Minggu, 03 April 2016

SOSIOLINGUISTIK BAHASA DAN KELAS SOSIAL



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik, dan hidayahnya sehingga  dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiolinguistik. Makalah ini berisikan tentang bahasa dan kelas sosial.
Terima kasih yang tiada hentinya penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah yaitu Drs. H. Syahdan, M Ed. Ph.D yang telah memberikan arahan dan pengetahuan hingga rampungnya hasil pengamatan ini.
Penulis menyadari sebagai sebagai pelajar yang pengetahuannya belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan aanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menajdi lebih baik dan berdaya guna. Harapan kami, mudah-mudahan makalah yang sederhana ini benar-benar dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
                                                                                                Mataram, 4 April 2016

                                                                                                Kelompok I









DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata Pengantar............................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2     Rumusan Masalah................................................................................. 1
1.3     Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kelas Sosial.......................................................................... 3
2.2 Ragam Bahasa Kelas Sosial................................................................... 3
2.3 Peranan Labov....................................................................................... 4
2.4 Kelas Sosial dan Ragam Baku............................................................... 4
2.5 Teori Bernstein....................................................................................... 4
2.6 Hipotesis Sapir-Whorf........................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan................................................................................................ 7
3.2 Saran................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh individu maupun masyarakat. Tanpa ada bahasa berarti tidak ada masyarakat dan tidak ada pergaulan. Sifat-sifat masyarakat terutama dapat dipelajari dari bahasanya, yang memang menyatakan sesuatu yang hidup dalam masyarakat tersebut.
Menurut Bloomfield (Sumarsono,2014:18) bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi. Karena merupakan suatu sistem, bahasa itu mempunyai aturan-aturan yang saling bergantung, dan mengandung struktrur unsur-unsur yang bisa dianalisis secara terpisah-pisah.
Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku sosial (social behavior) yang dipakai dalam komunikasi. Masyarakat itu terdiri dari individu-individu, masyarakat, secara keseluruhan dan individu saling mempengaruhi dan saling bergantung. Bahasa sebagai milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-masing individu. Setiap individu dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku bahasa individual ini dapat berpengaruh luas pada anggota masyarakat bahasa yang lain. Bahasa berfungsi di tengah masyarakat dan berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi.
Manusia merupakan makhluk sosial. Manusia melakukan interaksi, bekerja sama, dan menjalin kontak sosial di dalam masyarakat. Dalam melakukan hal tersebut, manusia membutuhkan sebuah alat komunikasi yang berupa bahasa.
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang mendasari penulisan makalah ini adalah:
1.      Apakah pengertian kelas sosial ?
2.      Apakah kaitan antara kelas sosial dan perbedaan bahasa yang digunakan ?


1.3    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian kelas sosial.
2.      Mengetahui kaitan antara kelas sosial dan perbedaan bahasa yang mereka gunakan.


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Kelas Sosial
Kelas sosial (social class) mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kasta, dan sebagainya.
Kasta biasanya dianggap sejenis dengan kelas sosial, namun ada perbedaan antara kasta dan kelas sosial, yaitu pada kasta bersifat tertutup, artinya seseorang tidak boleh seenaknya bebas memasuki golongan. Sedangkan kelas sosial bersifat terbuka, artinya  dalam kelas sosial memungkinkan adanya mobilitas sosial, yaitu berpindahnya seseorang dari suatu kelas sosial ke kelas sosial yang lainnya.
2.2  Ragam Bahasa Kelas Sosial
Di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat manusia bisa tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.
Ragam bahasa dialek regional dapat dibedakan secara cukup jelas dengan dialek regional yang lain. Batas perbedaan itu bertepatan dengan batas-batas alam seperti laut, sungai, gunung, jalan raya, hutan, dan sebagainya. Secara linguistik dapat dikatakan, jika dua dialek regional berdampingan, di dekat perbatasan itu bisa jadi kedua unsur dialek itu akan “bercampur”. Semakin jauh dari batas itu, perbedaan itu semakin “besar”. Barangkali jarak geografis inilah salah satu faktor yang menyebabkan terpecahnya suatu bahasa menjadi sekian banyak bahasa. Setidaknya batas alam itu makin mengokohkan status bahasa yang tadinya mungkin hanya berupa dialek saja.
Situasi pada ragam kelas sosial, berbeda. Anggota masyarakat atau guyup tutur (speech community) dari suatu dialek sosial tertentu tetap berkumpul dengan anggota masyarakat tutur dari dialek-dialek sosial yang lain di dalam suatu wilayah tertentu. Tetapi kedekatan ini tidak selalu membawa kedekatan bentuk bahasa bahkan perbedaan bentuk bahasa dalam kelas sosial yang satu dengan kelas sosial yang lain sangat jauh berbeda, lebih jauh dari perbedaan yang ada pada dua dialek regional.


2.3  Peranan Labov
William Labov, dalam hubungan dengan kelas sosial ini, khususnya tentang lapisan sosial. Dialektologi semula hanya memeperhatikan dialek geografis. Ketika tahun 1930 diadakan pemetaan bahasa di Amerika dan Kanada, para ahli memasukkan unsure pendidikan penutur ke dalamnya. Ini berarti masuknya dimensi sosial ke dalam dialektologi.
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (Lapisan Sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Dengan ini Labov sudah memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Labov dapat membuktikan, seseorang individu tertentu dari kelas sosial tertentu, umur tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu, sejumlah kira-kira sekian kali atau sekian persen dan dalam suatu situasi tertentu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada korelasi antara tingkat sosial di dalam masyarakat dengan ragam bahasa yang digunakan.
2.4  Kelas Sosial dan Ragam Baku
Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok masyarakat yang berpendidikan rendah. Mereka cenderung menggunakan ragam bahasa nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal mereka, yaitu akhiran –kan yang dilafalkan –ken. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu. Dapat disimpulkan semakin tinggi kelas sosial, semakin kecil penggunaan kalimat non baku.
2.5  Teori Bernstein
Basil Bernstein, seorang professor dalam ilmu Sosiologi Pendidikan di Universitas London, mengemukakan teori yang sangat menarik perhatian banyak ahli pendidikan dan ahli linguistik. Ia mengemukakan anggapan dasar, ada dua ragam bahasa penutur, yang disebut kode terperinci atau kode terurai (elaborated code) dan kode terbatas (restricted code). Menurut Bernstein, kode terperinci itu cenderung digunakan dalam situasi formal atau dalam diskusi akademik.
Buku karangan Sumarsono, disebutkan bahwa ragam bahasa dengan kode terperinci memiliki ciri antara lain menggunakan klausa bawahan (subordinate clause) atau anak kalimat, kata kerja pasif, ajektif, adverbia, serta kata sambung yang tidak lazim, penggunaan kata ganti “saya” dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada intinya mengacu kepada ragam bahasa yang “bermutu”. Bermutu dalam arti bahasa yang digunakan oleh penutur dengan kode terperinci dimana bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi komplek, panjang dan banyak pembendaharaan kata sehingga hal yang ingin disampaikan kepada lawan bicara dapat dipahami dengan baik.
Sebaliknya kode terbatas cenderung digunakan di lingkungan keluarga atau antarteman. Kode ini pada umumnya terikat pada konteks, dan tidak diungkapkan secara jelas dan eksplisit. Secara linguistik kode ini mempunyai ciri banyaknya penggunaan kata ganti, terutama you “kamu” dan they “mereka”.
Bernstein membuktikan atau mengenali kode terperinci dengan kode terbatas dengan mengkaji perkembangan anak-anak dari keluarga kelas menengah ke atas dan anak-anak dari kelas menengah ke bawah. Setelah penelitiannya, didapatkan anak-anak dari kelas menengah lebih berprestasi di sekolah maupun kemampanan hidupnya. Bernstein berkesimpulan bahwa kemampuan berbahasa berkaitan erat dengan prestasi penuturnya.
2.6  Hipotesis Sapir-Whorf
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf adalah ahli linguistik yang mempunyai hipotesis kira-kira berbunyi demikian: bahasa ibu (mother tongue) seorang penutur membentuk kategori-kategori yang bertindak sebagai sejenis jeruji (kisi-kisi). Melalui kisi-kisi itu si penutur melihat “dunia luar” (dunia di luar dirinya). Karena “penglihatan” si penutur terhalang oleh kisi-kisi, pandangannya ke dunia luar menjadi seolah-olah diatur oleh kisi-kisi itu. Dengan demikian maka bahasa ibu dapat mempengaruhi masyarakat dengan jalan mempengaruhi bahkan mengendalikan pandangan penutur-penuturnya terhadap dunia luar. Cara berpikir masyarakat benar-benar ditentukan oleh bahasa.
Hipotesis Sapir – Whorf yang ekstrem, yaitu “cara berpikir masyarakat benar-benar dibatasi oleh bahasa” tidak daapt diterima. Supaya lebih jelas bahwa hipotesis Sapir – Whorf yang menyatakan, “pandangan manusia tentang lingkungannya dapat ditentukan oleh bahasanya’ tidak dapat diterima sepenuhnya, berikut ini dikemukakan beberapa bukti sanggahan.
a.       Lingkungan fisik tempat suatu masyarakat hidup dapat dicerminkan dalam bahasanya. Artinya, lingkungan dapat mempengaruhi bahasa masyarakat itu, biasanya dalam hal leksikon atau perbendaharaan katanya. Lingkunganlah yang menyebabkan kosakata dua bahasa berbeda, dan perbendaan itu tidak ada hubungannya dengan kemampuan otak.
b.      Lingkungan sosial dapat juga dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh pada struktur kosakata. Misalnya sistem kekeluargaan atau kekerabatan orang Amerika berbeda dengan sistem kekeluargaan orang-orang dari berbagai suku di Indonesia. Dan ini tercermin dalam kosakatanya. Orang Amerika mempunyai family yang padanannya dalam bahasa Indonesia adalah keluarga. Tetapi, family hanya mencakup “suami, istri, plus anak-anaknya”, sedangkan keluarga bisa mencakup orang-orang di luar suami, istri, dan anak-anaknya.
c.       Adanya lapisan-lapisan masyarakat feodal dan kasta menimbulkan pula pengaruh dalam bahasa.
d.      Nilai-nilai masyarakat (social value) dapat pula berpengaruh pada bahasa masyarakat itu. Contoh yang jelas misalnya yang menyangkut tabu. Tabu menyangkut tingkah laku yang menurut kepercayaan adikodrati (supernatural) terlarang, dianggap asusila atau tidak layak.
Dasar untuk tabu itu kemudian bukan lagi kepercayaan gaib, melainkan sekadar sopan santun. Alat vital atau kelamin bagi masyarakat tertentu adalah tabu. Kata-kata untuk itu ada, tetapi tidak pernah dipakai di depan umum, dan kalau dipakai, orang yang memakainya dianggap tidak sopan. Jadi, kata-kata tertentu ternyata bisa menggambarkan atau mencerminkan sistem kepercayaan dan sistem nilai tata krama penuturnya. Dengan kata lain, tabu adalah kenyataan linguistik dan kenyataan sosial, tetapi tidak ada kaitannya dengan inteligensi (pikiran).





BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kelas sosial adalah sekelompok masyarakat yang terbentuk akibat berbagai dinamika perkembangan manusia. Kelas sosial ini juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan bahasa yang digunakan perbedaan dialek yang terjadi pada tiap kelas sosial menunjukkan tingkat rasa ataupun kehormatan yang ada di tiap kelas sosial tersebut.
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan perkembangan bahasa dan kelas sosial, antara lain:
1.      teori Labov yang menyatakan adanya kecenderungan perbedaan dialek yang digunakan untuk menyatakan identitas strata sosial;
2.      teori Bernstein ayng menyatakan bahwa ada perbedaan kebahasaan yang digunakan ketika berkomunikasi dengan kelompok sosial tertentu;
3.      teori Sapir – Whorf yang menyatakan bahwa bahasa yang diperoleh seseorang menajdi filter dalam menerima kebudayaan tertentu.
3.2  Saran
Perbedaan kelas sosial yang menyebabkan variasi penggunaan bahasa hendaknya tidak menjadi penghalang, namun kita harus mempelajarinya agar mampu berkomunikasi dengan tepat dan efisien dalam masyarakat.







DAFTAR PUSTAKA
Sumarsono. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar