Minggu, 03 April 2016

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DAN KLOID ACARAIV”PENENTUAN KADAR AIR PADA BAHAN MAKANAN”



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah – Nya, maka penyusun dapat menyelesaikan laporan dalam mata kuliah Kimia analitik dan kloid yang ditemakan(LARUTAN DAN KLOID)” dapat selesai tepat dengan waktunya.
            Dalam laporan yang ditemakan(HYDROCOLLOID: PEMBENTUKAN GEL DARI POLISAKARIDA)” ini, penyusun kurang lebih membahas tentang pembentukan gel dan agar-agar atau pektin.
            Tak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan disini satu per satu, yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan laporan ini hingga mencapai titik akhir maksimal yang dapat penyusun sajikan.
            Penyusun sangat menyadari sepenuhnya, bahwa laporan yang ditemakanHYDROCOLLOID: PEMBENTUKAN GEL DARI POLISAKARIDA” ini, sangat jauh dari sempurna. Penyusun sangat membutuhkan segala kritik dan saran yang membangun guna menghasilkan laporan yang jauh lebih baik lagi dari yang sekarang.
            Sekian goresan pena dari penyusun. Penyusun mohon maaf yang sebesar – besarnya apabaila laporan ini terdapat kata – kata yang kurang berkenan di hati para pembaca. Billahi taufik wal hidayah.
            Wassalamu’alaikum Wr,. Wb.

Mataram, 04 Januari 2016

                                                                                                                            

                                                                                                                              Penyusun

                                                                                                               

DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...............................................................................................
B.     Tujuan Praktikum...........................................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. METODE PRAKTIKUM
A.    Tempat dan Waktu Praktikum.......................................................................
B.     Alat dan Bahan Praktikum............................................................................
C.     Cara Kerja......................................................................................................
BAB IV. PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan dan Perhitungan...............................................................
B.     Pembahasan...................................................................................................
BAB V. PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................
B.     Saran..............................................................................................................            
DAFTAR PUSTAKA




BAB I.
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
v  Teori jaringan tiga dimensi
Teori ini hampir sama dengan teori yang dikemukakan oleh Oakenfull dan Tobolsky.Teori ini menyatakan bahwa kemampuan senyawa-senyawa untuk mengadakan gelasidisebabkan oleh terbentuknya struktur berserat atau terjadinya reaksi di dalam molekul itusendiri membentuk serat. Selama pendinginan serat tersebut membentuk jaringan tigadimensi.Ikatan yang menentukan dalam jaringan tiga dimensi kemungkinan merupakan ikatan primer dari gugusan fungsional danikatan sekunder yang terdiri dari ikatan hydrogen ataudapat juga terjadi antara gugus alkil. Tipe ikatan yang terdapat dalam jaringan tiga dimensiakan menentukan tipe gel yang dihasilkan.
v  Teori orientasi partikel
Teori ini menyatakan bahwa pada sisi tertentu terdapat kecenderungan bagi partikelterlarut dan solven untuk berorientasi dalam konfigurasi yang tertentu melalui pengaruh gayadengan jangkauan yang panjang, seperti yang terjadi pada kristal.Mekanisme pembentukan gel dapat berbeda-beda tergantung pada jenis bahan pembentuknya. Diantaranya yang paling berbeda dalam hal jenis dan sifat-sifatnya adalah gelyang dibentuk oleh gelatin, suatu jenis protein dan gel yang dibentuk oleh polisakarida.Kebanyakan hidrokoloid adalah polisakarida. Polisakarida yang memiliki empat tipestruktur yang berbeda yaitu linear, bercabang tunggal, linier berselang, dan tipe semak akanmenghasilkan viskositas larutan yang tergantung pada ukuran molekul, bentuk molekul, danmuatannya. Jika molekul memiliki muatan yang dihasilkan dari ionisasi gugus tertentu sepertikarboksil, maka pengaruh muatan sangat besar.Gaya tolak menolak Coulomb dari muatan-muatan negatif yang tersebar sepanjangmolekul polisakarida cenderung meluruskan molekul (polimer), yang menghasilkan larutandengan viskositas tinggi.Polisakarida linier dengan berat molekul yang sama dengan polisakarida tipe semak, akanmempunyai viskositas yang lebih besar dalam larutannya sebab girasi atau perputaran gerak  polimer struktur linier meliputi daerah yang lebih luas dan volume yang lebih besar. Hal iniakan menyebabkan gesekan antar molekul lebih mudah terjadi sehingga lebih meningkatkangaya gesek dan viskositas larutan, dibandingkan dengan polimer yang memiliki tingkat percabangan yang tinggi. Namun hal ini tidak terjadi pada polimer linier yang tidak  bermuatan yang cenderung membentuk larutan yang tidak stabil.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid, faktor-faktor ini dapat berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang sangatkompleks. Diantara faktor-faktor tersebut yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH,dan adanya ion atau komponen aktif lainnya.
a.      Pengaruh konsentrasi
Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan larutannya. Padakonsentrasi yang rendah larutan hidrokoloid biasanya akan bersifat sebagai aliran Newtoniandengan meningkatnya kosentrasi maka sifat alirannya akan berugah menjadi non Newtonian.Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangatrendah antara 1-5% kecuali pada gum arab yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankansampai dengan onsentrasi 40% .
b.      Pengaruh suhu
Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan, karena itukenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian.
c.       Pengaruh pH
Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu.Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH hinggamencapai titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila pH terus ditingkatkan.
d.      Pengaruh ion
Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gelnya, karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui ion-ionselektif.


e.       Pengaruh komponen Aktif lainnya
Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya hidrokoloidlain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat fungsional makin berkurang denganadanya hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis antarahidrokoloid-hidrokoloid yang bergabung.
v  Teori Preparasi
Menurut Khristantyo (2010), pada prinsipnya metode pembuatan sediaan semisolid dibagi menjadi dua.
Metode pelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersamadan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikanstabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan..
Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai ataudengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis.Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya,kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.
Pemakaian pektin di bidang industri telah dikenal luas dan diijinkan di semua negara. Pektin banyak digunakan di bidang farmasi, makanan dan minuman, serta bidang teknik. Pektin diketahui memiliki efek hipokolesterol. Penggunaan pektin herhubungan dengan kemampuannya dalam membentuk gel. Pektin merupakan molekul rantai panjang dan asam poligalakturonat yang sebagian gugus karboksilnya teresterifikasi oleh metil alkohol. Secara umum, pektin terdapat di dalam dinding sel tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa.
Pektin dapat diekstrak dari jaringan tanaman dengan larutan asam. Sumber pektin yang utama adalah Sayur-mayur dan buah-buahan. Pektin merupakan salah satu komoditi impor. Pektin komersial umumnya berasal dari apple pomace dengan kandungan pektin berdasarkan bobot kering sebesar 15%, kulit anggur 25%, kulit jeruk lemon 35,.5% (Subardjo, dkk., I989)
Labu siam (Sechium edule Sw.) merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber pektin. Buahnya mengandung pektin sebesar 2,7 - 3,0% (Kertesz, 1951). Berdasarkandata Bagian Statistik Tanaman Pangan (1991), dari lahan seluas 2.093 hektar dihasilkan buah sebanyak 12.908 ton. Selama ini penggunaan buah labu siam hanya sebagai sayuran.
Selain labu siam, buah pepaya juga memiliki kandungan pektin dengan kadar yang tinggi oleh karena itu dapat diolah menjadi selai dengan penambahan gula pasir dan asam sitrat supaya diperoleh selai yang baik, yaitu tidak encer dan mengkilap (Dudung, 1999). Buah pepaya mempunyai nilai gizi yang tinggi terutama kadar vitamin C dan vitamin A. Setiap 100 gram mengandung 3,65 mg vitamin A dan 78 mg vitamin C. Keseluruhan tanaman pepaya ini sangat berguna bagi kehidupan manusia.

B.     Tujuan Praktikum
1.      Untuk mengetahui cara pembuatan gel
2.      Untuk mengetahui perbedaan gel dari jenis polisakarida yang berbeda
3.      Untuk mengetahui pengaruh gula dan PH pada pembuatan gel.













BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Gel
Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua konstituen yang terdiri dari massa seperti agar yang rapat dan diisi oleh cairan. Gel terdiri dari dua fase kontinyu yang saling berpenetrasi. Fase yang satu berupa padatan, tersusun dari partikel – partikel yang sangat tidak simetris dengan luas permukaan besar, sedang yang lain adalah cairan (Martin, 1993).
B.     Pembentukan Gel
Pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air didalamnya.
Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer yang terdiri dari molekul rantai panjang dalam jumlah yang cukup maka akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang kontinyu sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu. Gelasi merupakan fenomena yang melibatkan penggabungan, atau terjadinya ikatan silang antar rantai-rantai polimer.
Ada tiga teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan gel yaitu :
1.      Teori adsorpsi pelarut
Teori ini menyatakan bahwa gel terjadi sebagai akibat adsorpsi molekul pelarut oleh partikel terlarut selama pendinginan yaitu dalam bentuk pembesaran molekul akibat pelapisan zat terlarut oleh molekul-molekul pelarut. Pembesaran partikel terjadi terus menerus sehingga molekul zat telarut yang telah membesar bersinggungan dan tumpang tindih melingkari satu sama lain sehingga seluruh system menjadi tetap dan kaku. Adsorpsi zat pelarut akan meningkat dengan makin rendahnya suhu.
2.      Teori jaringan tiga dimensi
Teori ini menyatakan bahwa kemampuan senyawa-senyawa untuk mengadakan gelasi disebabkan oleh terbentuknya struktur berserat atau terjadinya reaksi di dalam molekul itu sendiri dan membentuk serat. Selama pendinginan serat tersebut membentuk jaringan tiga dimensi. Ikatan yang menentukan dalam jaringan tiga dimensi kemungkinan merupakan ikatan primer dari gugus fungsional dan ikatan sekunder yang terdiri dari ikatan hidrogen atau dapat juga terjadi antara gugus alkil. Tipe ikatan yang terdapat dalam jaringan tiga dimensi akan menentukan tipe gel yang dihasilkan.
3.      Teori orientasi partikel
Teori ini menyatakan bahwa pada sisi tertentu terdapat kecenderungan bagi partikel terlarut dan solven untuk berorientasi dalam konfigurasi yang tertentu melalui pengaruh gaya dengan jangkauan yang panjang, seperti yang terjadi pada kristal. Mekanisme pembentukan gel dapat berbeda-beda tergantung pada jenis bahan pembentuknya. Diantaranya yang paling berbeda dalam hal jenis dan sifatsifatnya adalah gel yang dibentuk oleh gelatin, suatu jenis protein dan gel yangdibentuk oleh polisakarida.
C.    Gelling Agent
Bahan pembentuk gel (gelling agent) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam makanan seperti jeli, makanan penutup dan permen. Bahan ini memberikan teksturmakanan melalui pembentukan gel.Beberapa bahan penstabil dan pengental juga termasuk dalam kelompok bahan pembentuk gel. Untuk membuat ethanol gel dibutuhkan pengental berupa tepung, seperti kalsium asetat, atau pengental lainnya seperti xanthan gum,carbopol ,HPMC (Hydroxy Propil Methil Cellulose) dan berbagai material turunan selulosa. Untuk pengental jenis polimer carboxy vinyl seperti carbopol dibutuhkan air untuk membentuk struktur gel yang diinginkan (Tambunan, 2008).
1.      Carbopol 940 (Carboksipolimetilen)
Nama lain carbopol adalah acritamer, acrylic acid polymer, carbomer. Dengan rumus molekul (C3H4O2)n. untuk jenis carbopol 940 mempunyai berat molekul monomer sekitar 72 gr/mol dan carbopol ini terdiri dari 1450 monomer (Avinash,2006). Carbopol merupakan salah satu jenis gelling agent digunakan sebagian besar di dalam cairan atau sediaan formulasi semisolid berkenaan dengan farmasi sebagai agentpensuspensi atau agent penambah kekentalan. Digunakan pada formulasi krim, gel dan salep dan kemungkinan digunakan dalam sediaan obat mata dan sediaan topikal lain. Rumus bangun dari carbopol.
Carbopol berwarna putih berbentuk serbuk halus, bersifat asam, higroskopik, dengan sedikit karakteristik bau. Carbopol dapat larut di dalam air, di dalam etanol (95%) dan gliserin, dapat terdispersi di dalam air untuk membentuk larutan koloidal bersifat asam, sifat merekatnya rendah.
Carbopol bersifat stabil dan higroskopik, penambahan temperatur berlebih dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi stabilitas. Carbopol mempunyai viskositas antara 40.000 – 60.000 cP digunakan sebagai bahan pengental yang baik memiliki viscositasnya tinggi, menghasilkan gel yang bening. Carbopol digunakan untuk bahan pengemulsi pada konsentrasi 0,1- 0,5%B, bahan pembentuk gel pada konsentrasi 0,5-2,0%B, bahan pensuspensi pada konsentrasi 0.5–1.0 % dan bahan perekat sediaan tablet pada konsentrasi 5 – 10 % (Rowe, et. al.,2003 dalam Puryanto, 2009).
Dalam medium berair, polimer seperti carbopol 940 ini yang dipasarkan dalam bentuk asam bebas, mula mula terdispersi secara seragam. Setelah tidak ada udara yang terjebak, gel dinetralkan dengan basa yang cocok. Muatan negative pada sepanjang rantai polimer menyebabkan polimer tersebut menjadi terurai dan mengembang. Dalam sistem berair, basa sederhana anorganik, seperti sodium, ammonium, atau potassium hidroksida atau garam basa seperti sodium carbonat dapat digunakan. pH dapat diatur pada nilai yang netral, sifat gel dapat dirusak oleh netralisasi yang tidak cukup atau nilai pH yang berlebih. Amina tertentu seperti TEA biasanya digunakan dalam produk kosmetik (Libermann,1996). Carbopol 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat alkali seperti TEA (trietanolamin) atau diisopropilamin untuk membentuk suatu sediaan semipadat (Lachman, et.al.,1989 dalam Puryanto,2009)
2.      Karagenan
Istilah Carrageenan (karagenan) yang pada mulanya digunakan untuk menamakan ekstrak dari Chondrus crispus diambil dari nama desa yang bernama Carraghen yang terletak di pantai selatan Irlandia, flan (kuepastry) dibuat dengan memasak irish moss (spesies alga merah, Chondrus crispus) dengan susu. Saat ini pemanfaatan karagenan tidak hanya terbatas pada industri makanan saja, tetapi juga pada industri-industri lain seperti farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil dan lain sebagainya. Terdapat beberapa definisi karagenan yang umum dipakai karagenan dapat didefinisikan sebagai campuran polisakarida yang mengandung sulfat yang diekstrak dari alga merah . karagenan adalah nama umum dari golongan polisakarida pembentuk gel dan pengental yang diperoleh secara komersial melalui proses ekstraksi dari spesies alga merah (Rhodophyceae) tertentu. Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, Kappa: 25%, Iota: 32 % dan Lambda: 35 % . Karagenan dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling agent dan pengental (Suptijah, 2002).
3.      HPMC
Nama lain dari HPMC antara lain, hypromellose, methocel,hydroxypropilmethilcellulose, metolose, pharmacoat. Rumus kimia HPMC adalah CH3CH(OH)CH2. HPMC secara luas digunakan sebagai suatu eksipien di dalam formulasi pada sediaan topical dan oral. Dibandingkan dengan metilselulosa, HPMC menghasilkan cairan lebih jernih. HPMC juga digunakan sebagai zat pengemulsi, agen pensuspensi, dan agen penstabil di dalam sediaan salep dan gel. Sifat merekat dari HPMC apabila sediaan menggunakan bahan pelarut organic cenderung menjadi lebih kental dan merekat, terus meningkatnya konsentrasi juga menghasilkan sediaan yang lebih kental dan merekat. Daya larutnya yaitu dapat larut di dalam air dingin, membentuk satu larutan koloid merekat, pada kenyataannya tidak dapat larut di dalam cloroform, etanol (95%) dan eter, tetapi dapat larut di dalam campuran dari etanol dan dichloromethane, campuran dari metanol dan dichloromethane, dan campuran dari alkohol dan air. Titik gel adalah 50-90 0C, tergantung pada konsentrasi dan nilai material. Hypermellose (HPMC) secara umum diakui sebagai bahan tidak beracun dan non iritasi, walaupun konsumsi oral berlebihan mungkin punya satu efek laksatif.
4.      Kalsium Asetat
Kalsium asetat adalah garam dari asam asetat, mempunyai rumus molekul (Ca(CH3COOH)2. Nama IUPAC untuk kalsium asetat adalah kalsium etanoat danmnama lain kapur asetat. Mempunyai bentuk anhidrat dan sangat higroskopis. Jika alcohol ditambahkan kedalam larutan jenuh kalsium asetat maka suatu sediaan semisolid gel terbentuk dan mempunyai sifat mudah terbakar. Gel yang dihasilkan berwarna putih dan berbentuk menyerupai bola salju.
Sifat-sifat kalsium asetat antara lain :
·           Berat Molekul : 158,17 gr/mol
·           Berat Jennis : 1,6 gr/cm3
·           Penampilan : putih padat dan higroskopis
·           Titik lebur : 160 oC
·           Kelarutan dalam air : 37,4 gr/100ml (0 oC)
34,7 gr/100ml (20oC)
29,7 gr/100ml (100oC)
Sedikit larut dalam methanol dan larut dalam aseton, etanol dan benzene Untuk membuat ethanol gel, dosis kalsium asetat untuk bahan campuranmcukup 1-5%B. Kalsium asetat berbentuk tepung itu lalu diencerkan dengan air sebanyak 20% dari jumlah bioetanol. Selanjutnya dicampur etanol berkadar 70- 85%. Rasio antara pengental dan etanol perbandingannya 1:7. Setelah itu ditambahkan 5% Natrium Hidroksida sebagai penyeimbang pH agar tingkat keasaman 5-6. Saat menambahkan Natrium Hidroksida kecepatan aduk ditingkatkan 2 kali lipat. Untuk membuat 200 g gel kecepatan aduk berkisar 2.500 rpm.

Ethanol gel adalah etanol dengan bentuk fisik berupa gel. Produk ethanol gel sangat prospektif dikembangkan. Keunggulan dari ethanol gel dibandingkan fase cairnya yaitu praktis dan aman. Praktis karena berbentuk gel sehingga bias disimpan di dalam botol serta tidak mudah tumpah. Dalam bentuk gel, factor keamanan dalam penggunaan etanol dalam rumah tangga pun terjamin karena produk ethanol geltidak mudah menguap (volatile) dan tidak mudah terbakar. Seandainya pun ethanol gel tumpah dalam keadaan masih terbakar, kekentalannya tidak akan membuatnya cepat mengalir seperti halnya etanol dalam bentuk cair. Ethanol gel merupakan produk aman karena tidak volatil serta tidak mengeluarkan asap atau gas beracun ketika dibakar. Untuk membentuk ethanol gel ini diperlukan bahan pengental etanol. Bahan yang digunakan dalam hai ini berupa carbopol yang merupakan polimer asam akrilik. carbopol dicampurkan ke dalam etanol dan dihomogenisasi. Lalu, beberapa milliliter Natrium Hidroksida (NaOH) ditambahkan ke dalam campuran agar terbentuk gel. Tujuannya untuk mengubah pH campuran menjadi semakin tinggi karena gel akan terbentuk jika pH campuran meningkat (Vivandra,2009). Ethanol gel dapat digunakan sebagai bahan alternatif yang aman pengganti parafn karena keuntungan utama menggunakannya adalah ethanol geltanpa asap dan tidak ada emisi gas berbahaya. Masyarakat di Afrika Selatan yang telah memakai ethanol gel mengatakan bahwa hasil pembakaran ethanol gel bersih dantidak menimbulkan jelaga pada panci bekas memasak.
D.    Pengetian Pektin
Pektin adalah senyawa polisakarida kompleks yang ada di dalam dinding sel tumbuhan dan di temukan dalam berbagai jenis tanaman pangan terutama pada buah. Orang pertama yang berhasil mengkarakterisasi pektin sebagai salah satu komponen aktif pada buah yang dapat digunakan untuk pembentukan gel adalah Braconnot. Beliau juga yang menyarankan bahwa kata pektin berasal dari kata Yunani yang berarti untuk mengentalkan atau memperkuat (Nussinovitch, 1997).
Secara umum, yang disebut sebagai pektin adalah substansi pektat yang terdiri atas 3 unsur, yaitu protopektin, asam pektinat dan asam pektat. Protopektin adalah induk dari zat pektat yang tidak larut dalam air dan jika dihidrolisis menghasilkan asam pektinat. Asam pektinat adalah istilah yang digunakan bagi asam poligalakturonat yang mengandung gugus metil ester dalam jumlah yang cukup banyak. Asam pektat adalah zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester (Christensen, 1986).
E.     Struktur Pektin
Komponen utama dari senyawa pektin adalah asam D-galakturonat tetapi terdapat juga D-galaktosa, L-arabinosa dan L-ramnosa dalam jumlah yang beragam dan kadang terdapat gula lain dalam jumlah kecil. Beberapa gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan metanol. Polimer asam anhidrogalakturonat tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang. Struktur pektin memiliki kemiripan dengan struktur selulosa. Namun, perbedaannya adalah pektin memiliki gugus metil ester sedangkan selulosa tidak (Rolin and De Vries, 1990).
Asam D-Galakturonat
F.     Sifat-Sifat Pektin
Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Dinding sel menentukan ukuran dan bentuk sel serta menyebabkan tingkat kekakuan jaringan tanaman. Pektin berfungsi sebagai elemen struktural pada proses pertumbuhan serta sebagai perekat dan penjaga stabilitas jaringan dan sel.
·         Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil bebas.
·         Pektin dapat larut dalam air, alkali dan dalam asam oksalat tergantung pada kadar metoksil yang di kandungnya.
·         Pektin mempunyai kemampuan untuk membentuk gel jika di campur dalam larutan yang mempunyai tingkat keasaman dan kadar gula dalam perbandingan yang tepat
G.    Sumber Pektin
Sumber utama dari pektin terutama untuk komersial adalah kulit jeruk (lemon, jeruk nipis dan jeruk) dan apel. Kulit jeruk untuk produksi pektin didapat setelah air jeruk diperas dan juga minyak essensial diekstrak. Apel pernah menjadi bahan baku utama pada produksi pektin, namun sekarang telah diganti dengan menggunakan kulit jeruk karena mengandung lebih dari 15-20% pektin berdasarkan berat keringnya (Pathak and Shukla, 1978).
H.    Aplikasi Pektin
·         Penggunaan yang paling umum dari pektin adalah dalam penyusunan selai, jeli atau produk gel sejenis (Kertesz, 1951).
·         Pektin yang tinggi kandungan ester ± 70% dapat menjadi stabilizer pasteurisasi atau sterilisasi pada produk susu asam (pH 3,5-4,2) (Pereyra et al., 1995).
·         Pektin yang rendah kandungan ester biasanya digunakan sebagai gelling agen dan texturizer pada beberepa produk seperti pembuatan kaviar dan produk daging (Einhornstoll et al., 1996).
·         Pektin yang dimodifikasi dalam emulsi whey protein dapat menstabilkan protein whey pada konsentrasi yang cukup tinggi (Einhornstoll et al., 1996)





















BAB III.
 METODE PRAKTIKUM
A.    Tempat dan Waktu Praktikum
Laboratorium kimia fakultas pertanian universitas muhammadiyah mataram, di lantai 2
Jam 13.00 wita.
B.     Bahan dan Alat Praktikum
Bahan dan alat praktikum: Panci berukuran kecil 1 buah, sendok, kompor,piring kecil,alat cetak (kotak pembuat es) 4 buah, gelas piala 500 ml dan 1 liter, Agar-agar yang tersedia dipasaran, nutrijel, Kristal agar,Agarasa,Nutrijell yoghurt,Nutrijell yoghurt, gula,air,es batu.
C.    Cara Kerja
a.       Agar
1.      Siapkan 400 ml air bersih (air aqua)
2.      Larutan 1 bungkus agar-agar yang telah disiapkan kedalam air dan aduklah hingga rata
3.      Bagi dua larutan agar-agar tersebut (masing-masing 300 ml)
4.      Satu bagian (300 ml) dipanaskan hingga mendidih
5.      Satu bagian (300 ml) di campur dengan 150 gr gula pasir, masaklah hingga mendidih
6.      Cetaklah kedua macam agar-agar tersebut pada cetakan yang terpisah
7.      Untuk mempercepat pendinginan, larutlah pecahan es batu pada bagian bawah cetakan tersebut atau simpanlah pada pendinggin.
b.      Pektin
1.      Siapkan 400 ml air bersih (air aqua)
2.      Larutian 1 bungkus nutrijel yang telah disiapkan kedalam air dan aduklah hingga rata
3.      Bagi dua larutan nutrijel tersebut (masing-masing 200 ml)
4.      Satu bagian (200 ml) dipanaskan hingga mendidih
5.      Satu bagian (200 ml) dicampur dengan 150 gr gula pasir, masaklah hingga mendidih
6.      Cetaklah kedua macam nutrijel tersebut pada cetakan yang terpisah
7.      Untuk mempercepat pendinginan, taruhlah pecahan es batu pada bagian bawah cetakan tersebut atau simpanlah pada lemari pendingin.
BAB IV.
PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan dan Perhitungan
Tabel 1.1  Tanpa Gula
No
Campuran air,agar- agar/nutrijel.
Perubahan yang terjadi setelah dipanaskan
Perubahan setelah pendinginan



1



Agar swalo
·         Volume larutan 300 ml
·         Menggelembung dan mengental  Lama pemanasan 12 menit 
·         berwarna coklat muda.
·         Volume berkurang menjadi 250 ml
·         Lama pendinginan 30 menit



2



Agar kristal
·         Volume larutan 300 ml
·         Mengelembung dan mengental
·         Lama pemanasan 9 menit
·         Warna coklat
·         Volume berkurang menjadi 250 ml
·         Lama pendinginan 30 menit



3



Agar rasa
·         Volume larutan 300 ml
·         Mengelembung dan mengental
·         Lama pemanasan 9 menit
·         Warna coklat
·         Volume berkurang menajadi 250 ml
·         Lama pendinginan 33 menit



4



Nutrijell anggur
·         Volume larutan 200 ml
·         Pengentalan lambat  mengelembung di bagian bawah
·         Lama pemanasan 10 menit
·         Warna ungu
·         Volume berkurang mejadi 150 ml
·         Lama pendinginan 5 menit
5
Nutrijell yougurt


Tabel 1.2  Dengan Penambahan Gula 150 gr
No
Campuran air,agar- agar/nutrijel.
Perubahan yang terjadi setelah dipanaskan
Perubahan setelah pendinginan


1


Agar swalo
·         Volume larutan 450 ml
·         Menggelembung dan mengental  Lama pemanasan 7 menit 
·         berwarna coklat tua.
·         Volume berkurang menjadi 400 ml
·         Lama pendinginan 1  jam



2



Agar kristal
·         Volume larutan 450 ml
·         Mengelembung dan mengental dengan cepat.
·         Lama pemanasan 33 menit
·         Warna putih
·         Volume berkurang menjadi 400 ml
·         Lama pendinginan 30 menit



3



Agar rasa
·         Volume larutan 450 ml
·         Mengelembung dan mengental dengan cepat
·         Lama pemanasan 33 menit
·         Warna coklat tua
·         Volume berkurang 400 ml
·         Lama pendinginan 1 jam



4



Nutrijell anggur
·         Volume larutan 350 ml
·         Pengentalan lambat  mengelembung di bagian bawah
·         Lama pemanasan 20 menit
·         Warna abu-abu
·         Volume berkurang mejadi abu-abu ml
·         Lama pendinginan 1 jam
5
Nutrijell yougurt
Volume larutan




Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Organoleptik
No
Nama bahan
Kekerasan
Kelengketan
kerenyahan
kekenyalan
T
G
T
G
T
G
T
G
1
Agar – agar swalo

Lembut

Keras

Tidak

Lengket

Tidak

Renyah

Tidak

Kenyal
2
Agar – agar
Keras
Lembek
Lengket
Tidak
Renyah
Tidak
Tidak
Kenyal
3
Agar – agar  rasa

Keras

Lembek

Tidak

Lengket

Renyah
Sangat lembut

Tidak

Kenyal

4
Nutrijel anggur

Keras

Lembek

Lengket

Tidak

Renyah

Tidak

Kenyal

Tidak
5
Nutrijelyougurt
Lembek
Keras
Tidak
Lengket
Tidak
Renyah
Tidak
Kenyal











B.     Pembahasan
                     Pembahasan Pada percobaan  nutrijell yoghurt kami, yoghurt yang dihasilkan memiliki warna putih kekuning-kuningan, aroma yang khas yoghurt, rasa manis, mempunyai kekentalan dan kekenyalan yang bagus, serta daya tahan yang lebih lama daripada susu sapi segar murni. Hal ini dikarenakan proses fermentasi susu dalam pembuatan yoghurt
     .    penghasil asam laktat, yang terdiri dari Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium. Asam laktat yang terbentuk menyebabkan penggumpalan protein susu dan membantu mengawetkan yoghurt. Lactobacillus bulgaricus berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophillus lebih berpe\ran dalam pembentukan cita rasa. Kedua bakteri tersebut mangurangi laktosa susu menjadi asam laktat. Cita rasa yang khas yang timbul dari yoghurt diakibatkan adanya asam laktat, asam asetat, karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin dan diasetil. Proses fermentasi yoghurt berlangsung melalui penguraian protein susu. Sel-sel bakteri menggunakan laktosa dari susu untuk mendapatkan karbon dan energi dan memecah laktosa tersebut menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim β-galaktosidase. Proses fermentasi akhirnya akan mengubah glukosa menjadi produk akhir asam laktat. Laktosa → Glukosa + Galaktosa → Asam piruvat → Asam laktat + CO2 + H2O Adanya asam laktat memberikan rasa asam pada yoghurt. Hasil fermentasi susu ini merubah tekstur susu menjadi kental.
          Hal ini dikarenakan protein susu terkoagulasi pada suasana asam, sehingga terbentuk gumpalan. Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah laktosa dan kasein. Laktosa yang merupakan karbohidrat susu digunakan sebagai sumber energi selama pertumbuhanbiakan bakteri dan akan menghasilkan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktosa menyebabkan keasaman susu meningkat atau pH menurun, kasein merupakan komponen terbanyak dalam susu yang sangat peka terhadap asam. Dalam kondisi keasaman yang rendah maka kasein menjadi tidak stabil sehingga kasein akan terkoagulasi membentuk tekstur kental dan kenyal yang disebut yoghurt. Pada percobaan kami terdapat 5 tahapan proses pembuatan yoghurt yaitu pemanasan, pendinginan, inokulasi, pemeraman (inkubasi) dan refigerasi. 1. Pemanasan Pemanasan ini bertujuan untuk mematikan semua mikroba yang ada pada susu seperti bakteri patogen maupun pembusuk yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri starter. Disamping itu juga untuk menurunkan kandungan air pada susu sehingga pada akhirnya akan diperoleh yoghurt dengan konsistensi yang cukup kental. Pada saat memanaskan, jaga jangan sampai susu mendidih. Jika telah muncul gelembung kecil segera matikan kompor. Karena jika susu di panaskan sampai mendidih, susu akan pecah atau menggumpal. 2. Pendinginan dan inokulasi Proses ini bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi bakteri starter, pendinginan dikerjakan sampai suhu ±380 C. Kemudian setelah suhu tercapai ditambahkan bakteri starter. Starter yoghurt ditambahkan dengan presentase 20%. Tingkat penambahan starter berpengaruh terhadap aktivitas bakteri dan produksi asam. 3. Pemeraman atau Inkubasi   Pemeraman dapat dilakukan pada kisaran suhu 400 C-430 C selama 7-12 jam. Suhu ini merupakan kondisi optimum dalam proses fermentasi. Pada proses inilah yoghurt mulai difermentasikan. Setelah proses inkubasi selesai maka akan terjadi koagulasi (peng
1.      gumpalan). 4. Refrigerasi Produk yoghurt yang dihasilkan harus segera disimpan dalam refrigerator yang bersuhu 40 C -60 C karena apabila dibiarkan berada pada suhu inkubasi dan suhu ruangan maka produksi asam akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena bakteri akan tetap beraktifitas dalam membentuk asam laktat sehingga pH semakin turun. Tujuan refrigerasi ini adalah untuk menghentikan bakteri beraktifitas membentuk asam









BAB V.
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pratikum yang kita lakukan  yang  dapat digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kemudian, tahap-tahap pembuatan yoghurt yaitu pemanasan, pendinginan, inokulasi, pemeraman(inkubasi) dan refigerasi. Hasil nutrijell yoghurt kami dinyatakan berhasil karena sesuai dengan keinginan yang meliputi aroma normal atau khas yoghurt, rasa khas atau asam yoghurt dan tekstur cairan kental atau semi padat.

B.     Saran
               Melalui pratikum yang telah dilakukan, diharapkan adanya pratikum lebih lanjut mengenai proses pembuatan nutrijell yoghurt. Oleh karena itu dapat bermanfa’at .
             Diharapkan kepada pratikan mempelajari perubahan-perubahan yang akan terjadi terlebih dahulu sebelum melakukan percobaan dan Selalu periksa kondisi alat sebelum melakukan percobaan.









DAFTAR PUSTAKA
Applied Science, London, pp. 401- 34.
Baker, G.L. 1946. Miscellaneous Paper No. 23. Univ. of Delaware Agric. 
Christensen, S.H. (1986). Pectins, in Food Hydrocolloids, vol. III (ed. M. Glicksman), CRC Press, Boca Raton, FL, pp.206-27.
Einhornstoll, U., Glasenapp, N. and Kunzek, H. (1996). Modified pectins in whey-protein emulsions. Nahrung Food, 40(2),60-7.
Kertesz, ZJ. (1951). The Pectic Substances, Interscience Publishers, New York.
Nussinovitch, Amos. (1997). Hydrocolloid Applications: Gum Technology in the Food and Other Industries. Blacklie Academic and Professional Publishers, London.
Pathak, D.K. and Shukla, S.D. (1978). A Review on Sunflower Pectin. Indian Food Packer (May-June), 49.
Pereyra, R.A., Schmidt, K. and Wicker, L. (1995). Stability of Pectin-Casein Solutions. 1FT Annu. Meet. Con! Book 1995, p. 219.
Rolin, C. and De Vries, J.D. (1990). Pectin, in Food Gels (ed. P. Harris), Elsevier Anderson, lW. and Wen-Ju Lin Chen. 1979. Plant Fiber, Carbohydrate and Lipid MetabolismeAm. J. Clin. Nutr. 32: 246-63.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar