Minggu, 03 April 2016

ANALISA PERAN PEMERINTAH DALAM TENAGA KERJA MARJINAL (Studi Kasus Modernisasi Peralatan Kerja Nelayan Didesa KertaSari dikecamatan Taliwang)



ABSTRAK
Masalah tenaga kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar.Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya manusia adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha. Dapat  dikatakan ketenagakerjaan  diIndonesia hingga kini masih menghadapi beberapa ketidakseimbangan baik struktur alat atupun sektoral. Maka salah satu sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan daya guna tenaga kerja. Permintaan Tenagakerja yang dipengaruhi oleh nilai marjinal produk (Value of Marginal Product, VMP), Penawaran Tenaga Kerja yang dipengaruhi oleh jam kerja yang luang dari  tenaga kerja individu serta upah, secara teoritis harus diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang dilakukan mendekat itujuan yang diinginkan.
Rendahnya pendapatan nelayan di Prigi salah satunya dipengaruhi oleh faktor kondisi alam. Sehingga proses penangkapan ikan tidak berlangsung sepanjang tahun. Pada periode tertentu nelayan tidak melaut karena angin kencang, gelombang besar dan arus laut yang kuat.Kondisi seperti ini disebut dengan musim paceklik yaitu suatu musim yang dimana nelayan tidak beraktivitas sama sekali. Guna mencukupi kebutuhan hidup nelayan harus mencari pinjaman kepada pedagang atau menjual barang-barang yang dimilikinya. Pinjaman akan dibayar saat musim sudah membaik dan hasil tangkapan ikan melimpah. Konsekuensi yang harus dipenuhi adalah ketika musim ikan nelayan harus menjual hasil tangkapan dengan harga yang telah ditentukan oleh juragan atau pedagang. Dampak dari hubungan kurang baik antara nelayan dengan juragan atau pedagang ini adalah pada saat musim ikan datang nelayan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.Dan akibatnya, pinjamannya sering kali tidak bisa dilunasi dan menumpuk karena pada musim paceklik berikutny anelayan meminjam lagi. Untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat nelayan di pesisir Prigi yang demikian, diperlukan program pemberdayaan yang dapat diwujudkan melalui kemandirian masyarakat nelayan.
Program pemberdayaan yang dilakukan harus mampu menjawab semua masalah yang di hadapi masyarakat nelayan di desa Labuan kertasari, selainitu program yang dilakukan harus melibatkan masyarakat sebagai peranutama dalam pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Labuan kertasari. Keberhasilan program pemberdayaan bergantung pada stakeholders yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat nelayan dengan menempatkan masyarakat nelayan sebagai subyek dan objek pembangunan. Dengana danya pendekatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, baik fisik maupun non fisik.
Kata Kunci: Pemberdayaan Nelayan








KATA PENGANTAR
                                       
            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Nikmat, baik itu Nikmat Iman, Islam dan Ihsan .Kedua kali nyatak lupa pula penulis khaturkan selawat beserta salam kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW. Berkat petunjuk beliau penulis bias beradadizamansepertiyang  dirasakansekarangini. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing skripsi ini, sehingga penulis bias menyelsesaikanskripsi yang berjudul ANALISA  PERAN PEMERINTAH DALAM TENAGA KERJA MARJINAL (Studi Kasus Moderenisasi Peralatan Kerja Nelayan Didesa KertaSari Kecamatan Taliwang) Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir kuliah dan merupakan salah satu sayarat untuk memper oleh gelar sarjana pada pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhamadiyah Mataram. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.   Rektor UniversitasMuhamadiyahMatarambeserta jajarannya.
2.   Bapak Drs. H, Abdurrahman, MM selaku dekan fisipol.
3.   Bapak Drs. H. M. Junaidi, MM selaku wakil dekan Pembimbing utama.
4.   Bapak Alpian Hidayat S. IP,.MA Selaku Pembimbing pendamping.
5.   Bapak Rossi Maunofa W S.IP.,MA selaku Prodi Ilmu Pemerintahan.
6.   Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan moril dan materil.
7.   Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya atas bantuannya baik berupa materi maupun pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi, semoga atas bantuannya merupakan amal baik sampai akhirat kelak.

Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak yang penulis sebutkan diatas mendapatkan balasan dari Allah SWT.Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, Untuk itu penulis menghimbau kepada dosen-dosen untuk memberikan kritikan yang bersifat konstruktif sehingga dalam proses penyelesaian skripsi ini bias menjadi lebih baik kedepannya. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat amiiin..


                                                                                Mataram,  10 maret  2016


Penulis














DAFTAR TABEL
1.      Tabel 1.1 data jumblah penduduk desa Labuan kertasari. Halaman  24
2.      Table 1.2 data jumblah keluarg desa Labuan  kertasari. Halaman 25
3.      Table 1.3 jenis pekerjaan penduduk. Halaman 25
4.      Table 1.4 stategi pengentasan kemiskinan structural nelayan tradisional. Halaman 35



















DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... I
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................... II
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................. III
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ IV
MOTO ...................................................................................................................... V
PERSEMBAHAN.................................................................................................... VI
ABSTAK.................................................................................................................. VII
KATA PENGATAR............................................................................................... VIII
DAFTAR TABEL................................................................................................... IX
DAFTAR ISI............................................................................................................ X
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.    Latar Belakang............................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................... 9
C.     Batasan Masalah............................................................................................ 9
D.    Tujuan Dan Manfaat Penelitian..................................................................... 9
E.     Sistematika Penulisan..................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 12
A.    Tinjauan Umum Ketenaga Kerjaan................................................................ 12
B.     Masyarakat Marjinal....................................................................................... 13
C.     NelayanTradisional........................................................................................ 14





BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 17
A.    Metode Penelitian.......................................................................................... 17
B.     Lokasi Penelitian............................................................................................ 17
C.     Sumber Data.................................................................................................. 18       
D.    Teknik Pengumpulan Data............................................................................. 18
E.     Teknik Analisis Data...................................................................................... 23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................... 24
A.    Gambaran Umum Desa Labuan Kertasari..................................................... 24
B.     Letak Geografis........................................................................................ 24
C.     Perkembangan Penduduk Desa Labuan Kertasari......................................... 25
D.    Demografi...................................................................................................... 26
E.     Marjinalisasi Nelayan Desa Labuan Kertasari…............................................ 27
F.      Pokok Masalah............................................................................................... 29
G.    Program PemerintahUntukMenekanNelayanMarjinal…............................... 33
H.    Perbandingan Nelayan Tradisional Dan Modern…....................................... 45
BAB V PENUTUP.................................................................................................. 49
A.    Kesimpulan.................................................................................................... 49
B.     Saran.............................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 53
LAMPIRAN 




BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Upaya menekan angka kemiskinan sudah menjadi perogram wajib dan menjadi tolak ukur keberhasilan kerja bagi setiap  kepala daerah yang memiliki pendudukan miskin relatif banyak, selain itu, kemiskinan dapat menyebabkan berbagai permasalahan social yang lain.seperti  masalah ekonomi, pendidikan dan lain-lain.
Jumlah penduduk Indonesia sekitar 210 juta jiwa.Pada saat ini setidaknya terdapat 2 juta rumah tangga yang menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan.Dengan asumsi tiap rumah tangga nelayan memiliki 6 jiwa maka sekurang-kurangnya terdapat 12 juta jiwa yang menggantungkan hidupnya sehari-hari pada sumber daya laut termasuk pesisir.Mereka pada umumnya mendiami daerah kepulauan, sepanjang pesisir termasuk danau dan sepanjang aliran sungai. Penduduk tersebut tidak seluruhnya menggantungkan hidupnya dari kegiatan menangkap ikan akan tetapi masih ada bidang-bidang lain seperti usaha pariwisata bahari, pengangkutan antar pulau, danau dan penyeberangan, pedagang perantara atau eceran hasil tangkapan nelayan, penjaga keamanan laut, penambangan  lepas pantai dan usaha-usaha lainnya yang berhubungan dengan laut dan pesisir. Nelayan merupakan salah satu bagian dari anggota masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan paling rendah. Dengan kata lain, masyarakat nelayan adalah masyarakat paling miskin dibanding anggota masyarakat subsisten lainnya (Kusnadi, 2000).
Persoalan kemiskinan di negara ini semakin merisaukan. Masalah kemiskinan yang terus meluas di kalangan masyarakat seperti :parapetani, nelayan, yang semakin kasat mata. Pendapatan kelompok marginal ini semakin rendah dan semakin tak mampu mengejar lonjakan kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok.Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melansir angka kemiskinan di provinsi NTB  masih tinggi. Pada, bulan September 2014, angka kemiskinan mencapai 17,05  persen dengan total 816.621orang. Meski trend angka kemiskinan tersebut mengalamipenurunan dari bulan Maret  2014  yang mencapai 17,24  persendengan  total 820 ribu orang. "Kita masih lumayan tinggi, agak cukup besar dari sisi persentase," ujar Kepala BPS Provinsi NTB,
Para nelayan melakukan pekerjaan ini dengan tujuan memperoleh pendapatan untuk melangsungkan kehidupannya.Sedangkan, dalam pelaksanaannya dibutuhkan beberapa perlengkapan dan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam guna mendukung keberhasilan kegiatannya.Menurut Salim (1999). faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari modal,jumlah perahu,pengalaman melaut,jarak tempuh melaut, jumlah tenaga kerja.Dengan demikian, pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan,masih terdapat beberapa faktor yang lainnya yang ikut menentukan keberhasilan nelayan yaitu faktor sosial dan ekonomi selain tersebut diatas.
Seperti halnya yang terjadi di desa kertasari kecamatan taliwaang kabupaten sumbawa barat Sejak dari dahulu sampai sekarang, pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan turun temurun dan umumnya tidak banyak mengalami perubahan yang berarti dalam masyarakat nelayan di Desa Kertasari.Jumlah penduduk di desa Kertasari ada sedikitnya 632 KK yang pekerjaannya berbeda,sedangkan yang bekerja sebagai nelayan hanya 440 dan hanya 200 yang tidak memiliki sarana tangkap memadai sehingga sangat mempengaruhi pendapatan masyarakat nelayan tradisional. Selain itu, mereka juga terpinggirkan karena banyaknya nelayan dari luar daerah yang memiliki sarana tangkap lebih baik.
Terkadang masyarakat nelayan di Desa Kertasari selalu mencari ikan pada malam hari atau pada saat air laut surut,karena masyarakat nelayan Desa Kertasaribelum mempunyai faktor produksi seperti alat tangkap yang modern maupun faktor pendukungnya seperti pukat cincin,jaring angkat, dan alat modern lainnya Sehingga pendapatan nelayan di Desa kertasari tidak ada peningkatan. Apabila masyarakat nelayan di Desa Kertasari menguasai alat-alat modern akan berdampak pada peningkatan pendapatanya.Kalaupun mereka berusaha memiliki sendiri alat produksi, umumnya masih sangat konvensional, sehingga produktivitasnya kurang berkembang, kelompok inilah yang terus berhadapan dan digeluti oleh kemiskinan, Menurut data yang di dapat di  kantor desa kertasari kec’taliwang kab. Sumbawa barat, jumlah nelayan di desa kertasari 440jiwa yang tersebar di 4 dusun.dari jumlah nelayan tersebut masih berada di bawah garis kemiskinan (kantor desa kertasari kec’taliwang kab. Sumbawa barat).Dengan demikian, pembahasan masyarakat nelayan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah nelayan tradisonal di desa.kertasari kecamatan taliwang kab.sumbawa barat.
Dalam situasi yang sekarang sering sekali kita jumpai beberapa Masyarakat yang hidupnya jauh dari kata layak, ini dapat dilihat dari kacaamata sendiri banyak warga yang menggantungkan hidupnya pada nelayan khususnya di Desa Kertasari. Dapat kita simpulkan bahwa saat ini kurangnya perhatian dari pemerintah kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak bisa mencukupi kehidupannya sehari-hari, maka dari itu sudah seharusnya pemerintah harus mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi masaalaah yang ada,. Dengan mendorong dari pemerintah desa yang notabenenya dari pemerintah yang berkenaan langsung pada warga desa harus member sedikit bantuan kepada warga, dengan mendatangkan alat-alat yang cukup modern sehingga masyarakat dapat mendapatkan hasil tangkapan yang memadai, karna kalau kita melihat dilapangan para nelayan yang ada di Desa Kertasari masih menggunakan alat Operasional yang tradisional, ini juga menjadi salah satu factor lambatnya pertumbuhan ekonomi di Desa Kertasari, maka sudah seharusnya pemerintah daerah dengan bekerja sama dengan pemerintah desa sama-sama memberikan atau mendorong bagaimana masyarakat kertasari bias makmur, sesuai apa yang diharapkan, dan semua bisa mengena merata tanpa ada pengecualian, maka dari itu kondisi seperti inilah yang mesti kita liaht bersama supaya kita sebagai masyarakat harus tahu dan jeli dengan perkembangan alat penangkapan ikan yang modern dengan tujuan hasil tangkapan yang diburu bias tercukupi untuk keluaraga, dengan melihat kebelakang, tidak ada lagi masyarakat yang termajinalkan dalam hal perikanan khususnya bagi para Nelayan di Desa Kertasari.
Modernisasi pada hakikatnya merupakan proses perubahan atau pem-baharuan. Pembaharuan mencakup bidang-bidang yang sangat banyak. Bidang mana yang akan diutamakan oleh suatu masyarakat tergantung dari kebijaksanaan penguasa yang memimpin masyarakat tersebut (Soekanto, 1990 dalam Ilpizukdi, 2008). Tujuan utama dari modernisasi adalah untuk membawa masyarakat menuju perubahan ke arah yang lebih maju.Pada intinya, modernisasi tergantung pada perubahan yang terjadi di masyarakat itu sendiri.Indikator keberhasilan suatu rencana program tertentu yang berkaitan dengan modernisasi yaitu terjadinya perubahan dalam masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun dalam bentuk pemikiran yang lebih dinamis dan terbuka.
Perubahan merupakan dinamika manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang akan terwujud dengan adanya interaksi sosial diantara individu tersebut, dalam lingkup yang lebih besar biasa disebut masyarakat. Dari interaksi masyarakat ini akan timbul suatu perubahan sosial yang mana Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.Perubahan sosial yang terjadi akibat adanya modernisasi pada masyarakat, dengan sendirinya akan menghasilkan stratifikasi atau pelapisan sosial dalam masyarakat itu sendiri. Stratifikasi merupakan kelas-kelas yang didasarkan pada penilaian baik secara objektif maupun secara subjektif.
Modernisasi perikanan merupakan hal yang tepat dilakukan pada masyarakat pesisir yang notabene tingkat kesejahteraannya kecil bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar pesisir. Karena kehidupan nelayan yang masih menggantungkan nasib kepada hasil laut, masih dalam taraf sederhana dengan pola mata pencaharian menggunakan teknologi tradisionalDisamping alat tangkap mereka sudah jauh tertinggal, mereka melaut juga pada area penangkapan yang terbatas di wilayah pesisir.Rendahnya daya jelajah nelayan ini, semakin menambah sulit nelayan memperbaiki kualitas hidupnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri.Dalam arti hasil alokasi hasil tangkapan yang dijual lebih banyak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, khususnya pangan, dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha. Berbeda dengan nelayan modern yang acapkali mampu merespon perubahan dan lebih kenyal dalam menyiasati tekanan perubahan dan kondisi over fishing, nelayan tradisional seringkali justru mengalami proses marginalisasi dan pembangunan dan modernisasi perikanan yang sifatnya historis. Akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, ruang gerak nelayan tradisional umumnya sangat terbatas, mereka hanya mampu beroperasi di perairan pantai (inshore). tapi Sejak peralatan modern musuk dan di perkenalkan kepada masyarakat nelayan di desa Kertasari, peralatan tradisional sudah tidak pernah digunakan lagi karena peralatan modern yang sudah menggantikan peralatan tradisional,namun tidak seperti yang di harapkan, pergantian alat dari yang  teradisional menjadi modern ternyata tidak membawa dampak positif bagi masyarakat di karenakan system bagi hasil yang di tawarkan oleh pihak penyedia alat modern terkesan tidak menguntungkan bagi masyarakat nelayan. Justru yang berkembang adalah pemilik modal (pemilik kapal dan teknologi penangkapan) melalui mekanisme ketergantungan yakni hubungan antara patron(pemilik modal) dan client (nelayan) dengan sistem bagi hasil menikmati pendapatan    yang lebih besar dan menguasai akses pasar. Kelembagaan yang pernah ada seperti TPI, asosiasi nelayan, dan perkreditan ternyata tidak memenuhi harapan nelayan dan buruh nelayan sehingga mereka lebih tetap memilih kelembagaan lama yakni hubungan patron-client.Akibatnya, kemiskinan nelayan menjadi permanen..
Bisa dibayangkan,peralatanModeren  ternyata membawa dampak yang signifikan terhadap penurunan hasil tangkap nelayan tradisional. Akibat beroperasinya peralatan-peralatan yang modern, maka nelayan tradisional mengalami penurunan hasil tangkap sampai 58%. Karana peralatan Modern itu telah menimbulkan dampak terhadap kerusakan terumbu karang karna nelayan modern menggunakan peralatan seperti puka dan peralatan modrn lainnya. apa yang dapat dilakukan nelayan tradisional untuk bertahan dan melangsungkan kehidupannya, jika dari hari ke hari potensi ikan di luat makin langka karena cara penangkapan yang berlebihan, sedangkan nelayan tradisional hanya mengandalkan pada perahu tradisional dan alat tangkap ikan yang sederhana, jelas para nelayan tradisional ini tidak akan pernah mampu bersaing dengan nelayan modern yang didukung perangkat yang serba canggih dan perahu mesin yang memiliki daya jangkau yang jauh lebih luas.Pengalaman selama ini telah menunjukkan bahwa tidak mudah mengatasi kemiskinan struktural yang membelenggu nelayan tradisional di berbagai segi kehidupan.Kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan tradisional, selain dipengaruhi sejumlah kelemahan internal dan juga karena pengaruh faktor eksternal.oleh karna itu peran pemerintah sagat di butuhkan oleh nelayan tradisional,agar nelayan tradisional dapat bersaing dengan nelayan modern.
Keterbatasan pendidikan, kurangnya kesempatan untuk mengakses dan menguasai teknologi yang lebih modern, dan tidak dimilikinya modal yang cukup adalah faktor-faktor internal yang seringkali menyulitkan usaha-usaha untuk memberdayakan kehidupan para nelayan tradisional.Untuk itulah sekelimit analisa yang di paparkan selanjudnya,kiraya dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan dan berkompeten terhadap para nelayan tradisional, yang bertujuan untuk mendapat solusi yang sistematis dalam  memecahkan persoalan yang dihadapi para nelayan tradisional.
Berdasarkan latar belakang hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISAPERAN PEMERINTAH DALAM TENAGA KERJA MARJINAL (STUDI KASUS MODERNISASI PERALATAN KERJA NELAYAN DI DESA KERTASARI KEC,TALIWANG).


B.       Rumusan Masalah
Pada hakekatnya masala dalam suatu penelitian merupakan segala bentuk pernyataan yang perlu dicari jawabannya,atau segala bentuk kesulitan yang datang tentunya harus ada kegiatan yang memecahkannya sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai sesuai yang di harapkan.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1.         Bagaimanakah peran pemerintah dalam modernisasi peralatan kerja nelayan di desa kertasari?
C.       Batasan Masalah
Dari diindentifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemanpuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus. Selanjutnya masalah yang menjadi objek penelitian dibatasi hanya pada analisis keberadaan tenaga kerja marjinal terhadap modernisasi peralatan kerja pada nelayan di desa kertasari kec,taliwang kabupaten sumbawa barat.
D.       TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
a.         Tujuan penelitian
adapun tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut:
1.         untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengahui pendapatan nelayan tradisional

b.        Manfaat penelitian
1.         manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui analisa peran pemeritah dalam tenaga kerja marjinal modernisasi peralatan kerja  nelayan di desa kertasari kec,taliwang kabupaten sumbawa barat.

2.         Manfaat praktis
a.         Bagi peneliti memberikan wawasan pengetahuan mengenai partisipasi masyarakat nelayan tradisional secara langsung.
b.         Bagi pemerintah memberikan pengetahuan pada nelaya tradisional untuk mengunakan peralatan kerja yang moderen agar pendapata semakin meningkat.
E.       SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapatkan arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini sistematika penulisannya secara lengkap:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan danmanfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang,tenaga kerja,tenaga kerja marjinal,masyarakat marjinal,nelayan tradisional.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
Pada bab ini melipu jenis penelitian , lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan tentang deskrpsi lokasi penelitian,hasil penelitian, dan perbahasan.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil pembahasan dan berisi saran-saran yang sesuai denganpermasalahan yang diteliti.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.       TINJAUAN UMUM KETENAGAKERJAAN
Pengertian Tenaga Kerja adalah faktor penting dalam proses produksi bagi semua manusia yang hidup dan beraktivitas dengan normal. Akan tetapi, tenaga kerja tidak selalu barmakna karyawan atau buruh dalam sebuah perusahaan atau badan hukum. Secara umum, tenaga kerja diartikan sebagai seseorang yang mampu dan mau melakukan pekerjan, entah yang ada di dalam ataupun di luar hubungan kerja, dengan tujuan untuk menghasilkan produk berupa barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.  Dalam suatu negara tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi masyarakat, tentunya selain faktor alam dan faktor modal. Hal ini karena tenaga kerja bertugas untuk mengolah faktor alam dan faktor modal yang telah disediakan.
penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga. (MT Rionga & Yoga Firdaus, 2007:2) sanggup bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja.
sedangkan menurut pendapat Sumitro Djojohadikusumo (1987) mengenai arti tenaga kerja adalah semua orang bersedia dan sanggupbekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja.
Kerja secara umum diartikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut secara aktif dalam kegiatan perekonomian. Kesempatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja atau disebut pula pekerja.
B.       MASYARAKAT MARGINAL
Masyarakat marginal adalah kelompok masyarakat kelas bawah yang terpingirkan dari kehidupan masyarakat, contoh dari masyarakat marjinal antara lain : pengemis, pemulung, buruh, petani, nelayan,dan orang-orang dengan penghasilan pas-pasan atau bahkan kekurangan, Mereka ini merasah tersisih atau disisihkan,sehingga tidak mendapat kesempatan untuk menikmati indahnya pembangunan,dan biasanya lebih dekenal di kalangan umum,masyarakat marginal adalah kelompok-kelompok sosial yang di miskinkan oleh pembangunan,sehingga biasanya masyarakat marginal pun sering mendapatkan tindak kekerasan dari elemen masyarakat lainnya dan juga sering mendapatkan kekerasan sistematik yang di lakukan oleh negara ( penguasa ).Sedangkan disisi lain latar belakang Ekonomi mendorong warga masyarakat marginal untuk mengandalkan kekerasan sebagai salah satu metode penyelesaianmasalah.
     
       Hal ini dapat dilihat dari buruh kasar yang bekerja dengan upah subsisten dikawasan industri yang terpusat di perkotaan,dan kemudian para kaum petani yang tercekik struktur sosio ekonomi yang di dominasi para kapitalis,serta pekerja sektor informal di perkotaan yang keberadaannya selalu mengundang stigmatisasi,apriori,dan segenap prasangka negatif lain dari aparat keamanan pemerintah.Dan di satu sisi pemiskinan dinilai merupakan kosukuensi logis dari sebuah Developmentalis,orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi,secara bersamaan pula menciptakan lapisan masyarakat dibawah garis kemiskinan. Dan akan tetapi dilihat dari perspektif pemikiran lainnya peroses pemiskinan sebetulnya dapat di hindari seandainya pola pembangunan lebih bersifat emansipatoris ketimbang pola top down planning.
C.       NELAYANTRADISIONAL
Nelayan tradisional secara umum disebut nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana.Dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri.Dalam arti hasil alokasi hasil tangkapan yang dijual lebih banyak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari -hari, khususnya pangan, dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha. Berbeda dengan nelayan modern yang acapkali mampu merespon perubahan dan lebih kenyal dalam menyiasati tekanan perubahan dan kondisi over fishing, nelayan tradisional seringkali justru mengalami proses marginalisasi dan menjadi korban dari program pembangunan dan modernisasi perikanan yang sifatnya a-historis. Akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, ruang-gerak nelayan tradisional umumnya sangat terbatas, mereka hanya mampu beroperasi di perairan pantai (inshore).
Sejak krisis mulai merambah ke berbagai wilayah pertengahan tahun 1997, nelayan tradisional boleh dikategorikan sebagai kelompok masyarakat pesisir yang paling menderita dan merupakan korban pertama dari perubahan situasi sosial -ekonomi yang terkesan tiba-tiba, namun berkepanjangan. Bisa dibayangkan, apa yang dapat dilakukan nelayan tradisional selatan untuk bertahan dan melangsungkan kehidupannya, jika dari hari ke hari potensi ikan di laut makin langka karena cara penangkapan yang berlebihan. Dengan hanya mengandalkan pada perahu tradisional dan alat tangkap ikan yang sederhana, jelas para nelayan tradisional ini tidak akan pernah mampu bersaing dengan nelayan modern yang didukung perangkat yang serba canggih. Beberapa contoh nelayan yang termasuk tradisional adalah nelayan jukung, nelayan pancingan,dan lain-lain.
Proses demikian masih terus berlangsung hingga sekarang dan dampak lebih lanjut yang sangat terasakan oleh nelayan tradisional yang ada di desa kertasari adalah semakin menurunnya tingkat pendapatan mereka dan sulitnya memperoleh hasil tangkapan. Sementara kapal penangkapan dengan teknologi alat tangkap yang lebih besar dan selayaknya beroperasi di laut lepas terus membayangi mereka. Bahkan belakangan ini kelompok nelayan dengan alat tangkap modern seperti trawl dan purse sein semakin mendekati kawasan pantai yang dapat dikatakan sebagai kawasan sumberdaya hayati laut.














BAB III
METODE PENELITIAN
A.       Metode penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitia ini adalah kualitatif degan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawanya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instumen kecil,teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat indukatif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (sugiyono:2013:9).
Studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian berkenaan dengan suatu fas spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.Subjek penelitian dapat saja individu,kelompok,lembaga maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta intraksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu,yang kemudian dari sifat-sifat khas diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
B.       Lokasi penelitian
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian di desa kertasari (kec,taliwang) kabupaten sumbawa barat. Alasan peneliti melakukan penelitian ditempat ini adalah karena tempatnya yang mudah dijangkau dan data-data yang dibutuhkan peneliti ada di tempat tersebut.
C.       Sumber Data
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan sumber data adalah nelayan dan masyarakat di desa kertasari (kec,taliwang) kabupaten sumbawa barat,yang dianggap mengetahui informasi yaitu dengan mengunakan.
a.         Data khusus (primer)
Data primer adalah data yang secara langsung di peroleh dari sumbernya,melalui observasi atau wawancara dengan sumber informasi terpilih. Hasil wawancara atau observasi dicek kebenarannya dengan sumber data lain (sekunder) dan yang menjadi informai dalam penelitian ini yaitu nelayan dan masyarakat di desa kertasari (kec,taliwang) kabupaten sumbawa barat.
b.        Data umum (sekunder)
Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumbernya,melalui dokumen-dokumen atau catatan tertulis. Data yang tertulis yang bersumber pada dokumen. Sehingga disebut data dokumenter,yaitu data atau gambar tentang lokasih penelitian,yang meliput: keadaan geografis,demografi,ekonomi,sosial budaya serta keadaan tata pemerintah daerah baik yang berupa data statis maupun data bersifat dinamis.
D.       Teknik Pengumpulan Data
1.         Teknik observasi
Observasiadalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap suatu objek yang diteliti,dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati.
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui perilaku atau keadaan masyarakat desa kertasari terutama mengenai faktor-faktor yang pempengaruhi partisipasi politik masyarakat pada keberadaan tenaga kerja marjinal terhadap modernisasi peralatan kerja pada nelayan. Dengan hasil observasiini,dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam mewawancarain informan.
2.         Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah repondennya sedikit/kecil.Teknik pengumpulan data ini merdasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.Sutrisni hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview adalah sebagai berikut.
1.         Bahwa informan adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri
2.         Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya
3.         Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertantaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Yang menjadi fokus wawancara adalah toko masyarakat serta masyarakat desa kertasari dan tujuan peneliti mewancarai masyarakat desa kertasari adalah agar peneliti mendapatkan kesimpulan sementara tentang tingkat partisipasi masyakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik yang ada di desa kertasari kec,taliwang kabupaten sumbawa barat.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun degan telpon.
a.         Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpulan data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.oleh karena iti dalam melakukan wawancara, pengumpulan data telah menyiapkan instruman penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telah disiapkan.
Dalam melakukan wawancara, selain membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpulan data juga dapat mengunakan alat bantu seperti hape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.
b.         Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebes dimna peneliti tidak mengunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Wawancara tidak terstruktur atau terbuka,sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan  yang ada pada objek, sehingga peneliti dapat menemukan secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus diteliti.
1.         Dokumentasi
Dokumentasi adalah data yang relevan dengan masalah yang diteliti melalui dokumen-dokumen tertulis. Dokumentasi telah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji,menafsirkan bahwa untuk meramal. Oleh karena itu penggunaan dokumen merupakan yang tidak terabaikan lagi.Dokumentasi dalam penelitian ini lebih diutamakan untuk memperoleh data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung data primer.
Dokumentasi yang digunakan peneliti tekait dalam pokok masalah yang peneliti ambil. Dokumentasi bisa berupa data-data dari kantor desa kertasari berupa data jumlah nelayan yang ada didesa kertasari (kec,taliwang) kabupaten sumbawa barat.
E.       Teknik analisis data
Data dalam penelitian ini merupakan data kualitataip, maka analisis dilakukan adalah bersifat induktif dan deskriptif. Proses analisa data dimulai dengan mengkaji dan menelaah sumber,baik suber dari hasil wawancara maupun observasi yang sudah ditulis dalam catatan lapangan dan proses penafsiran data (moleong:2003:190).
Dari uraian diatas, maka proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap,yaitu:
1.         Reduksi data
Setelah data dikumpulkan, dibaca, dipelajari maka langkah selanjudnya adalah mengadakan reduksi data.Reduksi data dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Yaitu membuat rangkuman yang inti,membuang data yang tidak perlu,mengatur data dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga agar tetap berada di dalamnya,sehingga penarikan kesimpulan (verifikasi) akhir dari penelitin dapat di lakukan degan mudah oleh peneliti. Dalam peneliti ini, data yang diperoleh peneliti dari kegiatan observasi yang berupa kata-kata inti harus segerah dirangkum agar pertanyaan-pertanyaan  tentang tingkat partisipasi politik masyarakat tetap terjaga dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan.
2.         Penyajian data
Proses analisis selanjutnya adalah penyajian data yaitu mengorganisir informasi secara sistematis untuk mempermudah penelitian dalam menggabungkan dan merangkai keterikatan antara data dalam menyusun gambaran proses serta memahami fenomena yang ada pada objek penelitian. Melalui penyajian data akan memungkinkan peneliti untuk menginterpresentasikan fenomena-fenomena yang ada.
3.         Penarikan kesimpulan
Dari data yang diperoleh di lapangan,peneliti sejak awal mulai menarik kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih belum jelas dan masih bersifat pernyataan yang telah memiliki landasan  yang kuat dari proses analisis data terhadap fenomena-fenomena yang ada. Dalam penelitian ini, dapat diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi sehingga dapat segera ditarik suatu kesimpulan yang bersifat sementara.Agar kesimpulan itu lebih mantap maka peneliti memperpanjang waktu observasi.Dari observasi tersebut dapat ditemukan data baru yang dapat mengubah kesimpulan sementara, sehingga diperoleh kesimpulang yang mantap.











BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A.       Gambaran Umum Desa Labuhan Kertasari
a.         Profil Desa Labuan kertasari
Desa Labuhan Kertasari adalah salah satu Desa yang terdapat di Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat yang tepatnya berada di sebelah barat Kecamatan Taliwang. Desa Labuhan Kertasari merupakan Desa terpencil di Kecamatan Taliwang dengan luas wilayah 2.968 Ha, yang terdiri dari 4 Dusun            Secara adsmintrasi wilayah Desa Labuhan Kertasari terbagi menjadi 4 Dusun, adapun jumlah dan nama-nama Dusun yang terdapat di wilayah Desa Labuhan Kertasari yaitu sebagai berikut:
a.         Dusun Kertasari.
b.         Dusun Padak Baru.
c.         Dusun Bone Pute.
d.        Dusun Labuhan.
B.       LetakGeografis
Desa Labuhan Kertasari merupakan salah satu dari 13 Desa yang terdapat diwilayah Kecamatan Taliwang, yang terletak di sebelah barat Ibukota Kecamatan  dari pusat Keacamatan. Wilayah Desa Labuahan Kertasari terbagi menjadi 4 Dusun, Selain itu wilayah Desa Labuhan Kertasari memiliki batas-batas administrasi wilayah.
Adapun batas adsmintrasi wilayah Desa Labuhan Kertasari  berikut :
Utara                      : Desa Tuananga, Kecamatan Seteluk.
Selatan                    : Desa Banjar, Kecamatan Taliwang.
Barat                       : Selat Alas.
Timur                      : Desa Batu Putih, Kecamatan Taliwang.
C.       Perkembangan Penduduk Desa Labuan Kertasari
a.         Data Jumlah Penduduk Desa Labuan Kertasari
Untuk lebih jelas, jumlah data penduduk kertasari akan di sajikan pada table berikut
Tabel 1.1
Data jumlah penduduk desa Labuan kertasari
A.       Jumlah Penduduk
Jumlah
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah penduduk tahun ini
937 orang
1086 orang
Jumlah penduduk tahun lalu
1028 orang
1036 orang
Presentase perkembangan
8,85%
4,92%
Sumber : Kantor Desa Labuhan Kertasari 2012
b.         Data Jumlah Keluarga Di Desa Labuan Kertasari
Adapun jumlah keluarga masyarakat nelayan kertasari adalah sebagai berikut:

Table 1.2
Data jumlah keluarga di desa Labuan kertasari
B.       Jumlah keluarga
Jumlah
KK laki-laki
KK perempuan
Jumlah total
Jumlah kepala keluarga tahun ini
530KK
102 KK
632 KK
Jumlah kepala keluarga tahun lalu
480KK
57KK
537 KK
Presentase perkembangan
10,42%
78,95%

Sumber : Kantor Desa Labuhan Kertasari 2012.
D.       Demografi
Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang perikanan dan dalam bidang pertanian.Adapun data mengenai jenis pekerjaan penduduk Desa Labuhan Kertasari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagi berikut :
Table 1.3
Jenis Pekerjaan Penduduk
No
Pekerjaan
Jumlah (jiwa)
1
Petani
1. 115
2
Nelayan
440
3
Pedagang/pengusaha
58
4
Buruh tani
90
5
Pengrajin
3
6
PNS
9
7
Belum kerja
356
8
Polri
2
Total
2.073
Sumber : Kantor Desa Labuhan Kertasari 2012
E.       Marjinalisasi Nelayan Desa kertasari
Kemiskinan  merupakan  salah  satu  penyakit  sosial  yang  ada dimasyarakat  yang  sampai  saat  ini  sulit  untuk  mengatasinya. Kemiskinan  secara  umum  dapat  dibedakan  menjadi  beberapa pengertian.Mubyarto, Nelayan dan Kemiskinan, Di  mata  sebagian  ahli, kemiskinan  acap  kali  didefinisikan semata hanya  sebagai fenomena yang ekonomi, dalam arti rendahnya penghasilan  atau  tidak  dimilikinya  mata  pencaharian  yang  cukup mapan untuk tempat bergantung hidup.
Menurut Soerjono Soekanto kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara  dirinya sandiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok teresebut”.Kemiskinan  merupakan  suatu  kondisi  ketidakmampuan seseorang  untuk  mencukupi  kebutuhan  hidup  sehari-hari.  Menurut Levitan, kemiskinan di definisikan sebagai suatu keadaan kekurangan barang-barang  dan  pelayanan-pelayanan  yang  dibutuhkan  untuk mencapai standar hidup yang layak.Kemiskinan  sesungguhnya  bukan  semata-mata  kurangya pendapatan  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup  pokok  atau  standar hidup  layak,  namun  lebih  dari  itu  esensi  kemiskinan  adalah menyangkut  kemungkinan  atau  probabilitas  orang  atau  keluarga miskin  itu  untuk  melangsungkan  dan  mengembangkan  usaha  serta taraf kehidupannya. Secara garis besar, kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut.
a)         .kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang tidak berhubung dengan garis kemiskinan, kemiskinan jenis ini berasal dari prefektif masing-masing orang, yaitu sebab orang itu merasa miskin. Kemiskinan jenis ini bisa menimpa siapa saja. Sebagai contoh, bila seorang pegawai dengan pendapatan 5 juta perbulan mengetahui rekan sekantornya yang selevel mempunyai pendapatan yang nilainya 3x lipat, seketika pegawai itu akan merasa marah, geregetan. Pada kondisi itu pegawai itu mengalami kemiskinan relatif atau orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak miskin, ada ahli yang berpendapat bahwa meskipun sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah di bandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya, maka orang itu masih berada dalam keadaan miskin. ini terjadi sebab kemiskinan lebih banyak di tentukan oleh keadaan sekitarnya, daripada lingkungan orang yang bersangkutan.
b)        kemiskinan absolut adalah situasi dimana penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari jumlah makanan yang dikonsumsi dibawah jumlah yang cukup untuk menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.
F.        Pokok Masalah
Adapun pokok masalah terkait penyebab kemiskinan masyarakat nelayan, diantaranya:
1.         Kondisi Alam. Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.
2.         Tingkat pendidikan nelayan. Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah.
3.         Pola kehidupan nelayan. Pola hidup konsumtif menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan banyak, tidak ditabung untuk persiapan paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder.
4.         Pemasaran hasil tangkapan. Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga di bawah harga pasar.
5.         Program pemerintah yang belum memihak nelayan, kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kebijakan yang pro nelayan mutlak diperlukan, yakni sebuah kebijakan sosial yang akan mensejahterakan masyarakat dan kehidupan nelaya.
Gambar 1, Struktur Masalah Kemiskinan Nelayan


Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa penyebab kemiskinan setidaknya terkait dengan tiga dimensi (Aulia, 2009), yaitu :
§   Dimensi Ekonomi
Kurangnya sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan orang, baik secara financial ataupun segala jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
§   Dimensi Sosial dan Budaya
Kekurangan jaringan sosial dan struktur yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat.
§   Dimensi Sosial dan Politik
Rendahnya derajat akses terhadap kekuatan yang mencakup tatanan sistem sosial politik.
Kusnadi, (2002) mengidentifikasi sebab-sebab pokok yang menimbulkan kemiskinan pada masyarakat nelayan:
a)         Belum adanya kebijakan dan aplikasi pembangunan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan yang terintegrasi atau terpadu di antara para pelaku pembangunan.
b)        Mendorong pemda merumuskan blue print kebijakan pembangunaan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan secara terpadu dan berkesinambungan.
c)         Masalah isolasi geografis desa nelayan, sehingga menyulitkan keluar masuk barang, jasa, kapital, dan manusia. Berimplikasi melambatkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat nelayan.
d)        Keterbatasan modal usaha atau investasi sehingga menyulitkan nelayan meningkatkan kegiatan ekonomi perikanannya.
e)         Adanya relasi sosial ekonomi ”eksploitatif” dengan pemilik perahu dan pedagang perantara (tengkulak) dalam kehidupan masyarakat nelayan.
f)         Rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan, berdampak sulitnya peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas hidup.
g)        Kesejahteraan sosial nelayan yang rendah sehingga mempengaruhi mobilitas sosial mereka.
Para pakar ekonomi sumberdaya melihat kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan.Faktor-faktor yang dimaksud membuat nelayan tetap dalam kemiskinannya.
Subade dan Abdullah (1993), mengajukan argumen bahwa nelayan tetap tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity cost mereka. Opportunity cost nelayan, menurut definisi, adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien.
Panayotou (1982), mengatakan bahwa nelayan tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu (preference fora particular way of life).Pendapat Panayotou (1982) ini dikalimatkan oleh Subade dan Abdullah (1993) dengan menekankan bahwa nelayan lebih senang memiliki kepuasaan hidup yang bisa diperolehnya dari menangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata beorientasi pada peningkatan pendapatan.Karena way of life yang demikian maka apapun yang terjadi dengan keadaannya, hal tersebut tidak dianggap sebagai masalah baginya. Way of life sangat sukar dirubah. Karena itu maka meskipun menurut pandangan orang lain nelayan hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupan itu.
G.      Program pemerintah untuk menekan nelayan marjinal
Banyak program telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan nelayan.Program yang bersifat umum antara lain :
a.         Program Inpres Desa Tertinggal (IDT).
b.         Program Keluarga Sejahtera.
c.         Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT),
d.        Program Pengembangan Kecamatan (PPK).
e.         Program Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Sedangkan program yang secara khusus ditujukan untuk kelompok sasaran masyarakat nelayan antara lain :
a.         program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP)
b.         Program Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil (PUPTSK).
Namun, secara umum program-program tersebut tidak membuat nasib nelayan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Salah satu penyebab kurang berhasilnya program-program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan nelayan adalah formulasi kebijakan yang bersifat top down. Formula yang diberikan cenderung seragam padahal masalah yang dihadapi nelayan sangat beragam dan seringkali sangat spesifik lokal.Di samping itu, upaya penanggulangan kemiskinan nelayan seringkali sangat bersifat teknis perikanan, yakni bagaimana upaya meningkatkan produksi hasil tangkapan, sementara kemiskinan harus dipandang secara holistik karena permasalahan yang dihadapi sesungguhnya jauh lebih kompleks dari itu.
Oleh karena itu, perlu sekali diterbitkan sebuah kebijakan sosial yang berisikan keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sebagaimana yang mereka butuhkan, kebijakan tersebut juga harus didukung oleh kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten atau kota dimana terdapat masyarakat miskin khususnya masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan keegoan dari masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi di-internal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, melainkan seluruh pihak terkait.
Kedua, keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun betul-betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan.
Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat komprehensif, dan tidak parsial.
Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efesien.
Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :
1.         Perumusan sasaran yang jelas, berupa; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan.
2.         Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan kemiskinan nelayan.
3.         Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.
4.         Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang telah ditetapkan dengan realitas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan strategi dan tindakan baru untuk menutup jurang perbedaan.
5.         Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai pasca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.
Menurut  Bagong  Suyantao,  ada  dua  strategi  yang  dapat dilakukan  untuk  memberantas  kemiskinan  yang  ada  pada masyarakat  nelayan  khususnya  nelayan  kecil  atau  nelayan tradisional.  Strategi  tersebut  dapat  dilihat  dalam  tabel  di  bawah ini:





Table 1.4
Startegi pengentasan kemiskinan struktural nelayan tradisionl
Stategi
Tujuan
Program
Modernisasi nelayan tradisional
Memberi
kesempatan  nelayan
tradisional  berubah
status  menjadi
nelayan modern
1.  Bantuan modal usaha
2.  Bantuan  teknologi
Modern
Revitalisasi  nelayan tadisional
Memperkuat
penyangga  ekonomi
dan  posisi  tawar
nelayan tradisional
1.  Diversifikasi  usaha non perikanan
2.  Bantuan  modal  usaha dan kebutuhan konsumsi  di  musim paceklik melaut kelompok-kelompok lokal yang sudah terbentuk
3.Pemberdayaan permpuan dan lansia keluarga nelayan tradisional
Sumber: Bagong Suyanto, 2004

Gambar : Pola penanggulangan  kemiskinan masyarakat nelayan
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.
Nelayan desa Labuan kertasari saat  ini sangat termarjinalkan ini disebabkan karena banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut adalah banyaknya pembangunan, alat penangkap ikan modern yang masuk di dalam desa Labuan kertasari, sehingga banyak nelayan yang merasa tersaingi dan tidak mampu bersaing dalam hal ini.Nelayan tidak dapat berbuat apa-apa melihat kejadian ini, mereka hanya pasrah terhadap kejadian yang terjadi.Mereka hanya dapat mengeluh kesah terhadap nasip mereka yang tidak dapat bersaing dengan nelayan yang mempunyai alat-alat penangkapan ikan yang modern.
Perhatianpemerintah akan nelayan-nelayan termajinalkan ini juga sangat kurang. Sehingga nelayan hanya bisa berharap pada apa yang terjadi sekarang. Mereka ingin berubah, mereka juga ingin mempunyai peralatan moder seperti apa yang dimiliki oleh nelayan-nelayan modern, tapi itu adalah sebuah angan-angan mereka yang mungkin tidak akan dapat di relisasikan.
Nelayan tidak mampu berbuat apa-apa, apa yang mereka miliki sekarang, itulah yang menjadi suatu usaha yang harus dimaksimalkan sehingga dapat menghasilkan uang untuk menghidupi diri dan keluarganya. Terkadang pemerintah menjadi bahan kicauan ditengah termerjinalkanya nelayan-nelayan ini, namuan bantuan yang diharapkan tidak mampu mengubah nasip meraka.
Di antara alat-alat yang digunakan untuk menangkap ikan yaitu jaring dan pancing. Jarring dan pancing terkadang di anggap ketinggalan zaman karena kalah saing dengan alat-alat penangkap ikan modern yang lain. Sehingga nelayan yang hanya manggunakan jarring dan pancing terpengaruh penghasilanya terhadap hadirnya peralatan-peralatan modern yang hadir ditengah masyarakat saat ini.
Masalah keuangan selalu menjadi masalah dalam menghadapi sebuah persaingan dalam kehidupan nelayan.Alat-alat modern hanya dapat dimiliki jika kita mempunyai uang untuk membelinya.Masalah ini yang menjadi sebuah momok atau masalah besar bagi nelayan yang tidak memilinya.Mereka mau tidak mau harus kalah bersaing dengan nelayan-nelayan yang modern yeng memiliki uang untuk membeli alat-alat penangkap ikan modern.
Jika kita melihat nelayan di Jepang yang menggunakan peralatan modern dalam menangkap ikan dan perahu modern pendapatannya jauh lebih besar dibandingkan dengan nelayan yang ada di Kertasari yang hanya menggunakan peralatan seadanya dalam menangkap ikan.Sehingga, pendapatanya sangat jauh berbeda.
Nelayan kertasari saat ini hanya menggunakan peralatan yang ala kadarnya, tidak ada pembaharuan dari tahun ketahun.Sehingga, pendapatanya tidak kunjung bertambah. Jika, tidak ada pembaharuan peralatan maupun perahu maka selamanya nelayan desa Labuan kertasari akan termarjinalkan.
Berdasarkan hasil penelitian atau dinamika marjinalisasi nelayan di desa kertasari kecamatan taliwang kabupeten sumbawa barat. Sangat prihatin terhadap kondisi dan keadaan masyarakat nelayan yang saat ini diperlukan campur tangan pemerintah setenpat agar kebutuhan para nelayan di desa kertasari kecamatan taliwang dapat terpenuhi,sehingah pencaharian ikan tidak ada kejanggalan atau kesulitan dalam hal apapun. Kebutuhan-kebutuhan para nelayan yang dimaksudkan adalah’’
1.         Regulasi atau kebijakan antara nelayan tradisional
Pemerintah setempat kurang memahami atau kurang perhatian terhadap masalah-masah yang dihadapi para nelayan, salah satu persoalannya yang di hadapinya tidak sesuai dengan regulasi atau kebijakan dalam hal wilaya penengkapan ikan antara nelayan tradisional atau nelayn modern yang saat ini menjadi gejolak antara dua hal itu.karna nelayan tradisional mempunyai kebebasan dalam penangkapan ikan(wilaya penangkapan tidakjauh dari bibir laut atau panti).
Sementara nelayan modern mengunakan semua wilayah laut termasuk wilaya penangkapan nelayan tradisional dan pada akhirnya sering kali terjadi pertikean di antara kedua belah pihak (nelayan tradisional dan nelayan modern).
2.         Kebutuhan para nelayan dalam penangkapan
Dari hasil penagkapan,pemerintah hanya tutup muka dalam hal marjinal nealayann khususnya nelayan di desa kertasari kecamatan taliwang.
Adapun kebutuhan-kebutuhan nelayan untuk penangkapan ikan,sebagai berikut :
a)         Perahu mesin
b)        Jarring
c)         Peralatan-peralatan lainnya
Dari uraian diatas para nelayan akan optimal dan meningkatkan perekonomiannya,dalam hal meningkatkan sehingga tercipta kesejahtraan masyarakat pesisir pantai (nelayan), itulah harapan mereka.
Dinamika pemerintah setempat saat ini baik pemerintah maupun legislatip hanya mementingkan pembangunain infrastruktur saja,seperti’’ jalan,irigasi,peternakan yang selalu di bahas,karna semua itu lebih enak dikerjakan daripada program perikanan dan kelautan,yang ruwet dan tidak megerti ujarnya pemerintah setempat. Oleh karena itu diperlukan akademisi kebutuhan untuk memberikan sosialisasi kepada pemerintah dan legislatip,sehingga pengetahun kelautan dan pentingnya  memehami kebutuhan masyarakat pesisir laut(nelayan),dengan demikian tercapailah kesejahtraan nelayan di desa kertasari kecamatan taliwang.
Untuk meningkatkan kesejataraan nelayan, peran pemerintah dalam hal ini perlu adanya pemberdayaan dan perlindungan terhadap para nelayan. Hal ini dapat dilihat dari instansi pemerintah yang terkait dengan nelayan tradisional, dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan harus melakukan perlindungan dan pemberdayaan terhadap para nelayan tradisional, dengan maksud untuk kesejatraan masyarakat nelayan setempat, perlu disadari juga peran pemerintah disini sangat dinanti oleh masyarakat khususnya para nelayan tradisional agar pendapatan dan taraf hidupnya bisa tercukupi, hal-hal yang harus ditempuh oleh pemerintah sehingga para nelayan tidak merasa termarjinalkan. Oleh karna itu peran pemerintah sagat dibutuhkan, Dengan tujuan agar masyarakat nelayan tradisional bisa hidup layak, dan bersaing dengan nelayn modern.
Pemerintah seharusnya memberikan peralata yang dapat menunjang pendapatan nelayan seperti : jarring, perahu mesin, dan peralatan modern lainnya.
Hasil wawancara dengan para nelayan di desa Labuan retasari adalah sebagai berikut :
Harus Ada Modernisasi Peralatan Nelayan Tradisional kesejahteraan nelayan tradisional masih sulit diraih.Karena itu, perlu modernisasi peralatan."Sebab, nelayan tradisional harus mencari ikan di wilayah yang lebih jauh dari yang mampu dijangkaunya.dalam mencari ikan, peralatan yang digunakan nelayan tradisional hanya mengandalkan perahu tanpa mesin dan jaring ataupun pancing.Akibatnya, hasil tangkapan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Hanya sebagian kecil saja nelayan tradisional yang memiliki perahu bermesin 5 PK. Namun, karena di wilayah perairan di bawah 10 mil dari garis pantai kepiting dan ikan semakin sulit dicari, nelayan tradisional terpaksa berhadapan dengan nelayan-nelayan yang mempunyai peralatan melaut yang canggih, mereka dapat melaut kapan saja dia mau, tidak tergantung  dengan kondisi laut karena per alatan mereka canggih," Selain itu, nelayan yang sudah memiliki peralatan yang canggih dan bisa mendeteksi keberadaan ikan sehingga bisa menangkap ikan dengan sangat mudah. "Sementara nelayan tradisional hanya mengandalkan peralatan sederhana. Seberapa yang bisa mereka tangkap," UjarDaeng sahabbudin  .
Daeng sahabbudin menilai, pemerintah seharusnya memperhatikan nasib nelayan tradisional dengan cara memberikan peralatan modern,seperti perahu mesin,pukat,jarring dan alat-alat modern lainnya. "Modernisasi peralatan merupakan keharusan, Kekayaan laut hayati melimpah ruah, seharusnya nelayan bisa sejahtera, tak ada lagi yang miskin," Ujarnya.
Nelayan tradisional juga Ujar Daeng sahabbudin , harus diberi perlindungan dari masuknya nelayan-nelayan yang memiliki peralatan canggih dan yang merusak seperti pukat dan bom ikan yang kerap menganggu dengan memasuki wilayah tangkap nelayan tradisional."Masalah pukat dan bom ikan dari dulu tidak kunjung selesai, seolah tak ada penegakan hukum di laut.Bahkan mereka berani mencuri ikan di tuasan nelayan tradisional, ini sangat memprihatinkan," Ujarnya.
Menurutnya, rusaknya terumbu karang dan mangrove menjadi penyebab semakin berkurangnya ikan di pinggiran.Padahal, di lokasi tersebut tempat berkembangbiaknya ikan-ikan dan biota laut yang mencukung ekosistem pesisir."Kerusakan terumbu karang tidak lepas dari operasional pukat yang sebenarnya tidak pernah ada regulasi yang mengizinkan beroperas begitu juga dengan kerusakan mangrove, harus segera direhabilitasi".
MenurutDaeng pukding,  salah seorang nelayan di Desa kertasari, Kecamatan taliwang mengatakan, sejak beroperasinya pukat di wilayah tangkap nelayan tradisional, dirinya bersama rekan seprofesinya terpaksa ke tengah karena di pinggiran sudah sulit mendapatkan ikan. "Kalau tak ke tengah tak dapat ikan" Ujarnya.
Harapan para nelayan agar pemerintah harus ikut campur terhadap masalah yang dihadapi oleh nelayan ini.Agar para nelayan tidak merasa termarjinalkan terus. Meraka butuh peralatan yang dapat menunjang pendapatan mereka seperti pukat,jaring,perahu mesin dan alat-alat modern lainnya.
Menurut  kusnadi  kemiskinan  yang  diderita  masyarakat nelayan  itu  bersumber  dari  dua  hal:
pertama,  faktor  alamiah,  yaitu faktor  yang  berhubungan  dengan  Fluktuasi  musim  ikan,  saat  musim ikan  banyak  maka  pendapatan  yang  diperoleh  para  nelayan  bisa terjamin, sebaliknya apabila saat tidak musim ikan para nelayan akan mengalami  kesulitan  mencukupi  kebutuhan  sehari-hari  mereka,  dan keadaan  itu  terus  dialami  oleh  para  nelayan  dalam  setiap  tahunnya
.Kedua,  faktor non alamiah, faktor ini berhungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam pranata bagi hasil,  ketiadaan jaminan sosial awak perahu, dan jaringan pemasaran ikan  yang  rawan  terhadap  fluktuasi  harga,  keterbatasan  teknologi pengolahan hasil ikan, dampak negatif modernisasi, serta terbatasnya peluang-peluang kerja yang bisa di akses oleh rumahtangga nelayan.Kondisi-kondisi  aktual  yang  demikian  dan pengaruh  terhadap kelangkaan sumberdaya akan  senantiasa menghadapkan  rumahtangga nelayan ke dalam lingkaran kekurangan.

H.       Perbandingan Nelayan Tradisional Dan Nelayan Modern
Adapun table perbandingan nelayan tradisional dan nelayan modern beserta peralatannya akan tersaji sebagai berikut :


1. Nelayan tradisional
Nelayan tradisional secara umum disebut nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana.Dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri.Dalam arti hasil alokasi hasil tangkapan yang dijual lebih banyak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari -hari, khususnya pangan, dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha. Berbeda dengan nelayan modern yang acapkali mampu merespon perubahan dan lebih kenyal dalam menyiasati tekanan perubahan dan kondisi over fishing, nelayan tradisional seringkali justru mengalami proses marginalisasi dan menjadi korban dari program pembangunan dan modernisasi perikanan yang sifatnya a-historis. Akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, ruang-gerak nelayan tradisional umumnya sangat terbatas, mereka hanya mampu beroperasi di perairan pantai (inshore).
Sejak krisis mulai merambah ke berbagai wilayah pertengahan tahun 1997, nelayan tradisional boleh dikategorikan sebagai kelompok masyarakat pesisir yang paling menderita dan merupakan korban pertama dari perubahan situasi sosial -ekonomi yang terkesan tiba-tiba, namun berkepanjangan. Bisa dibayangkan, apa yang dapat dilakukan nelayan tradisional selatan untuk bertahan dan melangsungkan kehidupannya, jika dari hari ke hari potensi ikan di laut makin langka karena cara penangkapan yang berlebihan. Dengan hanya mengandalkan pada perahu tradisional dan alat tangkap ikan yang sederhana, jelas para nelayan tradisional ini tidak akan pernah mampu bersaing dengan nelayan modern yang didukung perangkat yang serba canggih. Beberapa contoh nelayan yang termasuk tradisional adalah nelayan jukung, nelayan pancingan,dan lain-lain.
Proses demikian masih terus berlangsung hingga sekarang dan dampak lebih lanjut yang sangat terasakan oleh nelayan tradisional yang ada di desa kertasari adalah semakin menurunnya tingkat pendapatan mereka dan sulitnya memperoleh hasil tangkapan. Sementara kapal penangkapan dengan teknologi alat tangkap yang lebih besar dan selayaknya beroperasi di laut lepas terus membayangi mereka. Bahkan belakangan ini kelompok nelayan dengan alat tangkap modern seperti trawl dan purse sein semakin mendekati kawasan pantai yang dapat dikatakan sebagai kawasan sumberdaya hayati laut.
2.         Nelayan modern
Nelayan modern adalah nelayan yang lebih maju peralatannya seperti motor temple atau kapal motor. semi modern nelayan yang telah menggunakan teknologi penangkap ikan Penguasaan sarana perahu motor semakin membuka peluang nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan yang lebih jauh dan memperoleh surplus dari hasil tangkapan tersebut karena mempunyai daya tangkap yang lebih besar. Pada jenis ini, nelayan sudah berorientasi pasar. Nelayan yang mengunakan teknologi penangkapan modern dan efektif dilengkapi dengan mesin bantu. Mengunakan motor laut (marine engine) yang memiliki kemampuan jelajah hingga perairan Zona Ekonomi Eksklusif dan laut lepas, kemampuan lama operasional dilaut hingga berbulan-bulan. Menggunakan alat penangkap ikan dengan tingkat eksploitasiproduktif.Penyimpanan ikan dilengkapi dengan mesin pendingin.
Alattangkap modern yang saat initerusberoperasi di wilaya penangkapan nelayan tradisional,seharusnya nelayan yang mempunyai pelaratan yang canggi (modern) sudahtidakselayaknyamenangkap ikan dikawasan nelayan tradisional.Kondisiinikianmempersulitnelayantradisionapesisir yang padaumumnya,nelayanmodern yang memiliki peralatan canggi.Disampingdesakanekologiperikanansendiri yang terusmengalamitekananeksploitasiberlebihandenganmasuknyanelayan modern degan peralatan modernnya,sehingga membuat nelayan tradisionan semakin kesulitan untuk mencari ikan.



BAB V
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV dapat di tarik kesimpulan adalah sebagai berikut:
1.         Strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini secara faktual belum dapat mengangkat tingkat kehidupan dan taraf hidup bagi masyarakat nelayan. Program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat terhadap masyarakat nelayan hanyalah bersifat sementara dalam arti hanya untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak sementara program program secara berkesinambungan belum dapat terealisasi.
2.         Berbagai karakteristik yang turut mempengaruhi masalah kemiskinan bagi masyarakat nelayan antara lain disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan nelayan dimana berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat nelayan memiliki latar belakang pendidikan SLTP. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah tentu akan berdampak pada aktivitas bagi masyarakat nelayan. Secara umum nelayan yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah adalah terdapat pada nelayan yang miskin. Pola hidup masyarakat nelayan secara umum masih bersifat tradisional, hal ini dibuktikan dengan akses dalam berusaha masih menggunakan teknologi tradisional seperti menggunakan dayung, serta masih tergantung pada musim, kawanan ikan serta tradisi dalam melaut yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
3.         Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya. Musim paceklik yang selaludatang tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat dipastikan akan semakin membuat masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) setiap tahunnya.
4.         Ada berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan nelayan antara lain : minimnya ketrampilan nelayan dalam penguasaan peralatan, kurangnya memperoleh permodalan, belum tersedianya lembaga yang menampung dan menghimpun masyarakat nelayan dalam memperoleh wawasan dan pengetahuan terhadap bidang perikanan, sikap mental nelayan, pola hidup konsumtif serta kurangnya perhatian pemerintah khususnya pemerintah desa dalam memberikan motivasi kepada masyarakat nelayan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang yang telah dikemukakan diatas , maka pemerintah Desa harus memperhatikan beberapa hal antara lain:
1.         Dilihat dari segi teknologi yang digunakan masyarakat nelayan, pada umumnya masih bersifat tradisional. Karena itu maka produktivitas rendah dan akhirnya pendapatan rendah. Melalui kesempatan ini diperlukan upaya meningkatkan pendapatan melalui perbaikan teknologi, yakni mulai dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan pemasaran.
2.         Perlunya pemberian bantuan berupa paket modal untuk pembelian peralatan seperti alat pendingin antara lain coolbooks serta peralatan yang lebih canggih serta usaha motorisasi melalui paket kredit ringan serta perlu mengevaluasi setiap nelayan yang layak diberikan peralatan modern.
3.         Hendaknya pemerintah desa lebih berperan aktif dalam memberikan peralatan-peralatan  seperti perahu mesin, jarring, dan peralatan lainnya. Agar dapat direalisasikan tingkat produktivitas serta pendapatan bagi masyarakat nelayan.
4.         Perlunya merubah pola kehidupan nelayan. Hal ini terkait dengan pola pikir dan kebiasaan. Pola hidup konsumtif harus dirubah agar nelayan tidak terpuruk ekonominya serta pendapatan para nelayan.
5.         Perlunya sebuah kebijakan sosial dari pemerintah yang berisikan program yang memihak nelayan .Kebijakan pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan harus bersifat bottom up sesuai dengan kondisi, karakteristik dan kebutuhan masyarakat nelayan. Kebijakan yang lahir berdasarkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat nelayan, bukan lagi menjadikan nelayan sebagai objek program, melainkan sebagai subjek. Selain itu penguatan dalam hal hukum terkait zona tangkap, penguatan armada patroli laut, dan pengaturan alat tangkap yang tidak mengeksploitasi kekayaan laut dan ramah lingkungan, serta perlunya hak-hak yang diberikan kepada masyarakat nelayan dalam mengelola laut dan wilayah pesisir tanpa dibatasi dengan UU ataupun dalam bentuk hukum lainnya.







Daftar Pustaka
Sugiyono; 2013 .metode penelitian  kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : A lfabeta
Moleong ;2003 . metode penelitian kualitatif.Bandung : Alfabeta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar