KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik, dan
hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Sosiolinguistik. Makalah ini berisikan tentang bahasa
dan kelas sosial.
Terima
kasih yang tiada hentinya penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah
yaitu Drs. H. Syahdan, M Ed. Ph.D yang telah memberikan arahan dan pengetahuan
hingga rampungnya hasil pengamatan ini.
Penulis
menyadari sebagai sebagai pelajar yang pengetahuannya belum seberapa dan masih
banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
aanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menajdi lebih baik dan
berdaya guna. Harapan kami, mudah-mudahan makalah yang sederhana ini
benar-benar dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Mataram,
4 April 2016
Kelompok
I
DAFTAR
ISI
Halaman judul
Kata
Pengantar............................................................................................ ii
Daftar
Isi................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah................................................................................. 1
1.3
Tujuan .................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kelas Sosial.......................................................................... 3
2.2
Ragam Bahasa Kelas Sosial................................................................... 3
2.3
Peranan Labov....................................................................................... 4
2.4
Kelas Sosial dan Ragam Baku............................................................... 4
2.5
Teori Bernstein....................................................................................... 4
2.6
Hipotesis Sapir-Whorf........................................................... 5
BAB
III PENUTUP
3.1
Simpulan................................................................................................ 7
3.2
Saran................................................................................. 7
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi
yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh individu maupun masyarakat.
Tanpa ada bahasa berarti tidak ada masyarakat dan tidak ada pergaulan. Sifat-sifat
masyarakat terutama dapat dipelajari dari bahasanya, yang memang menyatakan
sesuatu yang hidup dalam masyarakat tersebut.
Menurut Bloomfield
(Sumarsono,2014:18) bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat
sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk
saling berhubungan dan berinteraksi. Karena merupakan suatu sistem, bahasa itu
mempunyai aturan-aturan yang saling bergantung, dan mengandung struktrur unsur-unsur
yang bisa dianalisis secara terpisah-pisah.
Sosiolinguistik memandang bahasa
sebagai tingkah laku sosial (social
behavior) yang dipakai dalam komunikasi. Masyarakat itu terdiri dari
individu-individu, masyarakat, secara keseluruhan dan individu saling
mempengaruhi dan saling bergantung. Bahasa sebagai milik masyarakat juga
tersimpan dalam diri masing-masing individu. Setiap individu dapat bertingkah
laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku bahasa individual ini dapat
berpengaruh luas pada anggota masyarakat bahasa yang lain. Bahasa berfungsi di
tengah masyarakat dan berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan
aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi.
Manusia merupakan makhluk sosial.
Manusia melakukan interaksi, bekerja sama, dan menjalin kontak sosial di dalam
masyarakat. Dalam melakukan hal tersebut, manusia membutuhkan sebuah alat
komunikasi yang berupa bahasa.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka
dapat dirumuskan permasalahan yang mendasari penulisan makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian kelas sosial ?
2. Apakah kaitan antara kelas sosial
dan perbedaan bahasa yang digunakan ?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian kelas sosial.
2. Mengetahui kaitan antara kelas
sosial dan perbedaan bahasa yang mereka gunakan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kelas Sosial
Kelas sosial (social class) mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai
kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan,
pendidikan, kasta, dan sebagainya.
Kasta biasanya dianggap sejenis
dengan kelas sosial, namun ada perbedaan antara kasta dan kelas sosial, yaitu
pada kasta bersifat tertutup, artinya seseorang tidak boleh seenaknya bebas
memasuki golongan. Sedangkan kelas sosial bersifat terbuka, artinya dalam kelas sosial memungkinkan adanya
mobilitas sosial, yaitu berpindahnya seseorang dari suatu kelas sosial ke kelas
sosial yang lainnya.
2.2 Ragam
Bahasa Kelas Sosial
Di Indonesia kelas sekelompok
pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku.
Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat manusia bisa tercermin
dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.
Ragam bahasa dialek regional dapat
dibedakan secara cukup jelas dengan dialek regional yang lain. Batas perbedaan
itu bertepatan dengan batas-batas alam seperti laut, sungai, gunung, jalan
raya, hutan, dan sebagainya. Secara linguistik dapat dikatakan, jika dua dialek
regional berdampingan, di dekat perbatasan itu bisa jadi kedua unsur dialek itu
akan “bercampur”. Semakin jauh dari batas itu, perbedaan itu semakin “besar”.
Barangkali jarak geografis inilah salah satu faktor yang menyebabkan
terpecahnya suatu bahasa menjadi sekian banyak bahasa. Setidaknya batas alam
itu makin mengokohkan status bahasa yang tadinya mungkin hanya berupa dialek
saja.
Situasi pada ragam kelas sosial,
berbeda. Anggota masyarakat atau guyup tutur (speech community) dari suatu dialek sosial tertentu tetap berkumpul
dengan anggota masyarakat tutur dari dialek-dialek sosial yang lain di dalam
suatu wilayah tertentu. Tetapi kedekatan ini tidak selalu membawa kedekatan
bentuk bahasa bahkan perbedaan bentuk bahasa dalam kelas sosial yang satu
dengan kelas sosial yang lain sangat jauh berbeda, lebih jauh dari perbedaan
yang ada pada dua dialek regional.
2.3 Peranan
Labov
William Labov, dalam hubungan dengan
kelas sosial ini, khususnya tentang lapisan sosial. Dialektologi semula hanya
memeperhatikan dialek geografis. Ketika tahun 1930 diadakan pemetaan bahasa di
Amerika dan Kanada, para ahli memasukkan unsure pendidikan penutur ke dalamnya.
Ini berarti masuknya dimensi sosial ke dalam dialektologi.
Tahun 1966, William Labov
menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota New York, berjudul
The Social Stratification of English in
New York City (Lapisan Sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Dengan ini
Labov sudah memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Labov dapat
membuktikan, seseorang individu tertentu dari kelas sosial tertentu, umur
tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu,
sejumlah kira-kira sekian kali atau sekian persen dan dalam suatu situasi
tertentu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada korelasi antara tingkat sosial
di dalam masyarakat dengan ragam bahasa yang digunakan.
2.4 Kelas
Sosial dan Ragam Baku
Kita melihat di Indonesia kelas
sekelompok masyarakat yang berpendidikan rendah. Mereka cenderung menggunakan
ragam bahasa nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal
mereka, yaitu akhiran –kan yang dilafalkan –ken. Jadi perbedaan atau
penggolongan kelompok masyarakat tercermin dalam ragam bahasa golongan
masyarakat itu. Dapat disimpulkan semakin tinggi kelas sosial, semakin kecil
penggunaan kalimat non baku.
2.5 Teori
Bernstein
Basil Bernstein, seorang professor
dalam ilmu Sosiologi Pendidikan di Universitas London, mengemukakan teori yang
sangat menarik perhatian banyak ahli pendidikan dan ahli linguistik. Ia
mengemukakan anggapan dasar, ada dua ragam bahasa penutur, yang disebut kode
terperinci atau kode terurai (elaborated
code) dan kode terbatas (restricted
code). Menurut Bernstein, kode terperinci itu cenderung digunakan dalam
situasi formal atau dalam diskusi akademik.
Buku karangan Sumarsono, disebutkan
bahwa ragam bahasa dengan kode terperinci memiliki ciri antara lain menggunakan
klausa bawahan (subordinate clause)
atau anak kalimat, kata kerja pasif, ajektif, adverbia, serta kata sambung yang
tidak lazim, penggunaan kata ganti “saya” dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada
intinya mengacu kepada ragam bahasa yang “bermutu”. Bermutu dalam arti bahasa
yang digunakan oleh penutur dengan kode terperinci dimana bahasa yang digunakan
dalam berkomunikasi komplek, panjang dan banyak pembendaharaan kata sehingga
hal yang ingin disampaikan kepada lawan bicara dapat dipahami dengan baik.
Sebaliknya kode terbatas cenderung
digunakan di lingkungan keluarga atau antarteman. Kode ini pada umumnya terikat
pada konteks, dan tidak diungkapkan secara jelas dan eksplisit. Secara
linguistik kode ini mempunyai ciri banyaknya penggunaan kata ganti, terutama you “kamu” dan they “mereka”.
Bernstein membuktikan atau mengenali
kode terperinci dengan kode terbatas dengan mengkaji perkembangan anak-anak
dari keluarga kelas menengah ke atas dan anak-anak dari kelas menengah ke bawah.
Setelah penelitiannya, didapatkan anak-anak dari kelas menengah lebih
berprestasi di sekolah maupun kemampanan hidupnya. Bernstein berkesimpulan
bahwa kemampuan berbahasa berkaitan erat dengan prestasi penuturnya.
2.6 Hipotesis
Sapir-Whorf
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf
adalah ahli linguistik yang mempunyai hipotesis kira-kira berbunyi demikian:
bahasa ibu (mother tongue) seorang
penutur membentuk kategori-kategori yang bertindak sebagai sejenis jeruji
(kisi-kisi). Melalui kisi-kisi itu si penutur melihat “dunia luar” (dunia di
luar dirinya). Karena “penglihatan” si penutur terhalang oleh kisi-kisi,
pandangannya ke dunia luar menjadi seolah-olah diatur oleh kisi-kisi itu.
Dengan demikian maka bahasa ibu dapat mempengaruhi masyarakat dengan jalan
mempengaruhi bahkan mengendalikan pandangan penutur-penuturnya terhadap dunia
luar. Cara berpikir masyarakat benar-benar ditentukan oleh bahasa.
Hipotesis Sapir – Whorf yang
ekstrem, yaitu “cara berpikir masyarakat benar-benar dibatasi oleh bahasa”
tidak daapt diterima. Supaya lebih jelas bahwa hipotesis Sapir – Whorf yang
menyatakan, “pandangan manusia tentang lingkungannya dapat ditentukan oleh
bahasanya’ tidak dapat diterima sepenuhnya, berikut ini dikemukakan beberapa
bukti sanggahan.
a. Lingkungan fisik tempat suatu
masyarakat hidup dapat dicerminkan dalam bahasanya. Artinya, lingkungan dapat
mempengaruhi bahasa masyarakat itu, biasanya dalam hal leksikon atau
perbendaharaan katanya. Lingkunganlah yang menyebabkan kosakata dua bahasa
berbeda, dan perbendaan itu tidak ada hubungannya dengan kemampuan otak.
b. Lingkungan sosial dapat juga
dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh pada struktur kosakata.
Misalnya sistem kekeluargaan atau kekerabatan orang Amerika berbeda dengan
sistem kekeluargaan orang-orang dari berbagai suku di Indonesia. Dan ini
tercermin dalam kosakatanya. Orang Amerika mempunyai family yang padanannya dalam bahasa Indonesia adalah keluarga.
Tetapi, family hanya mencakup “suami,
istri, plus anak-anaknya”, sedangkan keluarga bisa mencakup orang-orang di luar
suami, istri, dan anak-anaknya.
c. Adanya lapisan-lapisan masyarakat feodal
dan kasta menimbulkan pula pengaruh dalam bahasa.
d. Nilai-nilai masyarakat (social value) dapat pula berpengaruh
pada bahasa masyarakat itu. Contoh yang jelas misalnya yang menyangkut tabu.
Tabu menyangkut tingkah laku yang menurut kepercayaan adikodrati (supernatural)
terlarang, dianggap asusila atau tidak layak.
Dasar
untuk tabu itu kemudian bukan lagi kepercayaan gaib, melainkan sekadar sopan
santun. Alat vital atau kelamin bagi masyarakat tertentu adalah tabu. Kata-kata
untuk itu ada, tetapi tidak pernah dipakai di depan umum, dan kalau dipakai,
orang yang memakainya dianggap tidak sopan. Jadi, kata-kata tertentu ternyata
bisa menggambarkan atau mencerminkan sistem kepercayaan dan sistem nilai tata krama
penuturnya. Dengan kata lain, tabu adalah kenyataan linguistik dan kenyataan
sosial, tetapi tidak ada kaitannya dengan inteligensi (pikiran).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kelas
sosial adalah sekelompok masyarakat yang terbentuk akibat berbagai dinamika
perkembangan manusia. Kelas sosial ini juga memiliki pengaruh terhadap
perkembangan bahasa yang digunakan perbedaan dialek yang terjadi pada tiap
kelas sosial menunjukkan tingkat rasa ataupun kehormatan yang ada di tiap kelas
sosial tersebut.
Ada
beberapa teori yang berkaitan dengan perkembangan bahasa dan kelas sosial,
antara lain:
1. teori Labov yang menyatakan adanya
kecenderungan perbedaan dialek yang digunakan untuk menyatakan identitas strata
sosial;
2. teori Bernstein ayng menyatakan
bahwa ada perbedaan kebahasaan yang digunakan ketika berkomunikasi dengan
kelompok sosial tertentu;
3. teori Sapir – Whorf yang menyatakan
bahwa bahasa yang diperoleh seseorang menajdi filter dalam menerima kebudayaan
tertentu.
3.2 Saran
Perbedaan kelas sosial yang menyebabkan variasi penggunaan
bahasa hendaknya tidak menjadi penghalang, namun kita harus mempelajarinya agar
mampu berkomunikasi dengan tepat dan efisien dalam masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumarsono. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar