Jumat, 15 April 2016

MAKALAH TENTANG ALIRAN ALIRAN USHUL FIQIH



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang  menjadi sarana untuk mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia mengenai dalil-dalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan seperti sebuah pabrik yang mengolah data-data  dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqh.
Sejarah fiqh telah dimulai  sejak diangkatnya Muhammad SAW menjadi Nabi dan rasul sampai wafatnya. Hal ini disebabkan  segala  persoalan  yang dihadapai ketika itu  dijelaskan  secara langsung  oleh Rasulullah SAW. Akibatnya    ijtihad yang masih   berada  diantara   benar   atau   salah    tidak  diperlukan. Akan tetapi, benih-benih   kaidah sebenarnya sudah  ada semenjak masa Nabi.
Fiqh diarahkan untuk memperbaiki akidah, karena akidah yang benar inilah yang menjadi pondasi dalam hidup. Oleh karena itu, dapat kita pahami apabila Rasulullah pada masa itu memulai dakwahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju masyarakat yang berakidah tauhid, membersihkan hati dan menghiasi diri dengan al-Akhlak al-Karimah,
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tadi, maka dapat dirumuskan masalah  sebagai berikut :
1.    Bagaimana sejarah perkembangan Fiqh Islam
2.    Apa sajakah Aliran-aliran dalam Ushul Fiqh
3.    Apa saja Faktor Munculny Aliran Ushul Fiqih
4.    Apa saja Karya karaya ushul fiqih
C.      Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah, maka terdapat beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui sejarah perkembanan Fiqh Islam.
2.    Mengetahui aliran-aliran dalam Ushul Fiqh
3.    Mengetahui Faktor Munculny Aliran Ushul Fiqih
4.    Mengetahui Karya Karya ushul Fiqih
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh
Adapun Ushul Fiqh, tidaklah tumbuh kecuali pada abad kedua hijriah, karena pada abad pertama hijriah, ilmu tersebut belum diperlukan dimana Rasulullah SAW berfatwa dan menjatuhkan keputusan menurut ajaran Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya dan menurut Sunnah yang diilhamkan kepadanya. Kalau ada yang bertanya: “Dahulu mana ushul fiqh dan fiqh?” tentu tidak mudah menjawabnya. Pertanyaan demikian sama dengan pertanyaan mengenai mana yang lebih dahulu: ayam atau telur.
Musthafa Said al-Khin memberikan argumentasi bahwa ushul fiqh ada sebelum fiqh. Alasannya adalah bahwa ushul fiqh merupakan pondasi, sedangkan fiqh merupakan bangunan yang didirikan di atas pondasi. Karena itulah sudah tentu ushul fiqh ada mendahului fiqh. Kesimpulannya, tentu harus ada ushul fiqh sebelum adanya fiqh.
1.         Pada masa Nabi Muhammad.
               Pada Masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan ilmu fiqh dikembalikan kepada Rasul. Namun terdapat juga beberapa usaha-usaha dari beberapa Sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Mereka melakukannya dengan cara mencari jawabannya di dalam Al-Qur’an, kemudian hadits. Jika dari kedua sumber hukum tersebut tidak ditemukan, maka mereka dapat berijtihad. Pada dasarnya, beberapa Sahabat nabi tersebut sudah menggunakan Ushul Fiqh secara teori tetapi ushul fiqh pada saat itu belum menjadi suatu nama keilmuan tertentu.
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam pembentukan hukum islam adalah para Sahabat Nabi.
2.     Pada masa ini para Sahabat.
                Pada masa ini para Sahabat. banyak melakukan ijtihad ketika suatu masalah tidak dijumpai di dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada saat berijtihad, para sahabat telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh meskipun belum dirumuskan dalam suatu disiplin ilmu.
3.      Pada masa tabi’in.
               Pada masa tabi’in metode istinbat menjadi semakin jelas dan meluas disebabkan tambah meluasnya daerah islam sehingga banyak permasalahan baru yang muncul. Para tabi’in melakukan ijtihad di berbagai daerah islam. Di Madinah, di Irak dan di Basrah. Titk tolak para ulama dalam menetapkan hukum bisa berbeda, yang satu melihat dari suatu maslahat, sementara yang lain menetapkan hukumnya melalui Qiyas. Dari perbedaan dalam mengistinbatkan hukum inilah, akibatnya muncul tiga kelompok ulama, yaitu Madrasah Al-Irak, Madrasah Al-Kaufah yang lebih dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Ra’yu dan Madrasah Al-Madina dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Hadits. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh masih belum terbukukan.
4.      Masa Imam-imam Mujtahid sebelum Imam Syafi’I, pada periode ini, metode pengalihan hukum bertambah banyak, dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya. Imam Abu Hanafiah an-Nu’man (80-150H). pendiri mazhab hanafi. Dasar-dasar istinbatnya yaitu : Kitabullah, sunah, fatwa (pendapat Sahabat yang disepakati), tidak berpegang dengan pendapat Tabi’in, qiyas dan istihsan. Demikian pula Imam Malik bin Anas (93-179H). pendiri mazhab Maliki. Di samping berpegang kepada Al-Qur’an dan sunah, beliau juga banyak mengistinbatkan hukum berdasarkan amalan penduduk Madinah. Pada masa ini, Abu hanifah dan Imam Malik tidak meningalkan buku ushul fiqh.

B.  Aliran-aliran dalam Ushul Fiqh
                 Sejarah perkembangan ushul fiqh menunjukkan bahwa ilmu tersebut tidak berhenti, melainkan berkembang secara dinamis. Ada beberapa aliran metode penulisan ushul fiqh yang saat ini dikenal. Secara umum, para ahli membagi aliran penulisan ushul fiqh menjadi dua, yaitu mutakallimin (Syafi’iyyah) dan aliran fuqaha (Aliran Hanafiyah). Dari kedua aliran tersebut lahir aliran gabungan. Tiga aliran utama tersebut diuraikan sebagai berikut:
1.    Aliran Mutakallimin
               Aliran mutakallimin disebut juga dengan aliran Syafi’iyyah. Alasan penamaan tersebut bisa dipahami mengingat karya-karya ushul fiqh aliran mutakallimin banyak lahir dari kalangan Syafi’iyyah. Aliran ini membangun ushul fiqih secara teoritis murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula dalam menetapkan kaidah, aliran ini menggunakan alasan yang kuat, baik dari dalil naqli, tanpa dipengaruhi masalah furu’ dan madzhab, sehingga adakalanya kaidah tersebut sesuai dengan masalah furu’ dan adakalanya tidak sesuai. Selain itu, setiap permasalahan yang didukung naqli dapat dijadikan kaidah.

               Aliran Mutakllimin Membangun usul fiqih secara teoritis murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Dalam menetapkan kaidah,menggunakan alasan yang kuat,baik dari dalil naqli/aqli,tanpa di pengaruhi masalah furu’ madzhab,sehingga kaidah ada kalanya sesuai dan sesuai dengan masalah furu’. Permasalahan yang di dukung naqli dapat di jadikan kaidah.
               Terlalu difokuskan pada masalah teoritis,sering tidak bisa menyentuh permasalahan praktis. Aspek bahasa sangat dominan seperti penentuan tentang tahsin (menganggap sesuatu itu baik dan dicapai akal atau tidak),dan taqbih (menanggap sesuatu itu buruk dan dicapai akal atau tidak ). Biasanya berkaitan dengan pembahasan tentang hakim (pembuat hukum syara) yang berkaitan pula dengan masalah aqidah. Seringkali terjebak terhadap masalah yang tidak mungkin terjadi dan terhadap kema’shuman Rosulallah SAW.
            Dinamakan aliran mutakallimin karena kebanyakan ulama penyusun kitab dalam aliran ini berasal dari ulama kalam yang beragam, seperti Mu`tazilah, Syafi`iyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Prinsip dari aliran ini adalah berpegang kepada kaidah usul dalam penetapan hukum. Penetapan dan
Aliran Mutakakallimin lebih berorienntasi kepada hal-hal berikut, yakni;
1.    Analisis kasus-kasus                                                                                                          
2.    Formulasi kaidah-kaidah hukum (al-qawa’id)
3.    Aplikasi qiyas yang disertai penalaran rasio sejauh mungkin
4.    Mengkonstruksi isu-isu fundamental teori hukum tanpa terikat dengan fakta hukum yang kasuistis dan pikiran hukum madzhab fiqh yang ada.
        
2.      Aliran Fuqaha
  Aliran yang kedua ini dikenal dengan aliran fuqaha yang dianut oleh para ulama madzhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha karena dalam sistem penulisannya banyak diwarnai oleh contoh-contoh fiqh. Dalam merumuskan kaidah ushul fiqh, mereka berpedoman pada pendapat-pendapat fiqh Abu Hanifah dan pendapat-pendapat para muridnya serta melengkapinya dengan contoh-contoh.
                        Aliran Hanafiyah atau fuqaha Sandaran ulama aliran ini dalam menetapkan Hukum adalah putusan-putusan hukum yang telah ditetapkan ulama mazhab. Hal ini dilakukan karena para ulama mazhab tidak meninggalkan kaidah yang telah tersusun sebagaimana halnya yang telah dilakukan oleh Imam Syafi`iuntuk murid-muridnya.Mereka hanyalah meninggalkan sedikit kaidah, sementara yang banyak adalah putusan-putusan hukum.
                  Lalu mereka mengumpulkan masalah- masalah yang mirip satu sama lain. Dari sinilah kemudian mereka menyusun kaidah yang akhirnya mereka jadikan usul untuk mazhab mereka untuk memperkuat masalah -masalah fikih yang mereka terima dari imam mereka, menjadi senjata dalam diskusi dan perdebatan, dan sebagai sarana dalam melakukann ijtihad untuk masalah-masalah baru yang belum dibahas oleh imam-imam mereka.
                        Dengan metode seperti ini, tidak mengherankan jika banyak ditemukan dalam karya-karya mereka pembahasan tentang beragam masalah fikih.Sebagian ulama ada yang berusaha memadukan kedua aliran di atas dalam penyusunan kitab usul. Mereka memerhatikan kaidah-kaidah usul juga memerhatikan penerapannya terhadap masalah furu` dalam  kaitannya dengan kaidah-kaidah tersebut

3.      Aliran Gabungan
Pada perkembangannya muncul tren untuk menggabungkan kitab ushul fiqh aliran mutakallimin dan Hanafiyah. Metode penulisan ushul fiqh aliran gabungan adalah dengan membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqh. Persoalan hukum yang dibahas imam-imam madzhab diulas dan ditunjukkan kaidah yang menjadi sandarannya.
 
   C.  Faktor Munculny Aliran Ushul Fiqih
1.Terjadinya percampuran antara orang Arab dan orang luar Arab(`azam) dengan beragam budaya, tradisi, dan bahasa sehingga mempengaruhi umat Islam dalam hal penguasaan bahasa Arab yang senapas dengan bahasa Arab al-Qur`an dan Hadis

2. Banyak peristiwa yang muncul yang mendorong para mujtahid untuk memeras        kemampuan berpikir mereka

3. Banyak muncul para mujtahid dengan metode istinbat hukumyang berbeda-Beda 25 Tiga masalah di atas mendorong para mujtahid untuk menyusun kaidah-kaidah dalam   melakukan istinbat hukum dari dalil-dalil syara`.Sebagian orang menganggap bahwa sl- Syafi`i, dengan al-Risalah nya, adalah orang yang pertama kali menyusun kitab usul.  Sumbangannya dalam bidang ini, sebagaimana dinyatakan oleh penulis biografinya, setara dengan sumbangan Aristoteles dalam bidang logika. Namun demikian, terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa sebenarnya sebelum al-Syafi`i telah muncul karya-karya dalam bidang ini, seperti yang disusun oleh Abu Yusuf dan al-Syaibani (dua orang sahabat sekaligus murid Abu Hanifah). Hanya saja karya keduanya tidak sampai kepada kita.26 Setelah al-Syafi`i muncul banyak ulama yang menyusun kitab-kitab usul  dengan beragam model, ada yang simple dan ada juga yang detail.Mereka lalu dikelompokkan menjadi dua aliran besar,

D.      Karya karaya ushul fiqih
1.      Aliran Mutakallimin
a.     Kitab al-Mu’tamad, karya Abu Husain Muhammad ibn ‘Ali al-Bashriy (w. 412 H).
b.    Kitab al-Burhan, karya al-Imam al-Haramain (w. 474 H).
c.    Kitab al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul, karya al-Ghazali (w. 500 H).
d.   Al Mahsul karya fakhr al-Din Muhammad bin Umar al- Razi al-Syafi’i (w. 606 H). Kitab ini diringkas oleh dua orang dengan judul;
a)    Al-Hasil oleh Taj al-Din Muhammad bin Hasan al-Armawi (w. 656 H).
b)    Al- Tahsil oleh Mahmud bin Abu Bakar Al-Armawi (w. 672 H).

2.    Aliran fuqaha
a.    Abu al-hasanUbaidillah al-Karakhi (w.340 H), dengan karyanya Risalt al-Karakhi fi al Usul.
b.    Abu Bakr Ahmad al- Jashhash (w.370), dengan karyanya al-Usul atan Usul al-Jassas.
c.    Abu Abu Bakr Muhammad al-Sarkhasi (w.483), dengan karyanya al-Usul atau Usul al-Sarkhasi
d.   Abu al-Barakat Abdillah Hafizudddin al-Nasafi,( 710), dengan karyanya  Manar al-Anwar, yang kemudian diberi syarah oleh beliau sendiri dengan judul Kasyf al-Asrar Syarh Manar al-Anwar.
e.    Zayd Abdillah al-Dabusi (w.430), dengan karyanya taqwin al-adilllah
f.     Abu al- Hasan Ali al-Bazdawi (w.482), dengan karyanya Kanz al-wusul ila Ma’rifat al-Usul     
3.      Aliran Gabungan
          Karya-karya gabungan lahir dari kalangan Hanafi dan kemudian diikuti kalangan Syafi’iyyah. Dari kalangan Hanafi lahir kitab Badi’ al-Nidzam al-Jami‘ bayn Kitabay al-Bazdawi wa al-Ihkam yang merupakan gabungan antara kitabUshul karya al-Bazdawi dan al-Ihkam karya al-Amidi. Kitab tersebut ditulis oleh Mudzaffar al-Din Ahmad bin Ali al-Hanafi. Ada pula kitab Tanqih Ushul karya Shadr al-Syariah al-Hanafi. Kitab tersebut adalah ringkasan dari Kitab al-Mahshul karya Imam al-Razi, Muntaha al-Wushul (al-Sul) karya Imam Ibnu Hajib, dan Ushul al-Bazdawi. Kitab tersebut ia syarah sendiri dengan judul karya Shadr al-Syari’ah al-Hanafi. Kemudian lahir kitab Syarh al-Tawdlih karya Sa’d al-Din al-Taftazani al-Syafii dan Jami’ al-Jawami’ karya Taj al-Din al-Subki al-Syafi’i.


 
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
      Berdasarkan pembahasan materi diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa sejarah perkembangan Fiqh Islam terbagi dalam beberapa periode yaitu periode Rasulullah, periode Sahabat, periode Tadwin dan periode Taqlid. Di dalam perkembangannya Fiqh Islam berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah Rasul dan terkadang dengan Ijtihad yang dilakukan untuk memperoleh jalan keluar dari sebuah masalah. Sedangkan perkembangan Ushul Fiqhi juga terbagi dalam beberapa periode seperti yang telah dikemukakan diatas. Ushul Fiqh telah ada pada masa 2 H. Dimana dalam perkembangannya muncullah beberapa ulama besar yang membuat beberapa buku tentang Ilmu Ushul Fiqh.Aliran dalam ushul fiqh terbagi menjadi tiga, yakni ; aliran mutakallimin (Syafi’iyyah), aliran fuqaha’ (hanafiyyah), dan aliran gabungan.Aliran Mutakallimin; aliran ini membangun ushul fiqih secara teoritis murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula dalam menetapkan kaidah, aliran ini menggunakan alasan yang kuat, baik dari dalil naqli, tanpa dipengaruhi masalah furu’ dan madzhab, sehingga adakalanya kaidah tersebut sesuai dengan masalah furu’ dan adakalanya tidak sesuai. Selain itu, setiap permasalahan yang didukung naqli dapat dijadikan kaidah.
            Aliran yang kedua ini dikenal dengan aliran fuqaha yang dianut oleh para ulama madzhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha karena dalam sistem penulisannya banyak diwarnai oleh contoh-contoh fiqh. Dalam merumuskan kaidah ushul fiqh, mereka berpedoman pada pendapat-pendapat fiqh Abu Hanifah dan pendapat-pendapat para muridnya serta melengkapinya dengan contoh-contoh.
            Pada perkembangannya muncul tren untuk menggabungkan kitab ushul fiqh aliran mutakallimin dan Hanafiyah. Metode penulisan ushul fiqh aliran gabungan adalah dengan membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqh. Persoalan hukum yang dibahas imam-imam madzhab diulas dan ditunjukkan kaidah yang menjadi sandarannya dan itu dikatakan sebagai aliran gabungan.



B.        Saran
          Sebaiknya dalam pembuatan suatu makalah maka kita harus memperhatikan segala aspek yang terdapat di dalamnya. Agar hasilnya memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan maka kita juga memerlukan beberapa informasi dari referensi yang tepat dan aktual seperti di buku dan internet.




DAFTAR PUSTAKA

Syafe’I, Rachmat.1999.Ilmu Ushul Fiqh.Bandung: Putaka Setia.
Effendi, Satria.2009. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prernada Media Group.
Bakry, Nazar.1993.Fiqh dan Ushul Fiqh.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Khallaf, Abdul Wahhab.2002.Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushulul Fiqh).Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Riyan Susanto (2012).Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh. From 17 September 2014.
Hakim Ashari (2014). Sejarah Perkembangan dan Aliran-aliran dalam Ushul Fiqh. 20 September 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar