lewat beberapa rubrik atau kolom berita yakni, Tajuk, Sajian Utama, dan Kalam.
 Namun, dengan kegigihan seluruh pihak dan Pimpinan Pusat, Panitia Pengarah, Panitia Pusat dan Panitia Pelaksana Wilayah Sulawesi selatan (Sulsel) serta segenap komponen Persyarikatan akhirnya...
Dalam mendukung tema utamanya Suara Muhammdiyah menempatkan subtopik pada topik berita “Dari muktamar teladan” paragraf kedua kalimat keempat, yaitu memaparkan informasi bahwa dibalik suksesnya penyelenggaraan kegiatan Muktamar di Makassar terdapat peran dari elemen-elemen kepanitian yang bekerja secara terorganisir untuk mempersipakan dan meyelenggarakan kegiatan itu seefektif mungkin. Elemen-elemen yang kita maksudkan disini ialah kegigihan dari Pimpinan Pusat, Panitia pengarah, hingga jajaran Kepanitian tingkat Pusat sampai lokal. Penggunaan kata namun menunjukan adanya penampikkan yang mencoba menjelaskan setiap kepanatian dengan kualitas kerja yang semakin ditekankan lewat penggunan Frase gigih, yang memiliki makna kesemangatan dan keuletan kerja katan gigih dipilih dan dianggap sebagai diksi yang tepat untuk menggambarkan serta menekankan kesuksesakan Muktamar yang berbangding lurus dengan kemampuan kerja kepanitian.
Berbagai pujian dan pengakuan dari kalangan luar terhadap kesuksesan Muktamar ini terus mengalir.

Untuk mendukung subtopik diatas, penulis juga memberikan penjelasan lebih lanjut sebagai penguat informasi agar kiranya subtopik yang ditampilkan pada topik berita sebelumnya tidak menimbulkan persepsi dari pembaca berita bahwa seakan-akan pada kesempatan itu teks berita dianggap sebagai bentuk pencitraan belaka, maka pada paragraf kedua pada topik berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuan” dirubrik sajian utama dijelaskan bahwa pasca dan bahkan pada saat perhelatan Muktamar berlangsung, terdapat banyak pujian dan pengakuan dari kalangan luar terhadap kesuksesan Muktamar ini. Sehingga ini dianggap sebagai teks berita yang memang diskenariokan untuk mendukung pernyataan yang pertama. Pada paragraf ketujuh yang dalam redaksi bahasanya menenkankan bahwa pelaksanaan kegiatan Muktamar kali ini memang layak untuk dicontohi. Teladan dan berkemajuan adalah regulasi dari sebuah proses yang dijalankan ketika perhelatan kegiatan Muktamar berjalan secara, artinya indikator teladan dan berkemajuan akan lebih objektif jika dalan waktu yang bersamaan sedang berjalan agenda yang sama oleh kelompok yang berbeda.
Pada paragraf ketujuh itu dijelaskan secara jelas bahwa dua hari sebelum dibukanya agenda Muktamar Muhammadiyah, ada organisasi kemasyarakatan yang berasaskan islam yang tengah menyelenggarakan agenda yang sama dan tidak dijelaskan lebih lanjut tentang identitas organisasi yang dimaksud namun publik pun pada umumnya tahu yakni Nahdlatul Ulama(NU), didalam informasi yang dimuat, teks berita menjelaskan bagaimana perhelatan kegiatan Muktamar NU penuh dengan kegaduhan, saling hujat dan saling fitnah meskipun tidak disebutkan secara langsung yatiu subjek yang dimaksud. Hal ini menunjukan adanya upaya pencitraan oleh majalah Suara Muhammadiyah terhadap Persyarikatan Muhammadiyah dengan kata lain adanya ketidak netralan dalam pemberitaan.
Paragraf keenam juga mendukung topik berita yaitu didasarkan pada pernyataan Jusuf Kalla yang menyatakan bahwa Muktamar yang diadakan oleh Muhammadiyah adalah Muktamar yang menghasilakan pimpinan yang sesuai sunnah rasul, kemudian dalam pemahaman sederhana proses kepemimpinan Rasul pun dijadikan sebagai sesuatu yang memang pantas untuk diteladani, selain itu subtopik berita juga ditampilkan pada paragraf kelima, yang berusaha menjelaskan dilaksanakannya kegiatan Muktamar tanpa ada tantangan dan kendala sehingga memungkinkan Muktamar dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Muktamar Muhammadiyah memang cenderung tertib dan rapi sehingga menutup semua peluang yang berpotensi menghadirkan kegaduhan. Semua materi pokok Muktamar telah sampai kepada peserta Muktamar jauh hari sebelum hari perhelatan
Disisi lain terdapat teks berita yang memang semakin mendukung asumsi tersebut ketika redaksi teks berita pada paragraf sepuluh menguatkan bahwa memang Muktamar yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah cenderung tertib dan rapi. Sehingga alasan keteladan dan kemajuan pantas disematkan ketika proses Muktamar dapat berjalan seefektif mungkin dalam suasana yang teduh, teratur dan disiplin yang menunjukan bahwa Muhammadiyah telah matang dalam berdemokrasi serta semuanya disandarkan ajaran Agama islam dan diatur dalam ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam sistem persidangan Muhammadiyah.
Subtopik ditampilkan pada paragraf ketiga, disitu dijelaskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam, yang menjadikan musyawarah sebagai dasar pengambilan keputusan, dalam redaksi berita juga M. Muchlas Abror sebagai penulis berita melampirkan daftar surah beserta ayat Al-qur’an sebagai landasan teologis tentang Muktamar Muhammadiyah, dalam penjelasanya musywarah berasal dari bahasa Arab, yakni berasal dari akar kata syawara mengandung arti mengeluarkan madu dari sarang lebah, lazimnya madu yang kita pahami pada konteks kekinian bukan hanya sebatas minuman yang memiliki rasa manis, tapi sesungguhnya madu adalah obat, artinya proses kegiatan Musyawarah yang dipahami oleh penulis adalah, suatu forum untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang dianggap sebagai solusi untuk segera ditangani dan tidak menjadi permasalahan dikemudian hari. Selanjutnya subtopik juga dikerucutkan pada ajakan penulis kepada warga Muhammadiyah untuk memiliki kesadaran beragama dan berorganisasi dengan selalu menghadiri Musyawarah Muhammadiyah.
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulillah berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.
Topik dan subtopik ini didukung oleh uraian fakta sebagai penguat dari informasi berita. Fakta pertama terdapat pada paragraf pertama yang meyebutkan keberhasilan dijalankannya perhelatan Muktamar secara lancar, tertib dan aman tanpa ada kegaduhan yang terjadi yang memungkinkan Muktamar berjalan teduh selama kegiatan diagendakan. Selain dukungan di dunia nyata yang terjadi dan tidak ditampilkan, juga semakin dikuatkan oleh pernyataan Jusuf Kalla yang menyebutkan bahwa ini adalah Muktamar teladan yang patut dicontohi oleh organisasi-organisasi lain.
Fakta selanjutnya terdapat pada paragraf kedua pada awalnya warga persy arikatan merasa pesimis dengan kurannya syiar kegiatan Muktamar. Namun diluar dugaan ternyata dalam proses publikasi kegiatan Muktamar Muhammadiyah isu yang dibangun dan dikembangkan adalah isu yang positif dan luas karena dipaparkan dalam teks berita bahwa sebelumnya publik menilai kegiatan Muktamar Muhammadiyah kurang seksi dan menarik dibandingkan dengan kegiatan Muktamar yang lain.
Sementara pada paragraf pertama pada topik berita “Muktamar teladan dan berkemajuan” berlangsung dengan meriah, karena agenda Muktamar dapat berjalan lancar. Fakta yang lain juga ditampilkan pada paragraf kesembilan, menurut sejarah pelaksanaanya Muktamar Muhammadiyah cenderung berjalan tertib dan rapi karena elemen terkait sudah menyiapkan secara matang untuk permasalahan teknik dan adminstrasi kegiatan sebelum hari perhelatan dimulai, serta fakta berupa fasilitas pelengkap serta rangkaian kegitan Muktamar yang sudah betul-betul dipersiapkan.
4.1.2.      Sturuktuk superstruktur
a.       Data struktur superstruktur wacana kritis
No
Elemen Wacana
Kutipan Berita
2
Superstruktur (skematik)
a.    Summary
1.    Judul


1.      Dari Muktamar Teladan
2.      Muktmar Teladan dan Berkemajuan
3.      Musyawarah Muhammadiyah
2.    Lead
-
b.    Story
1.    Situasi
1.        Dari Muktamar Teladan
Paragraf 1, kalimat 1 dan 3:
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulilllah berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.

Paragraf 5 kalimat 1:
Setelah itu, tentu Muhamamadiyah dan Aisyiyah harus melaju kencang selama lima tahun kedepan untuk melaksanakan keputusan-keputusan Muktamar  yang sukses menuju kesuksesan gerakan islam ini mewujudkan visi dan misinya

2.    Muktamar Teladan dan Berkemajuan
Paragraf 1, kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah ke-47(3-7 Agustus 2015) yang baru lalu telah berlangsung secara sukses dan meriah.
Paragraf 5 kalimat 3:
Mulai dari acara pembukaan yang meriah di Lapangan karebosi, permusyawaratan yang bermartabat diberbagai ruang sidang di kampus UM Makasar, bazzar yang heboh di Pelataran Museum Mandala, maupun agenda pemilihan pimpinan yang baru.

3.    Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 1, kalimat 2:
Muktamar bermartabat yang berlangsung dalam keteduhan, keteraturan, ketrtiban  dan kedisiplinan itu menunjukan kematangan Muhammadiyah dalam berdemokrasi.

Paragraf  7 kalimat 1:
Itulah sikap dan watak yang telah menghantarkan Muhammadiyah tetap kompak, bersatu dan utuh.
2.    Komentar
1.    Dari Muktamar Teladan.
Paragraf 1, kalimat 3-4
 Publik menyebutnya sebagai Muktamar teduh, yang bukan gaduh. Wakil presiden RI. Dr. Muhammad Yusuf  Kalla, bahkan menyebutnya sebagai Muktamarnya sebagai Muktamar teladan yang patut dicontoh oleh organisasi-organisasi lain.

2.    Muktamar teladan dan Berkemajuan”
Paragraf 2, kalimat 2:
 Salah satu pujian itu dinyatakan oleh (Mantan) Rais AM NU, KH Mustafa Bisri, yang menyatakan di twitternya, “dari arena muktamar Nahdlatul Ulama (NU), dengan tulus saya sampaikan hormat dan salut setinggi-tingginya kepada Muhammdiyah dan Muktamarnya. Mabruk.”
Paragraf 8, kalimat 2:
Seorang pengamat dan peneliti islam dari luar negeri yang sebelumnya hadir di Muktamar ormas yang lain dan kemuadian hadir di Muktamar Muhammadiyah, seraya berkelakar menyatakan  pesannya, ”serasa keluar dari neraka lalu masuk ke surga. Minannar ila jannah”

3.    Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 6, kalimat 1:
 Kita, anggota dan Pimpinan persyarikatan yang memiliki kesadaran beragama dan berorganisasi tentulah telah terlatih menghadiri Musyawarah Muhammadiyah.

b.      Analisis data superstruktur
Topik teks berita diatas, didukung pula dengan proses penyajian informasi berita yang skematik  yaitu bagaimana bagian dan urutan berita berita diskemakan dalam bentuk teks berita yang utuh. Dari segi skematik (superstruktur) ini diawali dengan pemberiatan topik berita sebagai gambaran awal tentang dilaksanakanya kegiatan Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang berlangsung di Makassar. Pemberian  topik adalah sebuah kegiatan yang mamang patut dan harus dikuti oleh pihak manapun, baik dari sisi pelaksaan kegiatan maupun keputusan-keputusan yang dihasilkan.
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulilllah berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.
Sebagai starategi urutan urutan berita, teks berita diawali dengan ucapan alhamdulillah atas kesuksesan berjalannya Muktamar, dan pada paragraf ketiga meyinggung tentang keputusan-keputusan yang dihasilkan yang selanjutnya keputusan-keputusan itu akan ditindaklanjuti pada kegiatan-kegiatan musyawarah dimasing-masing tingkat pimpinan, mulai dari tingkat wilayah sampai tingkat ranting dan diakhir teks berita ditutup dengan pentingnya peran pimpinan persyarikatan Muhammadiyah dalam menjalankan proses kepmemimpinan dan mewujudkan cita-cita besar lima tahun kedepan.
Publik menyebutnya sebagai Muktamar teduh, yang bukan gaduh. Wakil presiden RI. Dr. Muhammad Yusuf  Kalla, bahkan menyebutnya sebagai Muktamarnya sebagai Muktamar teladan yang patut dicontoh oleh organisasi-organisasi lain.
Penulis juga menggambarkan suasana Muktamar dengan menuliskan pernyataan Jusuf Kalla sebagai Opening Statement  untuk mendukung “Dari Muktamar Teladan” sebagi topik utama berita, dilirik lebih lanjut bahwa yang menyampaikan Pernyataan itu adalah Wakil Presiden Indonesia yang semakin ditekankan bahwa itu adalah penilaian yang jernih dan juga objektif. Karena pernyataan yang dikeluar tidak hanya ditampilkan dari publik sebagai bentuk keumuman warga negara itndonesia selaku penikmat informasi tetapi teks berita juga dikemas dengan menyertakan pernyataan Yusuf Kalla, sehingga kesan yang ditampilkan adalah adanya persamaan persepsi antara pemerintah dan warga negara dalam melihat keberhasilan diselenggarakannya Muktamar Muhammadiyah
Dari segi skematik, diawali dengan pemberian tema dan topik yang sama, yang diangkat oleh Pimpinan redaksi dan penulis berita. Teks berita yang diberi judul “Muktamar Teladan dan berkemajuan” memberi kesan bahwa Muktamar Muhammadiyah adalah Muktamar terbaik karena seakan Muktamar yang diagendakan oleh organisasi yang lain tidak ada sesuatu hal yang dapat diteladani dan terkesan kolot karena tidak maju.
Pada teks berita yang berjudul “Musyawarah Muhammadiyah”. Peberian judul ini memberi kesan memperkenalkan tentang bagaimana Muhammadiyah bermusyawarah. Sebagai strategi urutan berita, pada paragraf kesatu teks berita diawali dengan kesuksesan Muktamar Muhammadiyah yang berlangsung di Makassar pada tanggal 3-7 Agustus 2015, kemudian dipaparkan pada paragraf kedua bahwa pelaksanaan kegiatan Musyawarah diawali tingkatn pusat sampai dengan tingkat ranting, yang diagendakan secara berurutan dan tidak tumpang tindih. Penulis juga berusaha untuk menampilkan tentang hakikat dasar Musyawarah lewat paragraf keempat sampai lima, sebagai pendukung urutan penceritaan.
Salah satu pujian itu dinyatakan oleh (Mantan) Rais AM NU, KH Mustafa Bisri, yang menyatakan di twitternya, “dari arena muktamar Nahdlatul Ulama (NU), dengan tulus saya sampaikan hormat dan salut setinggi-tingginya kepada Muhammdiyah dan Muktamarnya. Mabruk.”
Sebagai strategi pemaparan informasi, pada paragaraf satu langsung dinyatakan bahwa Muktamar yang diselenggarakan pada tanggal (3-7 Agustus 2015) berjalan sukses dan meriah, dengan memuat komentar dari salah satu tokoh NU dengan memberikan penghormatan dan salut yang setinggi-tingginya, mengidikasikan untuk memperkuat pernyataan pada paragraf pertama dan baru dipaparkan alasan-alasan mengapa bisa sukses dan meriah pada paragraf kelima tentang acara pembukaanya yang diadakan dilapangan karebosi, tempat persidangan yang nyaman di UM. Makassar serta bazzar yang heboh di Musem Mandala.
Seorang pengamat dan peneliti islam dari luar negeri yang sebelumnya hadir di Muktamar ormas yang lain dan kemuadian hadir di Muktamar Muhammadiyah, seraya berkelakar menyatakan  pesannya, ”serasa keluar dari neraka lalu masuk ke surga. Minannar ila jannah”
Selain itu untuk meyakinkan pembaca juga, selain memuat komentar dari KH. Mustafa Bisri, penulis berita juga memuat pernyataan yang disampaikan oleh seorang peneliti dan pengamat islam dari luar negri yang memberikan komentarnya tentang keberlangsungan Muktamar NU dan Muhammadiyah yang dalam suasananya sangatlah jauh berbeda, suasana NU yang gaduh, saling fitnah dan menghujat dianggap sebagai neraka oleh pengamat yang sekalipun penggunaan kata neraka tidak digunakan secara langsung tetapi menggunakan kosa kata bahasa arab yaitu nar. Sementara suasana Muktamar Muhammadiayah berjalan dengan teduhnya tanpa ada embel-embel untuk saling menghujat, yang digambarkan layaknya surga atau jannah.



4.1.3.      Strukrtur mikro
a.       Data struktur mikro wacana kritis
No
Elemen wacana
Kutipan Berita

Struktur mikro
a.    Semantik
1.    Latar

1.    Dari Muktamar Teladan
Paragraf 1 kaliat 1:
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulillah berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.

2.         Muktamar Teladan dan Berkemajuan
Paragraf  4, kalimat 1:
Tentu saja, pengakuan wakil Presiden Republik Indonesia(RI) ini bukan karena Muktamar ini diselenggarakan di kota Makassar yang merupakan kampung kelahiran Jisuf Kalla, namun karena memang Muktamar Muhammadiyah kali ini memang layak dicontoh.

Paragraf 5 kalimat 3:
Mulai dari acara pembukaan yang meriah di Lapangan Karebosi, permusyawaratan yang bermartabat diberbagai ruang sidang di kampus UM Makasar, bazzar yang heboh di pelataran Museum Mandala, maupun agenda pemilihan pimpinan yang baru
3.    Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 1, kalimat 2:
Muktamar bermartabat yang berlangsung dalam keteduhan, keteraturan, ketrtiban  dan kedisiplinan itu menunjukan kematangan Muhammadiyah dalam berdemokrasi.


2.    Detail panjang
1.    Dari Muktamar Teladan
Paragraf 4 kalimat 1:
Kini pasca Muktamar tentu akan terselenggara Musyawarah Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang Dan Musyawarah Ranting secara bertahap dan berkelanjutan.

2.    Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
-           
3.    Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 4 kalimat 1:
Musyawarah dari bahasa arab yang berasal dari kata syawara yang mengandung arti mengeluarkan madu dari sarang lebah.
3.    Detail pendek
1.    Dari Muktamar Teladan
-

2.     Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
paragraf 7, kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah kali ini semakin layak untuk dicontoh apabila dibandingkan dengan muktamar ormas lain yang dibuka oleh presiden RI.

Paragraf 7 kalimat 2:
Keteladanan yang baik dari Muktamar ke-47 itu hendaknya terus berlanjut pada musyawarah Muhammadiyah secara bertingkat, sejak dari tingkat wilayah sampai dengan ranting.

3.    Musywarah Muhammadiyah


4.    Maksud

1.    Dari Muktamar Teladan
Paragraf 3 kalimat 3:
Selebihnya karena Muhammadiyah memiliki sistem penyelenggaraan muktamar, termasuk sistem pemilihan pimpinan yang mapan sehingga tidak mudah dipermainkan oleh siapapun.
2.    Muktamar Teladan Dan Berkemajuan
Paragraf 7, kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah kali ini semakin layak untuk dicontoh apabila dibandingkan dengan Muktamar ormas lain yang dibuka oleh presiden RI.
3.    Musyawarah Muhammadiyah
Paragraf 7 kalimat 1
Itulah sikap dan watak yang telah menghantarkan Muhammadiyah tetap Kompak, bersatu dan utuh.
b.    Sintaksis
1.    Bentuk kalimat

1.    Dari Muktamar Teladan”
Teks berita berjumlah 22 kalimat .
-          Kalimat Aktif berjumlah 16 kalimat
Contoh kalimat:
Paragraf 1, kalimat 1 dan 3:
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulilllah berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.
Paragraf 1 kalimat 3:
Publik menyebut sebagai muktamar teduh, bukan gaduh.
-          Kalimat pasif berjumlah 6
Contoh kalimat:
Paragraf 3, kalimat 4:
Boleh jadi disana-sini ada riak dan dinamika, namun tidak mengganggu kelancara Muktamar dan lebih sebagai bumbu dari kesuksesan forum permusyawaratan tertinggi di Persyarikatan itu.
2.    Muktamar teladan dan berkemajuan
Teks berita berjumlah 24 kalimat .
-          Kalimat Aktif berjumlah 18
Contoh kalimat:
Paragraf  7 kalimat 1:
Muktamar Muhammadiyah kali ini memang semakin layak untuk dicontoh apabila diperbandingkan dengan Muktamar ormas Islam lain yang juka dibuka oleh Presiden RI dua hari lebih awal dari Muktamar Muhammadiyah.
Paragraf 6 kalimat 1:
Muktamar kali ini oleh Jusuf Kalla juga disebut sebagai muktamar yang menghasilkan pimpinan yang sesuai “sunnah rasul”.
Paragraf 5 kalimat 1 dan 3
Semua agenda Muktamar dapat terselenggra tertib, rapi, teduh dan sukses
semua berjalan lancar.
-          Kalimat pasif berjumlah 8
Contoh kalimat:
3.    Muktamar Muhammadiyah
Teks berita berjumlah 37 kalimat .
-          Kalimat Aktif berjumlah 23
Contoh kalimat:
Paragraf 1, kalimat 4:
Muktamar adalah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah, yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali.
Paragraf 2, kalimat 3:
Musyawarah Muhammadiyah adalah permusywaratan tertinggi dimasing-masing tingkat.
Paragraf 3, kalimat 2:
Musyawarah Muhammadiyah berpedoman pada ajaran agama islam dan dijalankan menurut ketentuan yang diatur oleh persyarikatan.
-          Kalimat pasif berjumlah 14
Contoh kalimat
Paragraf 4 kalimat 1:
Musywarah dari bahasa arab yang berasal dari kata syawara yang mengandung arti mengeluarkan madu dari sarang lebah.
Paragraf 3 kalimat 1,
Muhammadiyah sebagai gerakan islam, menjadikan musyawarah sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menetukan tindakan (Qs Ali Imran[3]:159 dan Qs Asy-Syura[42]:38.)

2.    Koherensi pengingkaran
1.    Dari Muktamar Teladan
Paragraf 2, kalimat 1 dan 2:
Pemberitaan atau pebulikasi Muktamar  pun di luar perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini terbesit bahwa terbesit rasa was-was kalau Muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.
2.    Muktamar Teladan dan Berkemajuan
-           
3.    Muktamar Muhammadiyah
Paragraf 4 kalimat 2-3:
Arti itu kemudian berkembang. Tetapi  tidak terlepas dari makna dasarnya.
Paragraf 5 kalimat 5:
Sehingga musyawarah tidak liar, tetapi lancar dan berjalan di jalan yang benar.
3.    Kata ganti
1.    Dari Muktamar Teladan
Kata ganti orang ketiga(nama)
2.    Muktamar Teladan dan Berkemajuan
Kata ganti orang ketiga(nama)
3.    Muktamar Muhammadiyah
Kata ganti orang pertama jamak dan orang ketiga(nama)
c.    Stilistika
Leksikon

1.    Dari muktamar teladan
-          Jernih,
-          Seksi
-          Modal
-          Melaju kencang
-          Gerakan pencerahan
2.    Muktamar teladan dan berkemajuan
-          Terus mengalir
-          Pertarungan ambisi
-          Pandangan
3.   Musyawarah Muhamadiyah.
-          Kematangan
-          Gerakan
-          Mewarnai
d.   Retoris
1.    Grafis

Pada berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuan”
Ditampilkan Gambar Human Vektor Hitam dengan latar diagram batang berserta persentasenya.
2.    Metafora
Ukuran huruf judul berita yang lebih besar


b.      Analisis datastruktur mikro wacana kritis.
Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-47 di Makassar alhamdulillah berjalan lancar, tertib, elegan dan bermartabat.
Pada tingkat mikro, teks berita diawali dengan ungkapan rasa syukur pada paragraf pertama di topik“Dari Muktamar Teladan” bahwa semua dapat berjalan dengan baik tidak terlepas dari karunia dan berkah Allah, ini menunjukan bentuk keumuman karena loginya setiap hasil yang didapatkan, entahkan dia bernilai baik dan buruk tetap harus disukuri. Akan tetapi unngkapan rasa syukur dalam teks berita ini mengarah pada keberhasilan ketika informasi-informasi selanjutnya menggambarkan tentang kinerja kepanitiaan dalam menyukseskan agenda Muktamar yang dibarengi dengan usaha yang bersungguh-sunguh oleh elemen manapun dan itu dipaparkan secara detail pada paragaraf kedua tentang elemen-elemen penting dibalik suksesnya kegiatan Muktamar ini.
Sementara pada tingkat mikro topik berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuan”, teks ini menginformasikan yang dasarkan atas pengakuan Jusuf Kalla dengan kegiatan Muktamar yang dilakukan di Makassar dengan detail yang menjelaskan setelah pengakuan Jusuf Kalla dipaparkan pada paragraf sebelumnya dan ditekankan pada paragraf ketujuh dengan mebandingkan antara Muktamar Muhammadiyah dan NU.
Namun, dengan kegigihan seluruh pihak dan pimpinan pusat, panitia pengarah, panitia pusat dan panitia pelaksana wilayah Sulsel serta segenap komponen persyarikatan akhirnya mampu mengantarkan Muhammadiyah dan Aisyiyah pada Muktamar yang sukses dan menjadi uswah yang baik.
Detail panjang yang ditampilkan dalam pemberitaan memberikan kesan positif berlangsungnya Muktamar Muhammadiyah dengan bertumpu pada hasil akhir kegiatan Muktamar Muhammadiyah yang berketeladanan dan berkemajuan digambarkan pada paragraf kedua teks berita “Dari Muktamar Teladan” tetang peran kepanitian yang menghantarkan Muktamar menjadi sukses dan uswah yang baik kedepannya, sementara pada teks berita yang berjudul ”Muktamar teladan dan Berkemajuan kesan positif yang dapat mendukung tema utamanya yaitu dilampirkannya juga pernyataan KH. Mustafa Bisri atas kesalitannya melihat pelaksanaan kegiatan Muktamar berjalan secara kondusifnya. Dan pada topik berita “”Musyawarah Muhammadiyah” dikutipnya akar dasar kata Musyawarah dengan menjelaskan makna secara garis besar yang bermakna obat, maka paling tidak itu dapat mewakili bahwa Muktamar Muhammadiyah akan menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat serta strategis kedepannya.
Muktamar Muhammadiyah kali ini semakin layak untuk dicontoh apabila dibandingkan dengan muktamar ormas lain yang dibuka oleh presiden RI.
 Detail pendek ditampilkan pada paragraf ketujuh ketika hanya menyebutkan ormas Islam tetapi tidak langsung ditujukan kepada objek yang dimaksudkan dan seakan-akan memberikan stigma negatif bahwa hanya Muktamar Muhammadiyah yang dapat dicontohi manakala pelaksanaan agenda yang sama oleh organisasi yang lain berjalan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sementara disisi lain dalam redaksi teks berita diikutsertakan informasi pendukung bahwa yang membuka agenda itu adalah Presiden RI secara langsung. Selain  itu pada paragraf ketujuh pada teks berita “Musyawarah Muhammadiyah” disebutkan bahwa keteladanan yang baik dari kegiatan Muktamar yang berlangsung di Makassar dapat di teladani oleh tingkatan musyawarah dibawahnya, secara tidak langsung juga ini memberikan kesan negatif bahwa hanya Musyarawah tinglat nasionallah yang baik pelaksanaannya, sementara hal-hal yang seperti itu bersifat relatif karena tingkatan Musyawarah adalah bukanlah tolok ukur yang dikatakan dapat diteladani atau berkemajuan melainkan sejauh mana pelaksanaan itu tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi itu sendiri.
Selebihnya karena Muhammadiyah memiliki sistem penyelenggaraan muktamar, termasuk sistem pemilihan pimpinan yang mapan sehingga tidak mudah dipermainkan oleh siapapun.
Maksud dari Muktamar teladan dan berkemajuan secara tidak langsung dijelaskan pada paragraf 3 teks berita “Dari Muktamar Teladan” ketika berbicara masalah sistem penyelenggaraan Muktamar  berjalan lancar mengindikasikan bahwa terdapat kemajuan dalam hal pelaksanaan kegiatan serta kemajuan yang dimaksudkan juga dapat ditafsirkan dengan adanya keputusan-keputusan yang bersifat pembaruan dari pelaksanaan kegiatan ini.  Sementara dari sisi keteladan Muktamar Muhammadiyah dijelaskan pada topik berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuan” bahwa kelayakan Muktamar Muhammadiyah dapat disinkronkan dengan penyelenggaraan kegiatan Muktamar yang tidak gaduh, tidak saling hujat dan bahkan tidak saling fitnah satu sama lain mengindikasikan inilah yang dapat dicontohi sebagaimana dijelaskan dalam paragraf ketujuh ini.
Selain itu, tema utama yakni “Muktamar teladan dan berkemajuan”, dapat diklasifikasikan, jika  dilihat dari faktor keteladanan, Pada topik berita kedua tepatnya pada paragraf kelima, dipaparkan dalam pelaksanaan kegiatan Muktamar yang secara keseluruhan terselenggara secara rapi dan lancar tanpa ada kendala dan diperkuat pada paragraf ketujuh dengan membandingkan pelaksanaan kegiatan yang sama  yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama, yang penuh dengan kegaduhan dengan memaparkan informasi-informasi yang menunjukan bahwa penyelenggaran kegiatan itu banyak terdapat hal-hal yang tidak diinginkan tapi nyatanya tetap terjadi. Sementara dari faktor kemajuan dipaparkan pada topik berita “Dari Muktamar Teladan” pada paragraf ketiga yang menjelaskan bahwa sistem penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah miliki kemapanan dalam penyelenggeraan yang diperkuat dengan pernyataan pelaksanaan kegiatan Muktamar Muhammadiyah yang cenderung tertib dan rapi dan hal itu juga tidak terlepas dari kematangan warga Muhamadiayah dalam berdemokrasi.
Terdapat bentuk nominalisasi atau kata kunci yaitu keteladan dan kemajuan dan untuk memahami arti hal ini terdapat pada paragraf kedua pada topik berita “Dari  Muktamar Teladan” dalam persiapannya semua komponen-komponen kepanitian yang bekerja semaksimal mungkin dari pimpinan pusat hingga panitia lokal sebagai pelaksana kegiatan serta penengasan pada paragraf keenam tetang peran  pimpinan Muhammadiyah dalam mengemban amanah persyarikatan. Komentar KH. Mustafa Bisri tentang kesalutannya terhadap Muhammadiyah, dapat dijadikan sebagai kunci adanya keselarasan antara tema dan isi berita itu sendiri serta penyelenggaraan dititik kegiatan serperti di ruang sidangnya yang nyaman,  hingga bazzar sebagai agenda pendukung yang heboh sebagaimana yang dijelaskan dalam topik berita “Muktamar Teladan Dan Berkemajuan”
Pada tingkat mikro, teks berita mengisahkan perhelatan kegiatan Muktamar yang dipaparkan mulai dari waktu pelaksananya sampai dengan keberhasilannya, disitu dijelaskan rangkaian kegiatan Musyawarah dari tingkat pusat sampai tingkat ranting dan menekankan tidak adanya musyawarah yang saling mendahului dan harus berurutan. Hal ini tentu semuanya sudah diatur oleh pedoman yang dimiliki dan dijalankan menurut ketentuan persyarikatn sebagaimana dijelaskan pada paragraf ketiga. Untuk mendukung kegiatan Musyawarah penulis mengingatkan bahwa dapat dijalankan bersama orang lain, karena masing individu memiliki hak yang sama, dan ada penekanan pada paragraf keenam bahwa setiap warga Muhammadiyah telah telatih dalam mengikuti kegiatan Musyawarah.
Dari segi sintaksis, teks berita banyak menggunakan kalimat aktif ketimbang kalimat pasif, ini menunjukan bahwa Suara Muhammadiyah lebih banyak menampilkan subjektif ketimbang objektif . tentu penggunaan kalimat-kalimat seperti ini akan mempengaruhi pembaca kedepannya, karena hampir dalam semua topik berita majalah Suara Muhammadiyah hal yang paling utama disoroti ialah bagaimana perhelatan kegian Musayarah Muhammadiyah dari acara pembukaan hingga keputusan-keputusan yang dihasilkan pada saat berlangsung kegiatan Muktamar itu sendiri. Sementara bentuk kalimat pasifnya, hanya sekedar melengkapi informasi dan menjelaskan secara proporsional kenapa kegiatan muktamar dapat berjalan sebagaimana apa yang diharapkan.
Pemberitaan atau pebulikasi Muktamar  pun di luar perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini terbesit bahwa terbesit rasa was-was kalau Muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.
Pada teks berita “Dari Muktamar Teladan” terdapat kohesi pengingkaran yaitu pada paragraf kedua kalimat kesatu dan kedua, “Pemberitaan atau pebulikasi muktamar  pun di luar perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini bahwa terbesit rasa was-was kalau muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.” Dalam pernyatan tersebut terdapat dua anggapan yang berbeda. Pernyataan yang pertama berusaha menjelaskan syiar Muktamar yang luas yang pada awalnya tidak asumsikan semeriah itu yang berkaitan dengan syiarnya. Dalam kalimat diatas pengingkaran dengan kata padahal memberi kesan bahwa penulis tidak menyangka, bahwa dalam pelaksanaan kegiatan Muktamar tidak akan semeriah itu.
Bentuk kohesi pengingkaran juga terdapat pada topik yang berita musyawarah muhammadiyah Terdapat dua kohesi pengingkaran yakni pada paragraf keempat dan paragraf kelima, dalam teks berita diatas pengingkaran dengan kata tetapi memberi kesan penambahan atau penegasan bahwa musyawarah Muhammadiyah sekalipun berkembang tetapi tetap memiliki nilai dasar, serta musyawarah tidak liar melainkan lancar.
Kata ganti yang digunakan dalam dalam teks berita diatas sebagaian besar menggunakan kata memakai nama agenda kegiatan yakni “Muktamar”. Baik disampaikan  dalam bentuk pernyataan secara langsung dari teks berita maupun lewat komentar oleh Jusuf Kalla, hal ini mengesankan bahwa komentar yang dikeluarkan adalah komentar bersifat representatif warga negara Indonesia, selain itu juga dengan menggunakan pangkatnya sebagai Wakil Presiden mengesankan  sebagai langkah legitimasi untuk menguatkan redaksi teks berita.
Dalam teks berita juga terdapat diksi sebagai bentuk leksikon yang memiliki kesan berbeda dengan maksud pemberitaan, yakni pada paragraf pertama terdapat kata elegan dan seksi pada paragraf kedua, Yang dimaksudkan disini adalah bukan sesuatu yang diidentikan dengan bentuk fisik melainkan kelancaran dalam sebuah proses. Selain itu teduh yang dmaksudkan pada paragraf ketiga bukanlah teduh seperti halnya kita berteduh dibawah rindangnya pohon melainkan keteduhan tanpa ada perseturuan pendapat dalam proses persidangan yang berlangsung. Kata modal yang terdapat didalam teks berita juga memberi makna bahwa Muhammadiyah memiliki sumber daya yang mumpuni dalam melanjutkan kiprahnya dan modal yang dimakdsukan tidak mengarah pada uang atau barang berharga lainya sebagai jaminan untuk membuka usaha.
Melaju kencang dimaksudkan sebagai bentuk progresifitas gerakan yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan tidak dimaksudkan seperti melajunya kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Selanjutnya pencerahan yang dimaksudkan disini ialah pemberian pemahaman sebagai bentuk tanggungjawab organisasi ditengah kejumudan cara berpikir masyarakat secara umum, bukan pencerahan yang dimaksudkan sebagaimana lampu-lampu itu berfungsi untuk menerangi ruangan atau taman-taman .Pada topik berika yaang kedua terdapat frasa  pujian mengalir  yang memiliki arti pergerakan air yang terus berlanjut dari daerah yang tinggi menuju daerah yang rendah, tetapi disini bermakna bahwa pujian yang disampaikan oleh berbagai pihak atas kesuksesan dilaksanakannya agenda Muktamar terus berdatangan, dan salalu menjadi bahan pembicaraan baik oleh orang-orang berkelas sosial tinggi maupun rendah.
Pertarungan ambisi, bukan berarti perkelahian secara fisik tetapi melainkan perseteruan keinginan dan hasrat yang besar tapi tidak ditampakkan Selenjutnya Terdapat beberapa diksi untuk menghasilkan kesan lebih pada teks berita “Musyawarah Muhammadiyah”, yakni pengunaan kata  gerakan pada paragraf ketiga, bukan berarti gerakan seperti halnya fisik tetapi melainkan adanya aktifitas organisasi yang mengarahkan semuanya pada perubahan, selain itu terdapat juga pada paragraf kelima yang disebutkan mengemukakan pendapat dan pandangan, pandangan yang dimaksudkan tentunya bukanlah sesuatu hal yang diindentikkan dengan mata tetapi pandangan berkenaan dengan cara kita melihat masalah. Serta kematangan  yang dimasudkan ialah kedewasaan dalam bertindak dan berpikir, bukan seperti halnya buah-buahan yang sudah ranum dan matang yang siap untuk disajikan.
Dalam mendukung teks berita, penulis memakai gambar Human Vektor dengan background grafik batang sebagai bentuk ilustrasi meskipun hanya pada topik berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuan”. serta ukuran font topik yang besar dan dicetak tebal dab berukuran besar, hal ini mengimplikasikan ideologi media untuk mempengaruhi pandangan umum dengan menonjolkan kebaikan dan keberhasilan dari Muktamar Muhammadiyah.
4.2.  Pembahasan
Pada teks berita wacana kritis pada majalah suara Muhammadiyah menggambarkan suasana perhelatan kegiatan Muktamar Muhammadiyah yang berlangsung tertib, mulai dibukannya acara sampai berakhirnya kegiatan Muktamar diagendakan.
Publik menyebutnya sebagai Mu ktamar yang teduh bukan yang gaduh.
Pada petikan teks berita “Dari Muktamar Teladan”  diatas, menjelaskan adanya penilaian dari masyarakat sebagai bentuk representasi dari warga negara Republik indonesia  yang menilai bahwa pekleksanaan kegiatan Muktamar yang diselenggarakan oleh persyarikatan Muhammadiayah adalah agenda yang berjalan sebagaimana dengan apa yang diharapkan. Penggunaan kata publik pun dapat ditafsirkan bahwa sebagain besar masyarakat indonesia seakan-akan memiliki persepsi yang sama atas agenda ini.
Wakil presiden RI, Dr. Muhammad Jusuf Kalla, bahkan menyebutkan sebagai Muktamar teladan yang patut dicontoh oleh organisasi-organisasi lain.”
Untuk menguatkan pernyataan publik, didalam teks berita terdapat pula pernyataan wakil presiden Republik Indonesia yang menyatakan bahwa  agenda Muktamar yang diagendakan oleh Muhammadiyah adalah agenda yang dapat diteladani  dalam hal pelaksaannya, lebih lengkapnya lebih lengkapnya juga agenda ini adalah agenda yang harus diteladani oleh organisasi-oraganisasi lain, sehingga dalam teks berita bahwa organisasi ini merupakan organisasi papan atas yang dapat dijadikan rujukan dalam hal pelaksanaan kegiatan yang seperti ini.
Selain itu, gambaran umum pada teks berita yang ini memaparkan bahwa penilaian secara langsung dari warga negara Indonesia dan Dr. Yusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia menekakkan bahwa adannya persamaan persepsi antara pemerintah dan warga negara dalam melihat dan menilai agenda Muktamar Persayarikatn Muhammadiyah adalah agenda yang dapat dijadikan agenda teladan, khususnya dalam Muktamar-muktamar atau agenda setingkat lainnya.
“Tentu saja, pengakuan Presiden RI ini bukan karena Muktamar kali ini diselenggarakan di kota Makassar yang merupakan kampong halaman Yusuf Kalla, namun karena memang Muktamar Muhammadiyah kali ini memang layak di contoh”

Jika kita perhatikan teks berita diatas pada topik berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuan” hal yang sama masih diulas, ini menggabarkan bahwa majalah Suara Muhammadiyah dalam ini, menjadikan keberhasilan agenda Muktamar Muhammadiyah sebagai topik pembicaraan utama dalam edisi September ini, karena teks berita tersebut betul-betul diarahkan untuk mendukung tema utama yakni “Muktamar teladan dan berkemajuan”.
Sehingga pada paragraf 9, terdapat radaksi yang menguatkan bahwa muktamar muhammadiyah, dalam sejarah Muktamarnya tetap berjalan rapi dan kondusif selama pelaksanaanya, sehingga keteladana dan kemajuan pantas untuk disematkan pada persyarikatan Muhammadiyah.
Gambaran Struktur makro pada majalah Suara Muhammadiyah menggambarkan keumuman informasi yang hendak disampaikan oleh penulis maka selanjutnya informasi itu diuraikan atau jabarkan pada bagian Superstruktur pada majalah Suara Muhammadiyah, pada bagian ino berita diskemakan dalam dalam 3 topik berita utama. Dalam pemberitaannya pun majalah suara Muhammadiyah  menggambarkan keberhasilan Muktamar yang diselenggarakan pada tanggal 03-07 Agustus 2015 di Makkasar.
Keberhasil an Muktamar yang teduh dan menghasilkan keputusan-keputusan yang memuaskan itu tentu tidak lepas dari karunia dan berkah Allah...”
Pada topik berita “Dari Muktamar Teladan” fokus pembicaraannya diarahkan pada penyelenggaraan Muktamar yang telah usai dilaksanakan dengan menhasilkan keputusan yang diarahkan untuk dijalankan selama lima tahun kedepan  dalam rang mewujudkan kesuksesan gerakan islam berserta visi dan misinya.
Selamat bekerja dan berkhidmat untuk 5 tahun kedepan.
Pada kutipan diatas berisi ucapan selamat untuk para pemangku-pemangku kebijakan dalam menlankan amanah kepemimpinan, oleh karena halini menunjukan bahwa perhelatan kegiata muktmar telah usai dilaksanakan oleh Persyarikatan Muhmamadiyah beberapa waktu yang lalu.
Pada topik berita “Muktamar Teladan dan berkemajuan” secara garis besar menggambarkan pelaksanaan kegiatan Muktamar  yang selenggarakan oleh persyarikatan Muhammadiyah berlangsung secara teduh tanpa ada kegaduhan yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan ini berjalan kondusif.
“Seorang pengamat dan peneliti islam dari luar negeri yang sebelumnya hadir di Muktamar ormas yang lain dan kemudian hadir di muktamar Muhammadiyah, seraya berkekalar menyatakan kesannya, “serasa keluar dari neraka lalu masuk ke surga. Minannar ila jannah”.
Komentar yang disampaikan oleh Pengamat islam dari luar negeri diatas menunjukan bahwa, pengamat diatas sedang berada langsung di tempat pelaksanaan kegiatan Muktamar Muhammadiyah di Makassar yang ini ditunjukkan pada pernyataanya,
“serasa keluar dari neraka lalu masuk ke surga. Minannar ila jannah”.
Disini terdapat upaya perbandingan yang dialukan oleh Pengamat itu, dengan membandingkan perhelatan kegiatan muktamar yang di agendakan oleh Nahdlatul Ulama, berjalan dalam suasana Yng gaduk, saling hujat dan daling memfitnah satu sama lain, berbeda dengan suasana Muktamar Muhammadiyah yang tatap teduh dan tidak ada kegaduhan selama kegiatan itu, oleh karenanya pantaslha peneliti itu mengatakan bahwa Muktamar Muhammadiyah serasa masuk surga. Selanjutnya majalah Suara Muhammadiyah menggambarkan suasa pelaksanaan kegiatan Muktamar sebagaimana yang terdapat pada kutipa berita berkut,
“Mulai dari acara pembukaan yang meriah di Lapangan Karebosi, permusyawaratan yang bermartabat diberbagai ruang sidang yang nyaman UM Makassar, Bazaar yang heboh di pelataran Museum Mandala, maupun agenda pemilihan pimpin baru. Semua berjalan dengan lancar tanpa halangan.”
Secara jelas dalam pelaksaan kegiatan Muktamar Muhammadiyah dalam teks diatas berjalan sesui dengan keinginan pihak penyelenggara pada kesempatan itu, hal ini menunjukkan ada persiapan pelaksaan kegiatan yang sudah mata sehingg rangkaian agenda yang disiapkan selama Muktamar dapat berjalan lancar tanpa ada tantangan dan hambatan. Hal ini  memungkinkan Muktamar tidak dapat berjalan sebagai mana yang diharapkan. Tentu penggmbaran suasana pada topik berita ini sepadan dengan superstruktur yang mengarahkan bagaimana situasi yang digambarkan dalam berita.
Selanjutnya pada topik berita “Musyawarah Muhammadiyah” dipaparkan alasan-alasan mengapa pelaksanaan kegiatan muktamar yang diagendakan oleh muhammadiyah pada kesepmtan itu dapat berjalan lancar  sehingga menhasilkan keputusan-keputusan yang bersifat final, ytang dijadikan sebagai keputusan bersama untuk dijalankan selama lima tahun kedepan.
“Muhammadiyah, sebagai gerakan islam, menjadikan Musyawarah sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan (Qs. Ali Imran[3]: 159 dan Qs Asy-Syur[42 :] : 38). Musyawarah Muhammadiayah berpedoman pada ajaran islam dijalankan menurut ketentuan yang diatur persyariakatan”

Kutipan diatas dapat dijadikan sebagai alasan mengapa dalam pelaksaan kegiatan muktmar dijalankan oleh muhammadiyah berjalan teduh tanpa ada kendala, karena sebagaimana yang termuat dalam redaksi tek berita diatas bahwa muhammadiyah menekankan bahwa muhamadiyah adalah oranisasi islam yang tetat menjadikan al-quran sebagai landasan hidup dan perjuangan dan bahkan dijadikan sebagai acuan dalam mengambil keputusan-keputusan yang seperti ini. Selanjutnya ini juga menggambarkan bagaimana kader-kader muhammadiyah tetap taat pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi untuk tetatp dijalankan dalam agenda apapun.
Artinya bentuk skemati berita pada majalah suara muhammadiyah digambarkan mulai dengan kesukesan pelaksaan kegiatan mukatamar pada topik berita “Dari Muktamar teladan”, selanjutnya suansana muktmar digambarkan pada topik berita “Muktamar Teladan dan Berkemajuna” dan alasan-alasan lain kenapa Musywarah Muhammadiyah dapat berjalan secara teduh dijelaskan pada topi berita “Musyawarah Muhammadiyah”.
Selanjutnya di dalam bagian struktur makro dan superstruktur berita terdapat elemen-elemen wacana pada sruktur mikro sebagai bentuk rangkaian untuk memberikan penekanan, dan di dalam teks berita pada majalah Suara Muhammadiyah terdapat struktur mikro sebagai bagaian dari teks berita yang tidak dpat dipisahkan diantaranya yani terdapatnya elemen detail, sebagai mana pada kutiapan berita berikut,
Namun dengan kegigihan seluruh pihak dari pimpinan pusat, panitia pengarah, panitia pusat dan panitia pelaksana...”

Detail panjang yang ditampilkna diatas memberi kesan positif bahwa berlangsungnya Muktamar di makasar dengan merukan pada keputusan-kepusan yang dihasilkan pada sart muktmar diselenggarakan. Sementara detai pendek jua ditampilkan pada pada paragraf ketujuh ketika hanya menyebutkan ormas lain tetapi tidak dirujuk langsung pada obkek yang diamasud yakni NU, yang kiranya dapat contoho manakla pelaksanaan kegiatanya dapat berjalan seara efektif, dan hal itu termuat dalam redaksinya berikut,
“Muktamar Muhammadiyah kali ini memang semakin layak untuk di contoh apabila diperbandingkan dengan muktamar ormas islam lain yang juga di buka Presiden RI dua hari lebih awal dari Muktamar Muhammadiyah”

Dari segi sintaksis, teks berita banyak menggunakan kalimat aktif ketimbang kalimat pasif, ini menunjukan bahwa Suara Muhammadiyah lebih banyak menampilkan subjektif ketimbang objektif. Tentu penggunaan kalimat-kalimt aktif inoi menunjukkan adanya upaya yang dilakukan untuk menenkankan bahwa pembaca berita pada kesempata itu harus betul-betul mamahimi dan mengakui Muktamar muhammdiayah adalah Muktmar teladan yang dapat dicontohi oleh ormas lain saat itu, hal itu dilakukan dengan cara mengulas secara terus menerus keberhasilan Muktamar muhammadiyah sbagaimana yang terdapat dalam tek berita itu sendiri.
Pemberitaan atau pebulikasi Muktamar  pun di luar perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini terbesit bahwa terbesit rasa was-was kalau Muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.
Pada teks berita “Dari Muktamar Teladan” terdapat kohesi pengingkaran yaitu pada paragraf kedua kalimat kesatu dan kedua, “Pemberitaan atau pebulikasi muktamar  pun di luar perkiraan, sungguh positif dan luas. Padahal, sebelum ini bahwa terbesit rasa was-was kalau muktamar tidak akan luas dan menggema syiarnya keluar.” Dalam pernyatan tersebut terdapat dua anggapan yang berbeda. Pernyataan yang pertama berusaha menjelaskan syiar Muktamar yang luas yang pada awalnya tidak asumsikan semeriah itu yang berkaitan dengan syiarnya.
Terpadat pula elemen leksikon dalam teks berita diatas yang mencoba memberikan kesan lebih dengan menggambarkan suasana yang sama denga kata-kata yang berbeda, misalnya mewarnai, kita mehaminya sebagai kata yang disapadankan dengan aktifitas yang berhubungan dengat zat pewarna, tapi disini mewarnai  upaya-upaya yang dilaukan untuk menyebarkan dan melakukn proses doktrin terhadap masyarakat ager mau bergabung dan menyatukan diri bersama Muhamadiyah dan masih bayak hal lain, yang berkenaan dengan elemen leksion seperti yang terdapat pada anlisis mikronya diatas


















BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat ditarik simpulan berikut.:
1.         Struktur makro pada majalah Suara Muhammadiyah, menggambarkan secara umum tentang tema “Muktamar Teladan dan Berkemajuan” pada masing-masing topik berita, dan didalamnya tedapat point-point penting yang merujuk kembali pada tema besarnya.
2.         Superstruktur wacana kritis, peneliti menginterpretasikan tema atau topik yang yang dikedepankan oleh media dan skema atau urutan berita yang ditampilkan di dalam teks berita. Pada wacana berita Suara Muhammadiyah bulam September 2015, posisi tema atau topik pada umumnya terletak di bagian judul berita. Sedagkan bagian isi dan penutup media menyampaikan laporan mengena situasi atau proses dan komentar pelaku-pelaku dalam teks berita.
3.         Struktur mikro wacana kritis pada majalah Suara Muhammadiyah edisi bulan September 2015, pada umumnya mereprentasikan keterlibatan beberapa elemen wacana, yakni aspek semantik(latar, praanggapan, detil dan maksud), aspek sintaksis (bentuk kalimat aktif dan pasif, kata ganti koherensdan nominalisasi)  aspek stilistik (leksikon) sedangkan aspek retoris (grafis, metafora dan ekspresi)
4.         Secara umum pada Majalah Suara Muhammadiyah  dari ketiga struktur wacana kritis model Van Dijk yakin struktur makro, superstruktur dan micro berserta elemenya. Karena ketika digambarkan secara umum pada bagian makro yang berkenaan dengan “Muktamar Teladan dan Berkemajuan” tema tersebut diskemakan untuk menggmabarkan situasi dan proses kegiatan uktamar, serta ketika digambarkan proses dan situasinya terdapat elemen-elemen struktuf mikro yang digunakan untuk mempegaruhi dan menekankan hal-hal tertentu
5.2.   Saran
1.         Diharapkan kepada pembaca untuk lebih kritis dalam membaca surat kabar pada umumnya dan Majalah Suara Muhammadiyah khususnya 
2.         Warga Persyarikatan Muhammadiyah diharapkan dapat memahami secara real tentang kondisi pada saat dilaksanakannya kegiatan Muktamar Muhammadiyah beberapa waktu yang lalu di Makassar.
3.         Diharapkan kepada semua pihak agar kiranya betul-betul memahami dan menjalankan kode etik jurnalistik sebagai landasan hukum dalam proses produksi berita, karena dengan mematuhi kode etik jurnalistik akan menjaga nilai idealisme ketika menulis berita, dan berusaha untuk bertindak seobjektif mungkin tanpa ada upaya pembelaan secara berlebihan apalagi menjadikan media sebagai alat pencitraan.






DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2012. Modul Analisis Wacana: Teori dan Aplikasi. Singraja. UNDIKSHA.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Peneltian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ashud. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badara, A. 2012. Analisis Wacana, Teori, Metode dan Penerapanya Wacana Media . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Jakarta . Kamus Besar  Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta. Balai Pustaka.
Elvira, E. 2014 . Analisis Wacana Kritis pada Harian Lombok Post edisi Maret 2014. Mataram.
Eriyanto. 2013. Analisi Wacana:Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta. LKiS.
Moleong. L. J. 2014. Meteodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosadakarya.
Penyusun. 2015. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa UM. Mataram. Mataram. UMM PRESS.
Sobur, A. 2012. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Framing”. Bandung. PT. Remaja Rosadakarya.
Sumarlan. 2005.  Analisis Wacana: Teori dan Praktik. Surakarta : Pustaka Cakra.
Rani, A, dkk. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayu Media Publishing.
Wajis, K. 2011. Media dan Konstruksi Realitas. Surabaya. Jawa Pos.
Yule G. 2014. Pragmatik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

1 komentar: