KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
segala rahmat dan hidayah – Nya, maka penyusun dapat menyelesaikan laporan dalam mata kuliah Kimia analitik dan kloid yang ditemakan “(LARUTAN DAN
KLOID)” dapat selesai tepat dengan waktunya.
Dalam laporan yang ditemakan “(HYDROCOLLOID:
PEMBENTUKAN GEL DARI POLISAKARIDA)” ini, penyusun kurang
lebih membahas tentang pembentukan gel dan agar-agar atau pektin.
Tak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang
tidak dapat penyusun sebutkan disini satu per satu, yang telah membantu
penyusun dalam menyelesaikan laporan ini hingga mencapai titik
akhir maksimal yang dapat penyusun sajikan.
Penyusun sangat menyadari sepenuhnya, bahwa laporan yang ditemakan “HYDROCOLLOID: PEMBENTUKAN
GEL DARI POLISAKARIDA” ini, sangat jauh dari
sempurna. Penyusun sangat membutuhkan segala kritik dan saran yang membangun
guna menghasilkan laporan yang jauh lebih baik lagi
dari yang sekarang.
Sekian goresan pena dari penyusun. Penyusun mohon maaf yang sebesar –
besarnya apabaila laporan ini terdapat kata – kata
yang kurang berkenan di hati para pembaca. Billahi taufik wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Wr,. Wb.
Mataram, 04 Januari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................
HALAMAN
PENGESAHAN................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Tujuan Praktikum...........................................................................................
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. METODE
PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu Praktikum.......................................................................
B. Alat dan Bahan Praktikum............................................................................
C. Cara Kerja......................................................................................................
BAB IV.
PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan dan Perhitungan...............................................................
B. Pembahasan...................................................................................................
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
v Teori jaringan
tiga dimensi
Teori
ini hampir sama dengan teori yang dikemukakan oleh Oakenfull
dan Tobolsky.Teori ini menyatakan bahwa kemampuan senyawa-senyawa untuk
mengadakan gelasidisebabkan oleh terbentuknya struktur berserat atau terjadinya
reaksi di dalam molekul itusendiri membentuk serat. Selama pendinginan serat
tersebut membentuk jaringan tigadimensi.Ikatan yang menentukan dalam jaringan
tiga dimensi kemungkinan merupakan ikatan primer dari gugusan fungsional
danikatan sekunder yang terdiri dari ikatan hydrogen ataudapat juga terjadi antara
gugus alkil. Tipe ikatan yang terdapat dalam jaringan tiga dimensiakan
menentukan tipe gel yang dihasilkan.
v Teori orientasi
partikel
Teori
ini menyatakan bahwa pada sisi tertentu terdapat kecenderungan bagi
partikelterlarut dan solven untuk berorientasi dalam konfigurasi yang tertentu
melalui pengaruh gayadengan jangkauan yang panjang, seperti yang terjadi pada
kristal.Mekanisme pembentukan gel dapat berbeda-beda tergantung pada jenis
bahan pembentuknya. Diantaranya yang paling berbeda dalam hal jenis dan
sifat-sifatnya adalah gelyang dibentuk oleh gelatin, suatu jenis protein dan
gel yang dibentuk oleh polisakarida.Kebanyakan hidrokoloid adalah polisakarida.
Polisakarida yang memiliki empat tipestruktur yang berbeda yaitu linear,
bercabang tunggal, linier berselang, dan tipe semak akanmenghasilkan
viskositas larutan yang tergantung pada ukuran molekul, bentuk molekul,
danmuatannya. Jika molekul memiliki muatan yang dihasilkan dari ionisasi gugus
tertentu sepertikarboksil, maka pengaruh muatan sangat besar.Gaya tolak menolak
Coulomb dari muatan-muatan negatif yang tersebar sepanjangmolekul polisakarida
cenderung meluruskan molekul (polimer), yang menghasilkan larutandengan
viskositas tinggi.Polisakarida linier dengan berat molekul yang sama dengan
polisakarida tipe semak, akanmempunyai viskositas yang lebih besar dalam
larutannya sebab girasi atau perputaran gerak polimer struktur
linier meliputi daerah yang lebih luas dan volume yang lebih besar. Hal iniakan
menyebabkan gesekan antar molekul lebih mudah terjadi sehingga lebih
meningkatkangaya gesek dan viskositas larutan, dibandingkan dengan polimer
yang memiliki tingkat percabangan yang tinggi. Namun hal ini tidak terjadi
pada polimer linier yang tidak bermuatan yang cenderung membentuk larutan
yang tidak stabil.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pembentukan Gel
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan
gel hidrokoloid, faktor-faktor ini dapat berdiri sendiri atau
berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang
sangatkompleks. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling menonjol adalah
konsentrasi, suhu, pH,dan adanya ion atau komponen aktif lainnya.
a.
Pengaruh konsentrasi
Konsentrasi
hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan larutannya. Padakonsentrasi
yang rendah larutan hidrokoloid biasanya akan bersifat sebagai aliran
Newtoniandengan meningkatnya kosentrasi maka sifat alirannya akan berugah
menjadi non Newtonian.Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang
tinggi pada konsentrasi yang sangatrendah antara 1-5% kecuali pada gum arab
yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankansampai dengan onsentrasi 40% .
b.
Pengaruh suhu
Pada beberapa
hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan, karena itukenaikan suhu
dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian.
c.
Pengaruh pH
Hidrokoloid
pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu.Hal ini
ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH
hinggamencapai titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila pH terus
ditingkatkan.
d.
Pengaruh ion
Beberapa jenis
hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gelnya,
karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui
ion-ionselektif.
e.
Pengaruh komponen Aktif lainnya
Sifat
fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya
hidrokoloidlain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat
fungsional makin berkurang denganadanya hidrokoloid lain ataupun bersifat
positif karena adanya pengaruh sinergis antarahidrokoloid-hidrokoloid yang
bergabung.
v Teori Preparasi
Menurut Khristantyo (2010), pada prinsipnya
metode pembuatan sediaan semisolid dibagi menjadi dua.
Metode pelehan (fusion), disini zat pembawa dan
zat berkhasiat dilelehkan bersamadan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen.
Dalam hal ini perlu diperhatikanstabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang
tinggi pada saat pelelehan..
Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan
sedikit basis yang akan dipakai ataudengan salah satu zat pembantu,
kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis.Dapat juga digunakan pelarut
organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya,kemudian baru
dicampur dengan basis yang akan digunakan.
Pemakaian pektin di bidang industri telah
dikenal luas dan diijinkan di semua negara. Pektin banyak digunakan di bidang
farmasi, makanan dan minuman, serta bidang teknik. Pektin diketahui memiliki
efek hipokolesterol. Penggunaan pektin herhubungan dengan kemampuannya dalam
membentuk gel. Pektin merupakan molekul rantai panjang dan asam
poligalakturonat yang sebagian gugus karboksilnya teresterifikasi oleh metil
alkohol. Secara umum, pektin terdapat di dalam dinding sel tanaman, khususnya
di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa.
Pektin dapat diekstrak dari jaringan tanaman
dengan larutan asam. Sumber pektin yang utama adalah Sayur-mayur dan
buah-buahan. Pektin merupakan salah satu komoditi impor. Pektin komersial
umumnya berasal dari apple pomace dengan kandungan pektin
berdasarkan bobot kering sebesar 15%, kulit anggur 25%, kulit jeruk lemon
35,.5% (Subardjo, dkk., I989)
Labu siam (Sechium edule Sw.)
merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber pektin.
Buahnya mengandung pektin sebesar 2,7 - 3,0% (Kertesz, 1951). Berdasarkandata
Bagian Statistik Tanaman Pangan (1991), dari lahan seluas 2.093 hektar
dihasilkan buah sebanyak 12.908 ton. Selama ini penggunaan buah labu siam hanya
sebagai sayuran.
Selain labu siam, buah pepaya juga memiliki
kandungan pektin dengan kadar yang tinggi oleh karena itu dapat diolah menjadi
selai dengan penambahan gula pasir dan asam sitrat supaya diperoleh selai yang
baik, yaitu tidak encer dan mengkilap (Dudung, 1999). Buah pepaya mempunyai
nilai gizi yang tinggi terutama kadar vitamin C dan vitamin A. Setiap 100 gram
mengandung 3,65 mg vitamin A dan 78 mg vitamin C. Keseluruhan tanaman pepaya
ini sangat berguna bagi kehidupan manusia.
B.
Tujuan
Praktikum
1.
Untuk
mengetahui cara pembuatan gel
2.
Untuk
mengetahui perbedaan gel dari jenis polisakarida yang berbeda
3.
Untuk
mengetahui pengaruh gula dan PH pada pembuatan gel.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Gel
Gel adalah sistem padat atau
setengah padat dari paling sedikit dua konstituen yang terdiri dari massa
seperti agar yang rapat dan diisi oleh cairan. Gel terdiri dari dua fase
kontinyu yang saling berpenetrasi. Fase yang satu berupa padatan, tersusun dari
partikel – partikel yang sangat tidak simetris dengan luas permukaan besar,
sedang yang lain adalah cairan (Martin, 1993).
B.
Pembentukan Gel
Pada prinsipnya pembentukan gel
hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi
oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk
dengan memerangkap sejumlah air didalamnya.
Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer
yang terdiri dari molekul rantai panjang dalam jumlah yang cukup maka akan
terbentuk bangunan tiga dimensi yang kontinyu sehingga molekul pelarut akan
terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk
struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu.
Gelasi merupakan fenomena yang melibatkan penggabungan, atau terjadinya ikatan
silang antar rantai-rantai polimer.
Ada tiga teori yang dapat digunakan untuk
menjelaskan pembentukan gel yaitu :
1.
Teori adsorpsi pelarut
Teori ini menyatakan bahwa gel
terjadi sebagai akibat adsorpsi molekul pelarut oleh partikel terlarut selama
pendinginan yaitu dalam bentuk pembesaran molekul akibat pelapisan zat terlarut
oleh molekul-molekul pelarut. Pembesaran partikel terjadi terus menerus
sehingga molekul zat telarut yang telah membesar bersinggungan dan tumpang
tindih melingkari satu sama lain sehingga seluruh system menjadi tetap dan
kaku. Adsorpsi zat pelarut akan meningkat dengan makin rendahnya suhu.
2.
Teori jaringan tiga dimensi
Teori ini menyatakan bahwa
kemampuan senyawa-senyawa untuk mengadakan gelasi disebabkan oleh terbentuknya
struktur berserat atau terjadinya reaksi di dalam molekul itu sendiri dan
membentuk serat. Selama pendinginan serat tersebut membentuk jaringan tiga dimensi.
Ikatan yang menentukan dalam jaringan tiga dimensi kemungkinan merupakan ikatan
primer dari gugus fungsional dan ikatan sekunder yang terdiri dari ikatan
hidrogen atau dapat juga terjadi antara gugus alkil. Tipe ikatan yang terdapat
dalam jaringan tiga dimensi akan menentukan tipe gel yang dihasilkan.
3.
Teori orientasi partikel
Teori ini menyatakan bahwa pada
sisi tertentu terdapat kecenderungan bagi partikel terlarut dan solven untuk berorientasi dalam
konfigurasi yang tertentu melalui pengaruh gaya dengan jangkauan yang panjang,
seperti yang terjadi pada kristal. Mekanisme pembentukan gel dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis bahan pembentuknya. Diantaranya yang paling berbeda dalam
hal jenis dan sifatsifatnya adalah gel yang dibentuk oleh gelatin, suatu jenis
protein dan gel yangdibentuk oleh polisakarida.
C.
Gelling Agent
Bahan pembentuk gel (gelling
agent) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mengentalkan dan
menstabilkan berbagai macam makanan seperti jeli, makanan penutup dan permen.
Bahan ini memberikan teksturmakanan melalui pembentukan gel.Beberapa bahan
penstabil dan pengental juga termasuk dalam kelompok bahan pembentuk gel. Untuk
membuat ethanol gel dibutuhkan pengental berupa
tepung, seperti kalsium asetat, atau pengental lainnya seperti xanthan gum,carbopol ,HPMC (Hydroxy Propil Methil Cellulose) dan
berbagai material turunan selulosa. Untuk pengental jenis polimer carboxy vinyl
seperti carbopol dibutuhkan air untuk membentuk struktur gel yang diinginkan
(Tambunan, 2008).
1.
Carbopol 940 (Carboksipolimetilen)
Nama lain carbopol adalah acritamer, acrylic acid polymer, carbomer. Dengan rumus molekul (C3H4O2)n. untuk jenis carbopol 940
mempunyai berat molekul monomer sekitar 72 gr/mol dan carbopol ini terdiri dari
1450 monomer (Avinash,2006). Carbopol merupakan salah satu jenis gelling agent digunakan sebagian besar di
dalam cairan atau sediaan formulasi semisolid berkenaan dengan farmasi sebagai agentpensuspensi atau agent penambah kekentalan. Digunakan pada formulasi krim, gel dan salep
dan kemungkinan digunakan dalam sediaan obat mata dan sediaan topikal lain.
Rumus bangun dari carbopol.
Carbopol
berwarna putih berbentuk serbuk halus, bersifat asam, higroskopik, dengan
sedikit karakteristik bau. Carbopol dapat larut di dalam air, di dalam etanol
(95%) dan gliserin, dapat terdispersi di dalam air untuk membentuk larutan
koloidal bersifat asam, sifat merekatnya rendah.
Carbopol
bersifat stabil dan higroskopik, penambahan temperatur berlebih dapat
mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi stabilitas. Carbopol
mempunyai viskositas antara 40.000 – 60.000 cP digunakan sebagai bahan
pengental yang baik memiliki viscositasnya tinggi, menghasilkan gel yang
bening. Carbopol digunakan untuk bahan pengemulsi pada konsentrasi 0,1- 0,5%B,
bahan pembentuk gel pada konsentrasi 0,5-2,0%B, bahan pensuspensi pada
konsentrasi 0.5–1.0 % dan bahan perekat sediaan tablet pada konsentrasi 5 – 10
% (Rowe, et. al.,2003 dalam Puryanto, 2009).
Dalam
medium berair, polimer seperti carbopol 940 ini yang dipasarkan dalam bentuk
asam bebas, mula mula terdispersi secara seragam. Setelah tidak ada udara yang
terjebak, gel dinetralkan dengan basa yang cocok. Muatan negative pada
sepanjang rantai polimer menyebabkan polimer tersebut menjadi terurai dan
mengembang. Dalam sistem berair, basa sederhana anorganik, seperti sodium,
ammonium, atau potassium hidroksida atau garam basa seperti sodium carbonat
dapat digunakan. pH dapat diatur pada nilai yang netral, sifat gel dapat
dirusak oleh netralisasi yang tidak cukup atau nilai pH yang berlebih. Amina
tertentu seperti TEA biasanya digunakan dalam produk kosmetik (Libermann,1996).
Carbopol 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat
alkali seperti TEA (trietanolamin) atau diisopropilamin untuk membentuk suatu
sediaan semipadat (Lachman, et.al.,1989 dalam Puryanto,2009)
2.
Karagenan
Istilah Carrageenan (karagenan) yang pada mulanya
digunakan untuk menamakan ekstrak dari Chondrus crispus diambil dari nama desa yang bernama Carraghen yang terletak di
pantai selatan Irlandia, flan (kuepastry) dibuat dengan memasak irish moss (spesies alga merah, Chondrus crispus) dengan susu. Saat ini pemanfaatan karagenan
tidak hanya terbatas pada industri makanan saja, tetapi juga pada
industri-industri lain seperti farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil dan
lain sebagainya. Terdapat beberapa definisi karagenan yang umum dipakai
karagenan dapat didefinisikan sebagai campuran polisakarida yang mengandung sulfat
yang diekstrak dari alga merah . karagenan adalah nama umum dari golongan
polisakarida pembentuk gel dan pengental yang diperoleh secara komersial
melalui proses ekstraksi dari spesies alga merah (Rhodophyceae) tertentu.
Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, Kappa:
25%, Iota: 32 % dan Lambda: 35 % . Karagenan dapat membentuk gel dengan baik,
sehingga banyak digunakan sebagai gelling agent dan pengental (Suptijah, 2002).
3.
HPMC
Nama lain dari HPMC antara
lain, hypromellose, methocel,hydroxypropilmethilcellulose,
metolose, pharmacoat. Rumus kimia HPMC adalah CH3CH(OH)CH2. HPMC secara luas
digunakan sebagai suatu eksipien di dalam formulasi pada sediaan topical dan oral. Dibandingkan dengan metilselulosa, HPMC menghasilkan cairan
lebih jernih. HPMC juga digunakan sebagai zat pengemulsi, agen pensuspensi, dan
agen penstabil di dalam sediaan salep dan gel. Sifat merekat dari HPMC apabila
sediaan menggunakan bahan pelarut organic cenderung menjadi lebih kental dan
merekat, terus meningkatnya konsentrasi juga menghasilkan sediaan yang lebih
kental dan merekat. Daya larutnya yaitu dapat larut di dalam air dingin,
membentuk satu larutan koloid merekat, pada kenyataannya tidak dapat larut di
dalam cloroform, etanol (95%) dan eter, tetapi dapat larut di dalam campuran
dari etanol dan dichloromethane, campuran dari metanol dan dichloromethane, dan
campuran dari alkohol dan air. Titik gel adalah 50-90 0C, tergantung pada
konsentrasi dan nilai material. Hypermellose (HPMC) secara umum diakui sebagai bahan tidak beracun dan non
iritasi, walaupun konsumsi oral berlebihan mungkin punya satu efek laksatif.
4.
Kalsium Asetat
Kalsium asetat adalah garam
dari asam asetat, mempunyai rumus molekul (Ca(CH3COOH)2. Nama IUPAC untuk
kalsium asetat adalah kalsium etanoat danmnama lain kapur asetat. Mempunyai
bentuk anhidrat dan sangat higroskopis. Jika alcohol ditambahkan kedalam
larutan jenuh kalsium asetat maka suatu sediaan semisolid gel terbentuk dan
mempunyai sifat mudah terbakar. Gel yang dihasilkan berwarna putih dan
berbentuk menyerupai bola salju.
Sifat-sifat kalsium asetat
antara lain :
· Berat Molekul : 158,17 gr/mol
· Berat Jennis : 1,6 gr/cm3
· Penampilan : putih padat dan higroskopis
· Titik lebur : 160 oC
· Kelarutan dalam air : 37,4 gr/100ml (0 oC)
34,7 gr/100ml (20oC)
29,7 gr/100ml (100oC)
Sedikit larut dalam methanol dan larut dalam
aseton, etanol dan benzene Untuk membuat ethanol gel, dosis kalsium
asetat untuk bahan campuranmcukup 1-5%B. Kalsium asetat berbentuk tepung itu lalu
diencerkan dengan air sebanyak 20% dari jumlah bioetanol. Selanjutnya dicampur
etanol berkadar 70- 85%. Rasio antara pengental dan etanol perbandingannya 1:7.
Setelah itu ditambahkan 5% Natrium Hidroksida sebagai penyeimbang pH agar
tingkat keasaman 5-6. Saat menambahkan Natrium Hidroksida kecepatan aduk
ditingkatkan 2 kali lipat. Untuk membuat 200 g gel kecepatan aduk berkisar
2.500 rpm.
Ethanol gel adalah etanol dengan bentuk fisik berupa gel. Produk ethanol gel sangat prospektif dikembangkan.
Keunggulan dari ethanol gel dibandingkan fase cairnya yaitu praktis dan
aman. Praktis karena berbentuk gel sehingga bias disimpan di dalam botol serta tidak mudah tumpah. Dalam bentuk
gel, factor keamanan dalam penggunaan etanol dalam rumah
tangga pun terjamin karena produk ethanol geltidak mudah menguap (volatile) dan tidak mudah
terbakar. Seandainya pun ethanol gel tumpah dalam keadaan masih
terbakar, kekentalannya tidak akan membuatnya cepat
mengalir seperti halnya etanol dalam bentuk cair. Ethanol gel merupakan produk aman karena
tidak volatil serta tidak mengeluarkan asap atau gas
beracun ketika dibakar. Untuk membentuk ethanol gel ini diperlukan bahan pengental
etanol. Bahan yang digunakan dalam hai ini berupa
carbopol yang merupakan polimer asam akrilik. carbopol
dicampurkan ke dalam etanol dan dihomogenisasi. Lalu, beberapa milliliter Natrium Hidroksida (NaOH) ditambahkan ke dalam
campuran agar terbentuk gel. Tujuannya untuk mengubah pH campuran menjadi
semakin tinggi karena gel akan terbentuk jika pH campuran
meningkat (Vivandra,2009). Ethanol gel dapat digunakan sebagai bahan alternatif yang aman pengganti parafn karena keuntungan utama menggunakannya adalah ethanol geltanpa asap dan tidak ada emisi gas
berbahaya. Masyarakat di Afrika Selatan yang telah memakai ethanol gel mengatakan bahwa hasil pembakaran ethanol gel bersih dantidak menimbulkan
jelaga pada panci bekas memasak.
D.
Pengetian Pektin
Pektin adalah
senyawa polisakarida kompleks yang ada di dalam dinding sel tumbuhan dan di
temukan dalam berbagai jenis tanaman pangan terutama pada buah. Orang pertama
yang berhasil mengkarakterisasi pektin sebagai salah satu komponen aktif pada
buah yang dapat digunakan untuk pembentukan gel adalah Braconnot. Beliau juga
yang menyarankan bahwa kata pektin berasal dari kata Yunani yang berarti untuk
mengentalkan atau memperkuat (Nussinovitch, 1997).
Secara umum,
yang disebut sebagai pektin adalah substansi pektat yang terdiri atas 3 unsur,
yaitu protopektin, asam pektinat dan asam pektat. Protopektin adalah
induk dari zat pektat yang tidak larut dalam air dan jika dihidrolisis
menghasilkan asam pektinat. Asam pektinat adalah istilah yang
digunakan bagi asam poligalakturonat yang mengandung gugus metil ester dalam
jumlah yang cukup banyak. Asam pektat adalah zat pektat yang
seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil
ester (Christensen, 1986).
E. Struktur Pektin
Komponen utama
dari senyawa pektin adalah asam D-galakturonat tetapi terdapat
juga D-galaktosa, L-arabinosa dan L-ramnosa dalam
jumlah yang beragam dan kadang terdapat gula lain dalam jumlah kecil. Beberapa
gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol. Polimer asam
anhidrogalakturonat tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang.
Struktur pektin memiliki kemiripan dengan struktur selulosa. Namun,
perbedaannya adalah pektin memiliki gugus metil ester sedangkan selulosa tidak
(Rolin and De Vries, 1990).
Asam
D-Galakturonat
F. Sifat-Sifat Pektin
Pektin adalah
substansi alami yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Dinding sel menentukan
ukuran dan bentuk sel serta menyebabkan tingkat kekakuan jaringan tanaman.
Pektin berfungsi sebagai elemen struktural pada proses pertumbuhan serta
sebagai perekat dan penjaga stabilitas jaringan dan sel.
·
Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan
negatif karena adanya gugus karboksil bebas.
·
Pektin dapat larut dalam air, alkali dan dalam
asam oksalat tergantung pada kadar metoksil yang di kandungnya.
·
Pektin mempunyai kemampuan untuk membentuk gel
jika di campur dalam larutan yang mempunyai tingkat keasaman dan kadar gula
dalam perbandingan yang tepat
G. Sumber Pektin
Sumber utama
dari pektin terutama untuk komersial adalah kulit jeruk (lemon, jeruk nipis dan
jeruk) dan apel. Kulit jeruk untuk produksi pektin didapat setelah air jeruk
diperas dan juga minyak essensial diekstrak. Apel pernah menjadi bahan baku
utama pada produksi pektin, namun sekarang telah diganti dengan menggunakan
kulit jeruk karena mengandung lebih dari 15-20% pektin berdasarkan berat
keringnya (Pathak and Shukla, 1978).
H. Aplikasi Pektin
·
Penggunaan yang paling umum dari pektin adalah
dalam penyusunan selai, jeli atau produk gel sejenis (Kertesz, 1951).
·
Pektin yang tinggi kandungan ester ± 70% dapat
menjadi stabilizer pasteurisasi atau sterilisasi pada produk susu asam (pH
3,5-4,2) (Pereyra et al., 1995).
·
Pektin yang rendah kandungan ester biasanya
digunakan sebagai gelling agen dan texturizer pada beberepa produk seperti
pembuatan kaviar dan produk daging (Einhornstoll et al., 1996).
·
Pektin yang dimodifikasi dalam emulsi whey
protein dapat menstabilkan protein whey pada konsentrasi yang cukup tinggi
(Einhornstoll et al., 1996)
BAB III.
METODE PRAKTIKUM
A.
Tempat dan Waktu
Praktikum
Laboratorium
kimia fakultas pertanian universitas muhammadiyah mataram, di lantai 2
Jam
13.00 wita.
B.
Bahan dan Alat
Praktikum
Bahan dan alat praktikum: Panci
berukuran kecil 1 buah, sendok, kompor,piring kecil,alat cetak (kotak pembuat
es) 4 buah, gelas piala 500 ml dan 1 liter, Agar-agar yang tersedia dipasaran,
nutrijel, Kristal agar,Agarasa,Nutrijell yoghurt,Nutrijell yoghurt, gula,air,es
batu.
C.
Cara Kerja
a.
Agar
1.
Siapkan 400 ml
air bersih (air aqua)
2.
Larutan 1
bungkus agar-agar yang telah disiapkan kedalam air dan aduklah hingga rata
3.
Bagi dua
larutan agar-agar tersebut (masing-masing 300 ml)
4.
Satu bagian
(300 ml) dipanaskan hingga mendidih
5.
Satu bagian
(300 ml) di campur dengan 150 gr gula pasir, masaklah hingga mendidih
6.
Cetaklah kedua
macam agar-agar tersebut pada cetakan yang terpisah
7.
Untuk
mempercepat pendinginan, larutlah pecahan es batu pada bagian bawah cetakan
tersebut atau simpanlah pada pendinggin.
b.
Pektin
1.
Siapkan 400 ml
air bersih (air aqua)
2.
Larutian 1
bungkus nutrijel yang telah disiapkan kedalam air dan aduklah hingga rata
3.
Bagi dua
larutan nutrijel tersebut (masing-masing 200 ml)
4.
Satu bagian
(200 ml) dipanaskan hingga mendidih
5.
Satu bagian
(200 ml) dicampur dengan 150 gr gula pasir, masaklah hingga mendidih
6.
Cetaklah kedua
macam nutrijel tersebut pada cetakan yang terpisah
7.
Untuk
mempercepat pendinginan, taruhlah pecahan es batu pada bagian bawah cetakan
tersebut atau simpanlah pada lemari pendingin.
BAB
IV.
PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
Tabel 1.1 Tanpa Gula
No
|
Campuran air,agar- agar/nutrijel.
|
Perubahan yang terjadi setelah dipanaskan
|
Perubahan setelah pendinginan
|
1
|
Agar swalo
|
·
Volume
larutan 300 ml
·
Menggelembung
dan mengental Lama pemanasan 12
menit
|
·
berwarna
coklat muda.
·
Volume
berkurang menjadi 250 ml
·
Lama
pendinginan 30 menit
|
2
|
Agar kristal
|
·
Volume
larutan 300 ml
·
Mengelembung
dan mengental
·
Lama
pemanasan 9 menit
|
·
Warna coklat
·
Volume
berkurang menjadi 250 ml
·
Lama
pendinginan 30 menit
|
3
|
Agar rasa
|
·
Volume
larutan 300 ml
·
Mengelembung
dan mengental
·
Lama
pemanasan 9 menit
|
·
Warna coklat
·
Volume
berkurang menajadi 250 ml
·
Lama
pendinginan 33 menit
|
4
|
Nutrijell anggur
|
·
Volume
larutan 200 ml
·
Pengentalan
lambat mengelembung di bagian bawah
·
Lama
pemanasan 10 menit
|
·
Warna ungu
·
Volume
berkurang mejadi 150 ml
·
Lama
pendinginan 5 menit
|
5
|
Nutrijell
yougurt
|
|
|
Tabel 1.2 Dengan Penambahan Gula 150 gr
No
|
Campuran
air,agar- agar/nutrijel.
|
Perubahan
yang terjadi setelah dipanaskan
|
Perubahan
setelah pendinginan
|
1
|
Agar swalo
|
·
Volume
larutan 450 ml
·
Menggelembung
dan mengental Lama pemanasan 7
menit
|
·
berwarna
coklat tua.
·
Volume
berkurang menjadi 400 ml
·
Lama
pendinginan 1 jam
|
2
|
Agar kristal
|
·
Volume
larutan 450 ml
·
Mengelembung
dan mengental dengan cepat.
·
Lama
pemanasan 33 menit
|
·
Warna putih
·
Volume
berkurang menjadi 400 ml
·
Lama
pendinginan 30 menit
|
3
|
Agar rasa
|
·
Volume
larutan 450 ml
·
Mengelembung
dan mengental dengan cepat
·
Lama
pemanasan 33 menit
|
·
Warna coklat
tua
·
Volume
berkurang 400 ml
·
Lama
pendinginan 1 jam
|
4
|
Nutrijell anggur
|
·
Volume
larutan 350 ml
·
Pengentalan
lambat mengelembung di bagian bawah
·
Lama
pemanasan 20 menit
|
·
Warna abu-abu
·
Volume
berkurang mejadi abu-abu ml
·
Lama
pendinginan 1 jam
|
5
|
Nutrijell
yougurt
|
Volume
larutan
|
|
Tabel 1.3 Hasil
Pengamatan Organoleptik
No
|
Nama bahan
|
Kekerasan
|
Kelengketan
|
kerenyahan
|
kekenyalan
|
||||
T
|
G
|
T
|
G
|
T
|
G
|
T
|
G
|
||
1
|
Agar – agar swalo
|
Lembut
|
Keras
|
Tidak
|
Lengket
|
Tidak
|
Renyah
|
Tidak
|
Kenyal
|
2
|
Agar – agar
|
Keras
|
Lembek
|
Lengket
|
Tidak
|
Renyah
|
Tidak
|
Tidak
|
Kenyal
|
3
|
Agar – agar rasa
|
Keras
|
Lembek
|
Tidak
|
Lengket
|
Renyah
|
Sangat lembut
|
Tidak
|
Kenyal
|
4
|
Nutrijel anggur
|
Keras
|
Lembek
|
Lengket
|
Tidak
|
Renyah
|
Tidak
|
Kenyal
|
Tidak
|
5
|
Nutrijelyougurt
|
Lembek
|
Keras
|
Tidak
|
Lengket
|
Tidak
|
Renyah
|
Tidak
|
Kenyal
|
B. Pembahasan
Pembahasan Pada
percobaan nutrijell yoghurt kami,
yoghurt yang dihasilkan memiliki warna putih kekuning-kuningan, aroma yang khas
yoghurt, rasa manis, mempunyai kekentalan dan kekenyalan yang bagus, serta daya
tahan yang lebih lama daripada susu sapi segar murni. Hal ini dikarenakan proses
fermentasi susu dalam pembuatan yoghurt
. penghasil asam
laktat, yang terdiri dari Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus,
Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium. Asam laktat yang terbentuk
menyebabkan penggumpalan protein susu dan membantu mengawetkan yoghurt. Lactobacillus
bulgaricus berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus
thermophillus lebih berpe\ran dalam pembentukan cita rasa. Kedua bakteri
tersebut mangurangi laktosa susu menjadi asam laktat. Cita rasa yang khas yang
timbul dari yoghurt diakibatkan adanya asam laktat, asam asetat, karbonil,
asetaldehida, aseton, asetoin dan diasetil. Proses fermentasi yoghurt
berlangsung melalui penguraian protein susu. Sel-sel bakteri menggunakan
laktosa dari susu untuk mendapatkan karbon dan energi dan memecah laktosa
tersebut menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa dengan bantuan
enzim β-galaktosidase. Proses fermentasi akhirnya akan mengubah glukosa menjadi
produk akhir asam laktat. Laktosa → Glukosa + Galaktosa → Asam piruvat → Asam
laktat + CO2 + H2O Adanya asam laktat memberikan rasa asam pada yoghurt. Hasil
fermentasi susu ini merubah tekstur susu menjadi kental.
Hal ini dikarenakan protein susu terkoagulasi pada suasana asam,
sehingga terbentuk gumpalan. Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan
yoghurt adalah laktosa dan kasein. Laktosa yang merupakan karbohidrat susu
digunakan sebagai sumber energi selama pertumbuhanbiakan bakteri dan akan
menghasilkan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi
laktosa menyebabkan keasaman susu meningkat atau pH menurun, kasein merupakan
komponen terbanyak dalam susu yang sangat peka terhadap asam. Dalam kondisi
keasaman yang rendah maka kasein menjadi tidak stabil sehingga kasein akan
terkoagulasi membentuk tekstur kental dan kenyal yang disebut yoghurt. Pada
percobaan kami terdapat 5 tahapan proses pembuatan yoghurt yaitu pemanasan,
pendinginan, inokulasi, pemeraman (inkubasi) dan refigerasi. 1. Pemanasan
Pemanasan ini bertujuan untuk mematikan semua mikroba yang ada pada susu
seperti bakteri patogen maupun pembusuk yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri starter. Disamping itu juga untuk menurunkan kandungan air pada susu
sehingga pada akhirnya akan diperoleh yoghurt dengan konsistensi yang cukup
kental. Pada saat memanaskan, jaga jangan sampai susu mendidih. Jika telah
muncul gelembung kecil segera matikan kompor. Karena jika susu di panaskan
sampai mendidih, susu akan pecah atau menggumpal. 2. Pendinginan dan inokulasi
Proses ini bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi bakteri
starter, pendinginan dikerjakan sampai suhu ±380 C. Kemudian setelah suhu
tercapai ditambahkan bakteri starter. Starter yoghurt ditambahkan dengan
presentase 20%. Tingkat penambahan starter berpengaruh terhadap aktivitas
bakteri dan produksi asam. 3. Pemeraman atau Inkubasi Pemeraman dapat dilakukan pada kisaran suhu
400 C-430 C selama 7-12 jam. Suhu ini merupakan kondisi optimum dalam proses
fermentasi. Pada proses inilah yoghurt mulai difermentasikan. Setelah proses
inkubasi selesai maka akan terjadi koagulasi (peng
1.
gumpalan). 4. Refrigerasi Produk yoghurt yang
dihasilkan harus segera disimpan dalam refrigerator yang bersuhu 40 C -60 C
karena apabila dibiarkan berada pada suhu inkubasi dan suhu ruangan maka
produksi asam akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena bakteri akan tetap
beraktifitas dalam membentuk asam laktat sehingga pH semakin turun. Tujuan
refrigerasi ini adalah untuk menghentikan bakteri beraktifitas membentuk asam
BAB V.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pratikum yang kita lakukan yang
dapat digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus. Kemudian, tahap-tahap pembuatan yoghurt yaitu
pemanasan, pendinginan, inokulasi, pemeraman(inkubasi) dan refigerasi. Hasil
nutrijell yoghurt kami dinyatakan berhasil karena sesuai dengan keinginan yang
meliputi aroma normal atau khas yoghurt, rasa khas atau asam yoghurt dan
tekstur cairan kental atau semi padat.
B.
Saran
Melalui pratikum yang telah dilakukan, diharapkan adanya pratikum lebih
lanjut mengenai proses pembuatan nutrijell yoghurt. Oleh karena itu dapat
bermanfa’at .
Diharapkan
kepada pratikan mempelajari
perubahan-perubahan yang akan terjadi terlebih dahulu sebelum melakukan percobaan
dan Selalu periksa kondisi
alat sebelum melakukan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Applied
Science, London, pp. 401- 34.
Baker,
G.L. 1946. Miscellaneous Paper No. 23. Univ. of Delaware
Agric.
Christensen,
S.H. (1986). Pectins, in Food Hydrocolloids, vol. III (ed. M. Glicksman), CRC Press,
Boca Raton, FL, pp.206-27.
Einhornstoll,
U., Glasenapp, N. and Kunzek, H. (1996). Modified pectins in whey-protein
emulsions. Nahrung Food, 40(2),60-7.
Kertesz,
ZJ. (1951). The Pectic Substances, Interscience Publishers, New York.
Nussinovitch,
Amos. (1997). Hydrocolloid Applications: Gum Technology in the Food and Other
Industries. Blacklie Academic and Professional Publishers, London.
Pathak,
D.K. and Shukla, S.D. (1978). A Review on Sunflower Pectin. Indian Food Packer
(May-June), 49.
Pereyra,
R.A., Schmidt, K. and Wicker, L. (1995). Stability of Pectin-Casein Solutions.
1FT Annu. Meet. Con! Book 1995, p. 219.
Rolin,
C. and De Vries, J.D. (1990). Pectin, in Food Gels (ed. P. Harris), Elsevier
Anderson, lW. and Wen-Ju Lin Chen. 1979. Plant Fiber, Carbohydrate and
Lipid Metabolisme. Am. J. Clin. Nutr. 32: 246-63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar