KAJIAN
LEKSIKON BAHASA LINGKUNGAN
PADA
NAMA DIRI MASYARAKAT SUMBAWA
Nurlelah dan Iin
Fitriyani
Karyasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Mataram
Abstrak
Masalah yang dikaji dalam makalah ini
dilatarbelakangi oleh adanya leksikon kebahasaan di lingkungan Sumbawa yang
saat ini sudah mulai tergusur, pudar dan bahkan hampir punah. Memang kemampuan
untuk beradaptasi dengan perubahan diperlukan, namun sisi lain, seperti potensi
lingkungan, sumber daya bahasa lokal yang mencirikan identitas masyarakat
Sumbawa juga penting dipertahankan bahkan harus dilestarikan keberadaannya.
Kenyataan hidup bahasa lokal yang demikian ini, merupakan nilai-nilai budaya
yang sekaligus juga menggambarkan hubungan manusia dengan lingkungannya.
Berdasarkan permasalahan di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah
bagaimanakah leksikon bahasa lingkungan nama diri pada masyarakat Sumbawa? Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Sumber dan bahan penelitian dilakukan dengan cara
studi literatur, wawancara dengan tokoh adat dan masyarakat Sumbawa. Temuan yang diperoleh dalam makalah ini adalah adanya perangkat
leksikon yang menunjukkan adanya hubungan simbolik nama diri antara masyarakat
dengan lingkungannya.
Kata Kunci:
Leksikon, Bahasa Lingkungan, Nama Diri, Masyarakat Sumbawa
I.
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui
bahasa menjadi pembentuk utama dalam lahirnya kebudayaan, bahasa mempunyai
peranan penting misalnya, bahasa daerah. Bahasa daerah menjadi identitas suatu
daerah tertentu, sebut saja bahasa Sumbawa. Bahasa Sumbawa menjadi identitas
daerah Sumbawa. Masyarakat Sumbawa
mempunyai kebiasaan yang tidak lazim. Kebiasaan yang tidak lazim ini salah
satunya berupa pemberian nama diri. Pemberian nama diri pada masyarakat Sumbawa
khususnya di desa Pungkit, Kecamatan Lopok, Kabupaten Sumbawa Besar banyak
diambil dari nama-nama tumbuhan dan hewan oleh orang-orang terdahulu. Nama-nama
tersebut seperti lene, ‘semangka’, lasung, ‘buah nangka yang masih kecil’,
dan bote,’monyet’.
Penutur bahasa Sumbawa
beranggapan bahwa alam telah menyiapkan segalanya, tidak perlu susah-susah
mencari nama bagus, cukup nama yang telah dikenal agar mudah diingat yang ada
di lingkungan tempat tinggal serta nama tersebut dianggap sesuai untuk
anak-anaknya. Namun, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di
era sekarang ini, kebiasaan-kebiasaan tersebut telah mulai ditinggalkan.
Masyarakat Sumbawa sekarang ini, telah dipengaruhi oleh media informasi seperti
televisi, surat kabar, internet, dan lain sebagainya.
Media informasi memberi
pengaruh yang begitu pesat di era sekarang ini. Hal ini membuat pemakai nama
diri tidak bertahan menggunakan nama-nama yang ada di lingkungannya. Pemakai
beranggapan bahwa nama-nama yang diambil dari nama tumbuh-tumbuhan atau bahkan
hewan sudah sangat kuno dan seolah-olah hal tersebut tidak berlaku lagi saat
ini. Di samping itu, pemakai merasa malu menggunakan nama-nama tersebut karena
nama-nama tersebut dianggap lucu, sehingga akan menjadi bahan ejekan
teman-teman yang lain. Meskipun demikian, ada juga sebagian pemakai yang merasa
bangga menggunakan nama-nama tersebut. Dengan demikian, untuk menguak
keberadaan penamaan nama diri pada masyarakat Sumbawa, peneliti menggunakan
pendekatan ekolinguistik. Sebagaimana diketahui, kajian ekolinguistik merupakan
kajian tentang bahasa lingkungan atau lingkungan bahasa yang mengalami
pergeseran keberadaan suatu bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam suatu
bahasa tertentu dan di daerah tertentu.
II.
KONSEP
DAN TEORI BERGAYUT
Dalam penelitian ini terdapat
beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai dasar rujukan empiris tentang konsep
yang dikaji, sehingga apabila ditemukan di lapangan dapat dijadikan gambaran
yang tepat tentang konsep tersebut sehingga konsep dapat diamati dan diukur.
Ada beberapa konsep yang berkaitan dengan penelitian ini di antaranya:
ekolinguistik, leksikon,dan nama diri.
Berkaitan dengan
pembahasan makalah ini, ekolinguistik diartikan sebagai interaksi antara bahasa
dan lingkungannya lewat penutur bahasa tersebut Gumperz (1962) dalam Mirsa
(2015). Selaras dengan itu, Mbete (2007) menyatakan linguistik area atau
linguistik kawasan dapat menjadi bagian dari ekolinguistik dengan ruang kaji
yang khusus berkaitan dengan keanekaragaman bahasa, dialek, dan saling mempengaruhi
antardialek dan antarbahasa. Di dalam saling memengaruhi, komponen atau
subsistem yang lebih kuat memengaruhi dan menguasai yang lemah, mendominasi dan
menyusupi secara alamiah.
Pada
tahun 1970, Haugen (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 57) of menyatakan ekologi
“ecology of language may be defined as the
study of interaction between any given
language and its environment”. Ekologi bahasa dalam petikan di atas
dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi atau hubungan timbal
balik antara bahasa tertentu dan lingkungannya. Ada tiga hal yang dijelaskan
oleh Haugen (1972) dalam Mirsa (2015) tentang ekolinguistik yakni (1) bahasa
hanya ada dalam pikiran penuturnya, dan akan berfungsi pada saat penuturnya
berhubungan secara alami antara penutur satu dengan lainnya; (2) bagian dari
lingkungan bahasa selanjutnya adalah lingkungan psikologis, yaitu interaksi
bahasa tersebut dengan bahasa lain dalam pikiran penutur yang
dwi/multibahasawan; (3) lingkungan sosiologis, yakni interaksi bahasa dengan
masyarakat dalam fungsinya sebagai alat komunikasi.
Ekologi bahasa dalam
arti saling memengaruhi antarbahasa memang bekerja melalui kognisi, otak, hati
(sikap positif, negatif, tingkat kesetiaan, dan politik) yang secara nyata
terwujud dalam pola interaksi verbal (tuturan dan tulisan) dalam komunikasi
antarpenutur. Ke arah itu pula kajian ekolinguistik, bahkan juga ekolinguistik
kritis, diarahkan, difokuskan, dan dikembangkan. Dalam konteks ini,
perubahan-perubahan lingkungan ragawi guyub tutur berdampak pada perubahan
bahasa Liebert (2001) dalam Mbete (2007) atau perubahan bahasa juga
merepresentasikan perubahan ekologi. (Haugen (1970) dalam Mbete (2007) memang
membuka ruang kaji linguistik dalam payung ekologi bahasa.
Selain
ekolinguistik, dalam linguistik dikenal istilah leksikon. Leksikon adalah
koleksi leksem pada suatu bahasa. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani “lexikos” yang kurang lebih bermakna
perihal kata. Kajian terhadap leksikon mencakup apa yang dimaksud dengan kata,
strukturisasi kosakata, penggunaan dan penyimpangan kata, pembelajaran kata,
secara dan evolusi kata (etimologi), hubungan antarkata, serta proses
pembentukan kata pada suatu bahasa. Menurut Chaer (2007: 5-6) istilah leksikon
berasal dari kata Yunani Kuno lexikon
ini sekerabat dengan kata leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan
sebagainya. Lebih lanjut, Chaer menyebutkan leksikon adalah istilah, daftar
kata, sebutan untuk sesuatu yang memiliki perilaku semantik, sintaksis,
morfologi, dan fonologisnya. Kajian leksikon mencakup kajian tentang kata,
kosakata, pemakaian kata, dan makna kata.
Leksikon
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah leksikon yang mengacu pada leksikon
penamaan nama diri yang diambil dari lingkungan. Sebagaimana dalam filsafat,
nama diri (bahasa Latin: nomen
proprium/nomina propria, bahasa Perancis: nom proper, bahasa Inggris: proper
name atau proper noun) adalah
sebuah nama yang menunjukkan hakiki suatu hal yang diperbincangkan, namun tidak
memberitahu lebih lanjut mengenai apa itu. Salah satu tantangan filosofi modern
adalah bagaimana cara mendeskripsikan nama yang sebenarnya, dan menjelaskan
artinya.
Ihwal
kajian ini, nama diri adalah sebuah nama yang memberikan identitas kepada
hal/objek tersebut. Nama diri adalah sebuah pemberian nama pada suatu objek
yang mengandung arti. Nama diri yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
penamaan nama diri yang diambil di lingkungan (ekologi) masyarakat Sumbawa yang
memiliki makna (bahasa) bagi masyarakat Sumbawa.
III.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data, metode
yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan
untuk mengetahui kondisi keberadaan leksikon lingkungan yang dipakai untuk nama
diri pada masyarakat Sumbawa. Kemudian dilanjutkan dengan mewawancarai informan
untuk mendapatkan data yang sesuai dengan keinginan peneliti yaitu data tentang
leksikon lingkungan yang dipakai untuk nama diri. Metode penganalisisan dilakukan
dengan mengkomparasi data (membandingkan data yang satu dengan data yang lain),
verifikasi, dan penyajian data. Selanjutnya, data disajikan dengan pemaparan
kata untuk memberikan gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan
permasalahan yang dibahas.
IV.
DATA
DAN PEMBAHASAN
Data
dalam penelitian ini, dapat dijadikan sebagai objek yang akan dibahas dan diawali
dengan keberadaan sumber data di lapangan. Tentunya hanya akan mengidentifikasi
leksikon lingkungan yang dipakai untuk penamaan nama diri masyarakat Sumbawa. Adapun
esensi yang ingin dibahas terkait leksikon lingkungan yang dipakai untuk
penamaan nama diri sebagaimana dideskripsikan dalam tabel berikut.
1.
Nama
Diri yang Bermakna Kenangan
No.
|
Nama
|
Arti
|
Kategori
|
Makna
|
1.
|
Bage
|
Asam
|
Tumbuhan
|
Kelahirannya
pada musim panen asam.
|
2.
|
Baso
|
Jagung
|
Tumbuhan
|
Kelahirannya
pada musim jagung.
|
3.
|
Jeraming
|
Jerami
|
Tumbuhan
|
Lahir
saat musim panen (di atas jerami).
|
4.
|
Lasar
|
Lantai
pada rumah panggung yang terbuat dari anyaman bambu
|
Gedung/bangunan
|
Lahir
di atas lantai pada rumah panggung yang terbuat dari anyaman bambu.
|
5.
|
Losong
|
Alat
musik tradisional yang terbuat dari batang padi
|
Tumbuhan
|
Anak
yang lahir pada musim panen padi.
|
6.
|
Miri
|
Kemiri
|
Tumbuhan
|
Anak
yang lahir di daerah pegunungan bertepatan dengan musim kemiri.
|
7.
|
Nyamung
|
Jambu
|
Tumbuhan
|
Dilahirkan
pada musim jambu.
|
8.
|
Rebo
|
Hari
rabu
|
Hari
|
Dilahirkan
pada hari rabu.
|
9.
|
Pisak
|
Hitam
|
Warna
|
Dilahirkan
secara pisik berkulit hitam.
|
Selain
nama diri yang bermakna kenangan, dalam masyarakat Sumbawa ditemukan pula nama
diri yang bermakna pengharapan figuratif seperti yang terlihat pada tabel
berikut ini.
2.
Nama
Diri Bermakna Pengharapan Figuratif
No.
|
Nama
|
Arti
|
Kategori
|
Makna
|
1.
|
Alang
|
Rumah
khusus sebagai tempat menampung hasil pertanian serta barang lainnya
|
Gedung/bangunan
|
Semoga
menjadi tulang punggung keluarga.
|
2.
|
Ampat
|
Kipas
untuk menyalakan api
|
Peralatan
rumah tangga
|
Semoga
menjadi orang yang dapat menggerakkan orang lain di tengah-tengah masyarakat.
|
3.
|
Aning
|
Lebah
|
Hewan
|
Diharapkan
apapun yang dilakukan si anak berguna atau bermanfaat bagi orang lain.
|
4.
|
Baka
|
Bakul
|
Peralatan
rumah tangga
|
Semoga
menjadi orang yang memiliki hati yang baik dan terbuka untuk orang lain.
|
5.
|
Baloq
|
buaya
|
Hewan
`
|
Semoga
menjadi pribadi yang tangguh dan mampu beradaptasi dalam setiap ruang
kehidupan.
|
6.
|
Betok
|
Sejenis
ikan mujair
|
Hewan
|
Semoga
menjadi pribadi yang kuat dalam menjalani kehidupan.
|
7.
|
Bokar
|
Maja
|
Tumbuhan
|
Semoga
menjadi pribadi yang lembut namun tetap memiliki pendirian yang kuat.
|
8.
|
Beko
|
Merah
mudah
|
Warna
|
Semoga
menjadi anak (wanita) lemah lembut dan berbudi pekerti.
|
9.
|
Bote
|
Monyet
|
Hewan
|
Semoga
menjadi anak yang gesit dan pintar membaca peluang.
|
10.
|
Bong
|
Tempat
air
|
Peralatan
rumah tangga
|
Semoga
menjadi penyejuk bagi keluarga.
|
11.
|
Eta
|
Pohon
sirih
|
Tumbuhan
|
semoga
si anak menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi keluarga dan
masyarakat.
|
12.
|
Kedit
|
Burung
kecil
|
Hewan
|
Semoga
menjadi orang yang cerdas, tangkas, dan lincah.
|
13.
|
Kete
|
Wajan
yang terbuat tanah liat
|
Peralatan
rumah tangga
|
Semoga
menjadi anak yang bermanfaat untuk orang lain.
|
14.
|
Lanang
|
Kacang
panjang
|
Tumbuhan
|
Semoga
menjadi anak yang selalu mengalirkan manfaat untuk sesama.
|
15.
|
Lasung
|
Buah
nangka yang masih kecil
|
Tumbuhan
|
Semoga
tidak menjadi anak yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
|
16.
|
Mayung
|
Rusa
|
Hewan
|
Semoga
menjadi anak yang cerdas.
|
17.
|
Mira
|
Merah
|
Warna
|
Semoga
menjadi seseorang yang pemberani.
|
18.
|
Pade
|
Padi
|
Tumbuhan
|
Semoga
menjadi pribadi yang tidak sombong selaras dengan filosofi padi semakin
berisi, semakin merunduk.
|
19.
|
Pio
|
Burung
|
Hewan
|
Semoga
menjadi anak yang kreatif.
|
20.
|
Rantok
|
Lesung
|
Peralatan
rumah tangga
|
Semoga
menjadi anak yang tidak ketinggal informasi.
|
21.
|
Rebong
|
Tunas
bambu
|
Tumbuhan
|
Semoga
menjadi anak yang membawa harapan baru untuk masyarakat.
|
22.
|
Ruku
|
Tumbuhan
seperti kemangi
|
Tumbuhan
|
Semoga
menjadi anak yang berkepribadian khas dan luhur.
|
23.
|
Sidu
|
Sendok
|
Peralatan
rumah tangga
|
Semoga
menjadi pribadi yang praktis.
|
24.
|
Sudik
|
Sutil
|
Peralatan
rumah tangga
|
semoga
menjadi orang yang bisa menjadi pemimpin untuk orang lain
|
25.
|
Terong
|
Terung
|
Tumbuhan
|
Semoga
tidak menjadi anak yang tidak seperti terong (baik diluar dalam kata-kata
tapi berhati jelek)
|
26.
|
Timung
|
Timbung
|
Makanan
|
Semoga
menjadi pribadi yang membawa keberkatan untuk orang lain
|
27.
|
Turung
|
Gayung
yang terbuat dari batok kelapa
|
Peralatan
rumah tangga
|
Semoga menjadi anak yang bisa mengayomi
orang lain.
|
Selain nama diri yang
bermakna kenangan dan pengharapan figuratif dalam masyarakat Sumbawa ditemukan
pula nama diri yang bermakna pengharapan situasional seperti yang terlihat pada
tabel berikut ini.
3. Nama Diri yang Bermakna Pengharapan
Situasional
No.
|
Nama
|
Arti
|
Kategori
|
Makna
|
1.
|
Bolang
|
Buang
|
Verba
|
Keadaan
keluarga mungkin sedang dipengaruhi hal-hal buruk,diharapkan dengan kelahiran
anak mampu menjadi orang yang membuang sifat-sifat buruk.
|
2.
|
Bosang
|
Keranjang
yang terbuat dari anyaman bambu atau pandan
|
Perairan
dan kelautan
|
Keadaan
mungkin masih serba kekurangan dan Semoga dengan kelahiran si anak membawa
rejeki.
|
3.
|
Kokar
|
Kali
|
Perairan
dan kelautan
|
Keadaan
mungkin sedang terhimpit masalah, Semoga dalam hidupnya senang dan bahagia.
|
4.
|
Komak
|
Kara
(buah)
|
Tumbuhan
|
Keadaan
mungkin sedang berselisih dengan keluarga atau orang-orang di sekeliling dan
semoga menjadi anak yang selalu menjalin silahturrahim dan bermanfaat untuk
orang lain.
|
Dengan demikian,
berdasarkan data di atas, makna nama diri dapat dikategorikan dalam beberapa
bagian yaitu sebagai berikut.
a. Kategori
Hewan
Bagian nama-nama yang
termasuk kategori hewan mengandung makna pengharapan figuratif karena
kemungkinan bahwa keadaan keluarga tidak seperti yang dimaksudkan oleh namanya,
tetapi orang tuanya menginginkan anaknya seperti makna nama yang diberikan, di masa
mendatang. Misalnya, nama aning ‘lebah’
diberikan kepada anaknya supaya Si anak menjadi orang yang berguna dan
bermanfaat untuk orang lain dalam setiap tindakannya. Selain itu, nama balo ‘buaya’ diberikan kepada anak laki-laki
supaya menjadi pribadi yang tangguh dan mampu beradaptasi dalam setiap ruang
kehidupan. Ada juga nama betok ‘sejenis
ikan mujair’ diberikan kepada Si anak supaya menjadi pribadi yang kuat dalam
menjalani kehidupan. Nama bote ‘monyet’
diberikan kepada anak supaya menjadi pribadi yang gesit dan pintar membaca
peluang. Adapun nama lain, kedit ‘burung
kecil’ diberikan kepada anak supaya menjadi orang yang cerdas, tangkas, dan
lincah. Nama lain, mayung ‘kijang’
diberikan kepada anak supaya menjadi orang yang cerdas. Nama pio ‘burung’ diberikan kepada anak
supaya menjadi anak yang kreatif.
b. Kategori
Tumbuhan
Nama-nama yang termasuk
dalam kategori tumbuh-tumbuhan sebagian bermakna pengharapan situasional,
pengharapan figuratif, dan kenangan. Nama-nama yang mengandung pengharapan
situasional diberikan kepada anak kemungkinan bahwa orang tua Si anak dalam
keadaan tidak seperti makna nama yang diberikan pada saat Si anak dilahirkan.
Sehingga diberi nama tersebut, agar Si anak menjadi orang yang diharapkan
seperti makna nama yang diberikan. Misalnya, nama komak ‘kara (buah)’ diberikan kepada anak kemungkinan keadaan orang
tua saat itu sedang berselisih dengan keluarga lain. Sehingga diberi nama komak supaya menjadi anak seperti makna
buah komak yaitu anak tersebut diharapkan menjadi anak yang selalu menjalin
silaturahim dan bermanfaat bagi orang lain.
Nama-nama yang mengandung
pengharapan figuratif berisi keinginan
orang tua, agar anaknya menjadi seperti makna namanya. Misalnya, nama bokar
‘maja’ diberikan kepada anak supaya menjadi orang atau pribadi yang lembut namun tetap mempunyai pendirian
yang kuat. Seperti buah maja yang dalamnya lunak/lembut dan kulit terluarnya
keras/kuat. Selain itu, nama lasung ‘buah
nangka yang masih kecil’ orang tua terinspirasi memberikan nama untuk anaknya
supaya anaknya tidak menjadi orang yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya,
seperti buah nangka yang masih kecil ada yang tidak bisa tumbuh menjadi buah
nangka yang besar. Adapun nama lain, pade
‘padi’ diberikan kepada anak supaya menjadi anak yang pintar dan tidak sombong,
seperti filosofi padi semakin berisi semakin menunduk. Nama rebong ‘tunas bambu’ diberikan kepada
anak supaya menjadi pembawa harapan baru untuk keluarga dan masyarakat. Nama ruku ‘tumbuhan sejenis kemangi’ diberikan
kepada anak supaya menjadi orang yang berkepribadian khas dan luhur.
Nama-nama yang
mengandung makna kenangan, berisi kejadian atau peristiwa yang terjadi ketika
anak dilahirkan sehingga orang tua memberikan nama sesuai kejadian tersebut,
agar selalu terkenang dan tergambar lewat nama Si anak. Misalnya, nama baso ‘jagung’ diberikan kepada anak
supaya mengingatkan masa kelahiran Si anak pada musim panen jagung. Begitu pula
dengan nama jeraming ‘jerami’
diberikan kepada anak untuk mengingat bahwa saat kelahiran Si anak terlahir di atas
jerami pada musim panen padi. Nama lain, miri
‘Kemiri’ diberikan kepada anak supaya menjadi penanda bahwa anak tersebut
berasal dari daerah pegunungan dan dilahirkan pada musim kemiri.
c. Kategori
Perairan dan Kelautan
Nama-nama mengandung
makna pengharapan situasional sama dengan kategori sebelumnya, kemungkinan
orang tua memberi nama tersebut karena keadaan keluarga tidak seperti nama yang
diberikan. Sehingga diberikan nama tersebut dengan harapan si anak menjadi
seperti filosofi nama yang diberikan, sesuai harapan orang tua. Misalnya, nama bosang ‘keranjang yang terbuat dari
anyaman bambu atau pandan’ diberikan kepada Si anak agar menjadi apa yang
diharapkan orang tua, kemungkinan keadaan orang tua saat anak dilahirkan masih
serba kekurangan dan semoga dengan kelahiran Si anak membawa rejeki. Adapun nama
lain, kokar ‘kali’ diberikan kepada Si
anak kemungkinan keadaan orang tua sedang terhimpit masalah, sehingga
diharapkan dengan kelahiran Si anak membawa berkah, dalam hidupnya senang dan
bahagia. Selain itu, ada juga nama yang mengandung makna pengharapan figuratif.
Misalnya, nama ramang ‘jala’
diberikan kepada Si anak supaya menjadi anak yang pekerja keras.
d. Kategori
Gedung atau Bangunan
Nama-nama dalam
kategori gedung atau bangunan mengandung makna nama pengharapan figuratif dan kenangan
yang cenderung terselip harapan orang tua untuk anaknya dan sebagai pengingat
atau pengenang kenangan, atau peristiwa-peristiwa yang ada saat anak dilahirkan.
Misalnya, nama alang ‘rumah khusus
sebagai tempat menampung hasil pertanian serta barang lainnya, diberikan pada Si
anak agar menjadi seperti filosofi nama tersebut. Orang tua berkeinginan semoga
anak menjadi tulang punggung keluarga. Selain itu, nama lasar ‘lantai pada rumah panggung yang terbuat dari anyaman bambu’
diberikan pada Si anak karena mengandung makna kenangan, bahwa kelahiran Si
anak di atas lantai pada rumah panggung yang terbuat dari anyaman bambu.
e. Kategori
Peralatan Rumah Tangga
Nama-nama yang
berkategori peralatan rumah tangga mengandung makna pengharapan figuratif
misalnya, nama ampat ‘kipas untuk menyalakan api’ diberikan kepada anak supaya
menjadi anak yang dapat menggerakkan orang lain di tengah-tengah masyarakat. Begitu
pula dengan nama baka ‘bakul’
diberikan pada anak supaya menjadi orang yang memiliki hati yang baik dan
terbuka untuk orang lain. Selain itu, nama bong
‘tempat penampungan air yang terbuat dari tanah liat’ diberikan kepada Si anak
supaya menjadi penyejuk bagi keluarga. Adapun nama lain, kete ‘wajan yang terbuat dari tanah liat’ diberikan kepada Si anak
semoga menjadi anak yang bermanfaat untuk orang lain. Nama lain, rantok ‘lesung’ diberikan kepada Si anak
supaya menjadi anak yang tidak ketinggalan jaman (informasi). Nama sidu ‘sendok’ diberikan kepada Si anak
supaya menjadi pribadi yang praktis. Nama sudik
‘sutil’ diberikan kepada anak supaya menjadi orang yang bisa menjadi pemimpin
bagi orang lain. Nama turung ‘gayung
yang terbuat dari batok kelapa’ diberikan kepada anak supaya menjadi anak yang
bisa mengayomi keluarga.
f. Kategori
Warna
Beberapa nama
berkategori warna mengandung makna pengharapan figuratif dan kenangan misalnya
nama beko ‘merah mudah’ diberikan
kepada anak supaya menjadi orang yang lemah lembut dan berbudi pekerti, nama
ini dikhususkan untuk anak perempuan. Selain itu, nama mira ‘merah’ diberikan kepada Si anak supaya menjadi seseorang yang
pemberani. Nama pisak ‘hitam’
diberikan kepada Si anak serta ingin menggambarkan bahwa pada saat anak tersebut lahir kulitnya berwarna hitam.
g. Kategori
Hari
Nama yang berkategori
hari mengandung makna kenangan. Misalnya, nama rebo ‘rabu’ diberikan kepada Si anak untuk mengingat bahwa anak
tersebut dilahirkan pada hari rabu.
h. Kategori
Makanan
Nama-nama yang termasuk
dalam kategori makanan mengandung makna pengharapan figuratif, menjadi keinginan
orang tua yang terselip dalam makna nama yang diberikan. Misalnya, nama poteng ‘tape’ diberikan pada anak semoga
menjadi pribadi yang sederhana dan berilmu. Selain itu, nama timung ‘timbung’ diberikan kepada Si
anak semoga menjadi pribadi yang membawa keberkatan untuk orang lain.
i.
Kategori Verba
Nama yang termasuk
dalam kategori verba mengandung makna pengharapan situasional kemungkinan orang
tua memberi nama tersebut untuk mengubah keadaan keluarga. Misalnya, nama bolang ‘buang’ diberikan kepada Si anak
supaya menjadi pribadi yang mampu membuang sifat-sifat buruk atau hal-hal
buruk.
V.
SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka simpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Leksikon
lingkungan yang dipakai untuk penamaan nama diri masyarakat Sumbawa yaitu nama
diri yang bermakna kenangan dan nama diri yang bermakna pengharapan (pengharapan
figuratif dan pengharapan situasional).
2. Makna
nama diri dalam masyarakat Sumbawa yaitu dapat dikategorikan dalam kategori
hewan, kategori tumbuhan, kategori perairan dan kelautan, kategori gedung atau
bangunan, kategori peralatan rumah tangga, kategori warna, kategori hari,
kategori makanan dan kategori verba.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2007. Leksikologi &
Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Fill,
Alwin dan Muhlhausler, Peter. 2001. The
Ecolinguistics Reader: Language, Ecology and Environment. London and New
York: Continuum.
Mahsun.
2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan
Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mbete,
Aron Meko. 2005. “Selayang Pendang
tentang Metode Penelitian Kualitatif”. Bahan untuk Berbagi Pengalaman
dengan Para Dosen Universitas Flores dalam Lokakarya Metodologi, Kampus
Uniflor, Ende. 7-8 Februari 2005.
Mbete,
Aron Meko. 2007. “Ekolinguistik:
Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif”. Bahan untuk Berbagi pengalaman
Kelinguistikan dalam Kuliah Umum Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. 11 September 2007.
Mbete,
Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat
Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Vidia.
Moleong,
Lexy. 2010. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhammad.
2014. Metode Penelitian Bahasa.
Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Rohimah.
2014. “Penyusutan Leksikon Bidang
Pertanian pada Masyarakat Tutur Bahasa Sasak di Kecamatan Aikmel Lombok dan
Implikasinya dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar (Suatu Tinjauan
Ekolinguistik)”. Tesis Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Mataram.
Sibarani,
Robert. 2004. Antropolinguistik.
Medan: Poda.
Sugiyono.
2010. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.
2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.
2015. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Umiyati,
Mirsa. 2015. “Kontribusi Pendekatan
Ekolinguistik Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia”. (Paper pada Bahan
Matrikulasi Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas
Mataram) Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas
Warmadewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar